Stop Tren Pinjol dengan Islam Kaffah


MutiaraUmat.com -- Pinjol lagi-lagi naik daun, apalagi menjelang dan selama Bulan Ramadhan. Fenomena pinjol sebagai solusi tambal sulam nampaknya semakin diminati. Dilansir dari finansial.bisnis.com (03/03/2024), AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, memproyeksi penyaluran pinjaman online (pinjol) saat Ramadhan tahun 2024 ini akan melonjak. Entjik S. Djafar, Ketua Umum AFPI menyampaikan bahwa asosiasi menargetkan pendanaan di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending saat Ramadan dapat tumbuh sebesar 12%.

Demikian pula disebutkan bahwa OJK (Otoritas Jasa Keuangan), memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjol (pinjaman online) akan meningkat pada saat Ramadhan sampai Lebaran tahun 2024. Hal tersebut diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakatnya yang juga naik saat bulan suci tersebut. (tirto.di, 05/03/2024).

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya oleh seluruh kaum Muslim. Beragam hal dan pernak-pernik menjadi kekhususan yang hanya ditemui di bulan yang mulia ini. Masyarakat rata-rata rela merogoh kantong lebih dalam dalam rangka membeli rupa-rupa konsumsi khas Ramadhan, seperti takjil, makanan matang, kue lebaran dan barang-barang baru seperti pakaian baru hingga renovasi rumah untuk menyambut hari raya Idul Fitri.

Potensi usaha dengan keuntungan besar tentu menjadi perhatian, baik bagi yang sudah lama bergelut di bidang UMKM, atau pendatang baru. Hanya saja, sering kali kendala modal menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku UMKM ini.

Oleh karena itu, utang menjadi solusi bagi yang bermodal kecil. Pinjol pun menjadi pilihan karena prosedur yang lebih mudah dibandingkan perbankan maupun perusahaan pembiayaan. Mirisnya, pinjol juga berbunga, perkara yang jelas-jelas diharamkan oleh Islam.


Cara Pandang Kehidupan yang Keliru

Sejatinya, umat kini berada dalam kesempitan hidup yang sangat kompleks. Parahnya, pemahaman umat akan kehidupan yang keliru, membawa umat salah dalam mencari jalan penyelesaian masalah kehidupan.

Cara pandang kehidupan yang telah terwarnai oleh cara pandang sistem sekuler kapitalis yang diadopsi oleh masyarakat, menjerat mereka pada pinjol yang sebenarnya justru menimbulkan masalah baru. Akidah sistem kapitalis, yakni sekuler -paham yang memisahkan agama dari kehidupan- menjadikan sebagian masyarakat cenderung hedonis dan materialis.

Kebahagiaan pada materi dan kesenangan jasadiyah dianggap sebagai sumber kebahagiaan. Belum lagi gempuran media yang sangat masif hingga mempengaruhi masyarakat agar hidup hedon, terlebih lagi yang jauh dari mafhum agamanya -pemahaman Islam-, sampai mengambil segala cara, termasuk apa-apa yang diharamkan dalam Islam, sebagai jalan memenuhi kebutuhan, di antaranya adalah pinjol dengan aktivitas ribawinya.

Negara pun cenderung abai perihal ketakwaan dan kesejahteraan individu rakyatnya. Bahkan, negara justru melegalisasi dan memfasilitasi praktik pinjol dengan adanya lembaga pinjol.


Ke Mana Berharap Selain kepada Islam

Ketakwaan individu akan mendapat porsi perhatian yang besar oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna. Melalui penerapan sistem pendidikan Islam, akan mencetak individu yang berkepribadian Islam, baik pemahamannya terhadap ajaran Islam dalam segala sisi, serta terbangunnya masyarakat yang memiliki ikatan akidah Islam yang kuat dan berorientasi akhirat. Arah hidupnyapun tidak semata kesenangan duniawi, namun senantiasa dihiasi dengan amal saleh sesuai standar ahsanul-amal.

Demikian pula dalam pemenuhan kebutuhan secara ekonomi, negaralah yang memiliki peran sentral untuk menjamin umat agar terjauhkan dari segala jenis praktik-praktik maksiat dan menjerumuskan. Negara yang menerapkan aturan yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak akan membiarkan berlangsungnya berbagai jenis praktik ribawi.

Di antara upaya negara untuk mewujudkan masyarakat bersih dari aktivitas ribawi yakni dengan berupaya memenuhi kebutuhan asasiyah setiap individu masyarakatnya melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Para kepala keluarga sebagai pencari nafkah akan dipermudah dan difasilitasi untuk bekerja, baik akses modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Hal ini tentu mudah karena dalam Islam seluruh kepemilikan rakyat hanya boleh dikelola negara. Pengelolaan SDA dalam jumlah yang besar akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna, akan melakukan pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis ke setiap individu masyarakat, sehingga harta yang dimiliki masyarakat benar-benar hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, beserta kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan keuangan, seperti modal, termasuk para pelaku UMKM, mahar, dll, negara akan memberikan pinjaman tanpa riba melalui baitul mal. karena Islam mengharamkan secara mutlak aktivitas ribawi apapun bentuknya. Individu rakyat akan mendapatkan keamanan dan ketenangan, tidak ada yang terjerat ribawi, terhindar dari dosa dan kemudaratan. Wallahu a'lam. []


Oleh: Linda Maulidia, S.Si.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar