Sistem Kapitalisme Liberal Penyebab Problem Banjir


MutiaraUmat.com -- Banjir melanda di beberapa wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang mengakibatkan 8.170 orang harus pergi ke tempat pengungsian. Plt Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Demak M Agus Nugroho Luhur, Jumat (9/2/2024) menyampaikan bahwa data pengungsi diambil per Kamis malam (8/2/2024). Adapun wilayah yang terkena banjir sebanyak 30 desa dan tersebar di 7 kecamatan. Tidak hanya berdampak kepada 63.465 jiwa tetapi juga terendamnya ratusan hektare lahan pertanian. Hal ini disebabkan tanggul Sungai Wulan dan Jratun jebol. (Liputan6.com, 9/2/2024).

Sementara itu di Bandar Lampung juga terjadi hujan lebat yang mengakibatkan ada beberapa titik yang tergenang banjir , seperti Kecamatan Wayhalim, Labuhan Ratu, Rajabasa, dan Kedamaian, sebagaimana disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Kota Bandarlampung Wakhidi di Bandarlampung. (ANTARAnews.com, 10/2/2024).

Banjir bukanlah hal baru yang terjadi di negeri ini. Kondisi ini terus terjadi hingga menjadi agenda rutin tiap tahun. Daerah yang biasa langganan banjir, tetap banjir bahkan lebih parah dari tahun sebelumnya, adapun di wilayah yang sebelumnya tidak pernah banjir merasakan dampak banjir. Sehingga pada masyarakat terbentuk permakluman bahwa banjir adalah hal yang biasa dialami ketika masuk musim penghujan. Ada sebagian masyarakat menyikapi banjir dengan membuat parodi di sebuah aplikasi tentang kegiatan yang bisa dilakukan saat banjir, seperti : berenang, makan di wartel, bertamu.


Benarkah Banjir Hal yang Bisa Dimaklumi?

Permasalahan banjir yang terjadi di berbagai wilayah, hampir merata di beberapa daerah di Indonesia, memberikan dampak besar bagi masyarakat yang terdampak, baik menyangkut tempat tinggal, belajar mengajar sekolah, transportasi, kebutuhan makan dan pakaian, kesehatan, dan lain sebagainya.

Karena besarnya dampak banjir tersebut bagi masyarakat, maka seharusnya ada upaya menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas dari akarnya, bukan hanya solusi sesaat pasca banjir. Yakni bagaimana tidak terjadi banjir lagi sehingga masyarakat merasakan terurusi masalah mereka dengan baik oleh negara. Dan tidak ada lagi mindset dalam masyarakat bahwa banjir itu hal biasa.


Akar Masalahnya Sistem yang Melahirkan Masalah Banjir Yakni Kapitalisme Liberal

Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem yang mendominasi kehidupan seluruh umat manusia di dunia adalah sistem kapitalisme. Hal ini tampak pada sistem politik, ekonomi, bentuk negara, hukum, atau meliputi seluruh aspek. Di mana sistem ini lahir dari Barat, yang menjadikan sekularisme sebagai akidahnya dan penjajahan sebagai metode/thariqah ideologinya.

Lahirnya ideologi tersebut dari kompromi atau jalan tengah dari pertikaian kaum penguasa didukung gerejawan melawan cendekiawan/intelektual. Dari sini menunjukkan bahwa kapitalisme lahir dari buah pemikiran manusia bukan Rabb yang menciptakan manusia. Sehingga pasti tidak sempurna, pasti banyak cacat, dan tidak layak di pakai untuk mengatur politik, ekonomi, hukum, pemerintahan, dan lain-lain oleh sebuah negara.

Berkaca dari masalah banjir, seolah-olah biang kerok yang selalu dihembuskan adalah sampah di sungai dan selokan, tanggul jebol, sungai meluap, atau alasan lainnya. Benarkah hal tersebut yang menjadi masalah utama/akar masalahnya?

Bila ditilik secara mendalam, kapitalisme dengan akidahnya sekularisme melahirkan pemikiran yang liberal dan gambaran perilaku acuh tak acuh. Juga pandangan kebahagiaan yaitu materi, menyebabkan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Ini penampakan secara individu dan masyarakat. Adapun ketika sistem ini diadopsi oleh sebuah negara, maka tampak pada gambaran regulasi yang pro kepentingan tertentu dan acuh terhadap kepentingan rakyat, hubungan penguasa dengan rakyat adalah pedagang dan konsumen bukan pelayan rakyat.

Sebagaimana diketahui bahwa pengelolaan lahan di negeri ini diserahkan kepada badan usaha atau corporate tertentu yang berpengaruh terhadap negeri ini. Aktivitas ini mendapatkan legalitas hukum bagi mereka untuk mengekploitasi lahan, baik hutan, gunung, pantai, lembah, terdapat tambang, mengandung air, apapun yang menghasilkan keuntungan besar yang disertai dengan syarat : administratif, teknis, lingkungan, finansial.

