Tak Cukup Milisi, Umat Butuh Perisai


MutiaraUmat.com -- Agresi Israel ke jalur Gaza yang semakin membabi buta memicu gejolak milisi pendukung Palestina di Timur Tengah untuk ikut melancarkan tindakan balasan. Bahkan belum lama ini Israel turut melancarkan serangan ke Rafah di selatan jalur Gaza, Palestina, yang kini menjadi tempat pengungsian jutaan warga.

Sejak Operasi Badai Al-Aqsha 7 Oktober 2023 lalu setidaknya ada tiga milisi yang melancarakan aksinya sebagai bentuk pembelaan terhadap Palestina, yakni milisi Hizbullah di selatan Lebanon yang menembakkan puluhan roket ke Kota Kiryat Shmona Israel. Kemudian Jihad Islam di jalur Gaza. Jihad Islam merupakan salah satu sekutu Hamas dan telah terang-terangan membantu kelompok itu menggempur Israel pada 7 Oktober lalu hingga peperangan berlangsung sampai hari ini. Dan terakhir pemberontak Houthi di Yaman yang turut meluncurkan dronenya untuk menyerbu Israel pada Selasa, 31 Oktober 2023 yang lalu. (cnnindonesia.com, 3 November 2023)

Sangat disayangkan, tak satupun perjuangan para milisi ini mendapatkan dukungan dari negaranya. Mereka seolah berjuang sendiri, karena kelompok-kelompok Muslim ini menyadari kewajibannya untuk membela Palestina, saudara sesama Muslim yang sedang teraniaya, meskipun negara mereka bersikap berbeda. Para pemimpin dunia seolah bungkam, hanya sebagian kecil dari mereka yang bersuara. Sementara sebagian besarnya seolah-olah sedang terlelap dalam tidur panjang sehingga buta dan tuli terhadap apa yang terjadi di Palestina saat ini. 

Inilah potret buruk penerapan Nasionalisme (nation state), Palestina merupakan korban dari buruknya sekat-sekat nasionalisme di negeri-negeri kaum Muslim. Sehingga membatasi upaya pembelaan Palestina hanya dapat dilakukan dengan kecaman dan kutukan semata, tanpa adanya aksi nyata. Bahkan, penguasa negeri-negeri Muslim dan Arab yang ada di sekelilingnya abai pada realita perang yang terjadi di Palestina.  

Mereka fokus mementingkan negeri mereka masing-masing, dan cenderung takut menampakkan keberpihakannya kepada Palestina demi menjaga kepentingan negaranya. Inilah yang disebut dengan Ashabiyah. Ashabiyah merupakan rasa kesukuan yang dimiliki oleh seseorang, yakni ikatan yang didasarkan atas kesamaan garis keturunan dalam suatu suku. Ikatan semacam ini tidak akan bisa menjaga kesatuan dan persatuan umat Islam diseluruh dunia. Melainkan hanya akan memunculkan fanatisme kekabilahan yang sempit dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan mereka sendiri.

Nasionalisme juga mempersulit kaum Muslim diseluruh dunia untuk melalukan jihad. Karena, tidak adanya penerapan Islam kaffah berupa Daulah Islamiyah di bawah naungan khilafah. Padahal umat sangat membutuhkan khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah sebagai perisai untuk menyatukan umat Muslim di berbagai penjuru dunia.

Rasulullah SAW bersabda, “Imam (khalifah) adalah perisai. Kaum Muslim berperang dibelakangnya dan dilindungi oleh dirinya." (HR. Muslim)

Sebagaimana yang tertera pada buku The Canging Scenes of Life-An Autobiography: Sir John Glubb (Quarter Books, hal. 54), buruknya ashabiyyah dalam bingkai nasionalisme sejak dulu sudah diakui oleh Letnam Jendral Sir John Glubb (Glubb Pasha), seorang pemimpin ‘Arab Legion’ pada tahun 1938-1956. Beliau dengan tegas menyatakan, “Nasionalisme adalah satu kecelakaan (bagi dunia Islam) yang sengaja dibawa masuk dari Eropa.”

Umat Islam ibarat satu tubuh, dan hanya diikat oleh ikatan akidah semata. Mereka dipersaudarakan karena kesamaan akidah dan melampaui batas-batas wilayah. Sehingga, membela Palestina adalah suatu keharusan. Allah SWT berfirman:

Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara.” (TQS. Al-Hujurat : 10)

Juga diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW:

Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai...” (HR. Muslim) 

Negeri-negeri kaum Muslim seharusnya melakukan aksi yang lebih nyata mengikuti langkah milisi. Bukan cenderung membiarkan bahkan mendukung kebijakan Barat terutama AS. Karena adanya hubungan kerjasama bahkan hubungan diplomatik dengan Barat dan zionis Yahudi.

Islam menjadikan pembelaan atas kedzaliman adalah satu kewajiban yang harus dipenuhi. Apalagi ketika musuh bertindak di luar batas kemanusiaan dan menghilangkan nyawa orang lain. Terlebih jika yang terbunuh adalah seorang Muslim, maka jauh lebih dahsyat dari hancurnya dunia ini.

Sebagaimana firman Allah :

Siapa saja yang membunuh satu orang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau membuat kerusakan di muka bumi,
 Maka, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.” (TQS. Al-Maidah: 32)
 
Juga sabda Rasulullah SAW:

Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Hal ini mengingatkan kita dengan sirah Nabawiyah karangan Ibnu Hisyam, ketika ada seorang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh pedagang Yahudi Bani Qainuqa. Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam segera mengirimkan para pasukan untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah, setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam. Begitulah negara Islam akan mewujudkan pembelaan terbaik terhadap wilayah yang dirampas oleh penjajah. 

Kebangkitan Islam ada di tangan para pemuda Muslim. Namun sayangnya, pemikiran kaum Muslim saat ini dibelenggu oleh serangan pemikiran yang masif. Mereka alergi bahkan takut dengan konsep negara Islam (Daulah Islamiyah) di bawah naungan khilafah, yang pada dasarnya telah dicontohkan dan pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Untuk itu, perlu adanya pembebasan pemikiran di benak kaum Muslim sebelum melakukan pembebasan terhadap negeri-negeri Islam. Kaum Muslim harus bangkit dari segi pemikirannya, agar pola pikirnya mampu mengarahkan pola sikap, sehingga membentuk syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam). Pada akhirnya ia akan memahami bahwa Islam tidak pernah membatasi kecintaan kita terhadap kaum Muslim lainnya hanya berpatokan pada batas-batas wilayah. Dan segala bentuk kezaliman di muka bumi ini harus dituntaskan sesuai dengan tuntunan syariat, bukan hanya sebatas dorongan kemanusiaan, atau bahkan karena dorongan kepentingan duniawi. Wallahu a'lam bishshawab. []


Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah

0 Komentar