Dengan mudahnya pemberian ijin bagi yang ingin mengelola lahan, disertai mentalitas individualis yang dimiliki pengelola lahan, juga orientasi keuntungan saja. Maka mungkinkah mereka berpikir tentang dampak eksplorasi lahan bagi rakyat? Ketika diberi HPH, hutan menjadi gundul akibatnya banjir. Diberi ijin eksplorasi tambang, membuka lahan tanpa memperhatikan lingkungan maka banjir. Diberi ijin membuka lahan untuk property, lahan sekitarnya banjir. Demikian seterusnya. Termasuk sanksi bagi pihak yang telah membuat kerusakan didenda dengan jumlah sangat tidak sepadan dengan dampak banjir yang dirasakan masyarakat.

Tidak ada yang bisa kita harapkan dari pengaturan yang berasal dari sistem kapitalisme liberal. Yang ada adalah kerusakan dan kesengsaraan bagi seluruh alam.

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Rum/30: 41).


Islam Kaffah Diterapkan, Alam Menjadi Berkah

Allah SWT ketika menciptakan bumi dan isinya beserta pengaturan di dalamnya adalah untuk hambaNya. Supaya hamba-Nya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik tanpa membuat kerusakan.

Pengaturan dari Allah yang membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi semua makhluk, telah disampaikan kepada hamba-Nya yang mulia yaitu Baginda Rasulullah SAW berupa Wahyu untuk diterapkan bagi umat bliau. Dan Rasulullah telah mencontohkan bagaimana menerapkan wahyu Allah baik secara individu, bermasyarakat dan bernegara. Yang hasilnya kehidupan berkah dan sejahtera.

Islam sebagai Diin yang sempurna berasaskan pada akidah Islam, yang melahirkan gambaran kehidupan didasarkan ketakwaan kepada Allah SWT, sebagai satu-satunya Dzat Pemilik Alam Semesta. Dan perbuatan yang distandarkan pada ridha Allah, melahirkan prilaku indivudu, masyarakat, dan negaranya tunduk kepada segala aturan Allah berupa perintah dan larangan-Nya.

Bentuk ketundukan adalah mengelola dunia sesuai dengan syariat Allah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam bentuk sistem yang diterapkan oleh negara. Pengelolaan alam termasuk di dalamnya : padang rumput, tambang, air, merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai individu, badan usaha, koperasi, corporate. Posisi negara pun hanya sebagai pengelola yang hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga negara memastikan aspek-aspek keselamatan, keberlangsungan makhluk hidup di alam yang dikelola, jangan sampai menimbulkan kerusakan alam dan makhluk yang ada di dalamnya.

Ketika penguasa lalai dalam pengelolaan hingga mengakibatkan kerusakan, maka Islam memiliki mekanisme pertanggungjawaban bagi penguasa, yaitu oleh mahkamah madzalim, yang akan memeriksa kasus dan menetapkan sanksi bagi penguasa yang telah melakukan kezaliman. Setiap kerusakan berarti bentuk pelanggaran terhadap hukum syarak, setiap pelanggaran ada sanksi yang ditetapkan sebagai pencegah dan penghapus dosa.

Besarnya sanksi dikembalikan kepada landasan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga dalam Islam tidak ada istilah penguasa kebal hukum atau hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Keadilan inilah yang mampu mencegah manusia dari segala bentuk kemaksiyatan, kemungkaran, kezaliman, dan kerusakan yang dimurkai Allah SWT.

Lalu bagaimana upaya optimal meminimalisasi terjadinya banjir? Maka negara memberikan pemahaman kepada rakyat bahwa Allah mengatur mana saja area yang boleh dimiliki individu, masyarakat, dan negara. Penggunaan lahan pun bukan semata-mata mencari keuntungan tetapi bagaimana kebutuhan dasar maupun komunal rakyat terpenuhi dengan benar.

Negara memastikan lahan-lahan tersebut terkelola dengan produktif sehingga hasil dari lahan tersebut dapat memenuhi kebutuhan rakyat. Disediakan fasilitas irigasi, bendungan, pengaturan tata ruang yang aman tahan banjir dan gempa, lahan untuk peresapan air, perlindungan terhadap alam (tidak ada HPH), disiapkan tenaga ahli yang kompeten terkait mitigasi bencana, tersedianya alat-alat berat, disiapkan dana bagi penanggulangan bencana dari baitul maal, tempat pengungsian yang layak, perbaikan fasilitas umum dan rumah rakyat.

Sehingga yang dibutuhkan saat ini adalah penetapan sistem Islam yang ditetapkan secara kaffah dalam kehidupan. Apapun problem hidup pasti tuntas dengan sistem Islam. Allahu a'lam. []


Oleh: Diah Indriastuti
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar