Proyek MAJT, Apa Enggak Mubazir


MutiaraUmat.com -- Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Magelang telah mulai dibangun sejak Januari 2023, yang mana peletakan batu pertama atau ground breaking dilakukan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah pada Selasa 31 Januari 2023.

Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, melakukan kunjungan untuk memantau dan meninjau proses pembangunan MAJT di Kabupaten Magelang yang progresnya masih tahap penyempurnaan.

Tahap pertama pembangunan fisik MAJT yang meliputi infrastruktur, menara, sebagian landscape, plaza dan masjid telah selesai bulan Desember tahun 2023, dengan menelan biaya sebesar Rp.117 miliar.

Tahap berikutnya pada tahun 2024 ini adalah pengerjaan untuk pintu masuk masjid, memperluas lahan untuk area parkir, pembuatan penerangan jalan umum, parkir motor, area pejalan kaki, TPA, serta penyempurnaan lain yang membutuhkan anggaran sebesar Rp 5,15 miliar.(dprd.jatengprov.go.id, 27/02/2024)

Biaya sebesar itu dengan target wisata tentu saja hal yang sangat besar, terlebih effortnya juga tidak sedikit, karena tahun 2025 nanti masih ada tahapan berikutnya yaitu merenovasi masjid lama (Masjid An Nur) mengalih fungsikan masjid An Nur menjadi Islamic Centre dan pusat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Secara matematis, untuk mengembalikan modal biaya pembangunan sebesar itu akan sangat sulit terealisasi, disebabkan krisis yang saat ini tengah melanda banyak negara di berbagai kawasan dunia. Indonesia sendiri tengah menghadapi melonjaknya harga pangan yang disebabkan kenaikan beban utang dan pajak, faktor kelangkaan barang akibat dari gagal panen karena cuaca ekstrim, dan faktor-faktor lain, sehingga mengakibatkan semakin banyak kalangan yang menjerit dan tercekik. Melambungnya harga beras juga banyak pakar menilai sebagai bentuk gejala inflasi yang mempengarungi lambatnya pertumbuhan ekonomi di dalam negeri Indonesia.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tentu berpengaruh signifikan terhadap lemahnya industri pariwisata. Dengan demikian, pariwisata tidak akan mampu lagi diharapkan untuk memberikan pemasukan yang menopang seluruh biaya pembangunan.

Dengan demikian proyek yang dibangun saat ini dengan menjadikan sektor pariwisata sebagai dasar pelaksanannya, adalah merupakan proyek yang dipaksakan dan menunjukkan syahwat penguasa semata, tanpa memperhatikan lagi nilai guna serta tata kelola ruang dan wilayah.

Kapitalisme yang diterapkan hari ini, telah memaksa penguasa mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang hanya bersifat materi dan menguntungkan segelintir pihak, tanpa memikirkan dampak bagi rakyat secara keseluruhan.

Pun dalam proyek pembangunan MAJT Magelang, yang digadang sebagai destinasi wisata religi. Mengingat besarnya biaya yang digelontorkan penguasa untuk proyek pembangunan MAJT Magelang, sementara banyak urusan lain yang semestinya membutuhkan perhatian dan pembiayaan, namun justru tidak mendapatkan perhatian dan pembiayaan tersebut, sehingga penggelontoran biaya yang sangat besar tersebut patut dipertanyakan, apakah pembiayaan tersebut tidak mubadzir?

Industri wisata dalam sistem kapitalis digadang-gadang sebagai salah satu pemasukan negara dan program peningkatan ekonomi. Pada kenyataannya, hanya segelintir pihak yang akan mendapatkan keuntungan dan meraih peningkatan pendapatan dan sumber perekonomian dalam industri pariwisata ini.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem Islam. Islam yang diterapkan oleh negara, akan menempatkan pariwisata sebagai sarana untuk menanamkan Islam kepada para wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat wisata. Terlebih ketika obyek wisata tersebut bertajuk wisata religi, semestinya yang harus ditanamkan adalah kehebatan Islam. Obyek wisata tersebut digunakan untuk mempertebal keyakinan wisatawan akan keagungan Islam. Dengan demikian bagi wisatawan muslim, obyek wisata tersebut bisa digunakan sebagai sarana untuk mengokohkan keyakinan mereka kepada Allah SWT, terhadap Islam serta peradaban yang lahir didalamnya. Sementara itu bagi wisatawan non muslim obyek wisata tersebut menjadi sarana untuk menanamkan keyakinan akan kemahabesaran Allah SWT serta sarana untuk menunjukkan kemuliaan dan keagungan Islam,Ummat Islam serta peradaban yang dihasilkannya.

Dengan demikian, dalam paradigma Islam obyek wisata adalah sebagai sarana dakwah baik bagi warga Muslim maupun non-Muslim. 

Dalam sistem Islam, pariwisata tidak akan dijadikan sebagai sumber pendapatan negara, karena negara telah memiliki sumber pendapatan tetap bagi perekonomian negara yaitu dari sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri serta jasa, sehingga tidak akan menjadikan pariwisata sebagai ekploitasi kepentingan bisnis dan ekonomi.

Di sisi lain negara juga memiliki sumber pendapatan dari zakat, fai', ghanimah (rampasan perang), jizyah (pajak dari orang kafir), kharaj (pungutan dari tanah kharajiyah) serta dharibah (pajak yang diambil dari kaum Muslim) yang memiliki kontribusi besar membiayai perekonomian negara.

Dengan demikian negara tidak akan menggantungkan pemasukannya dari sektor wisata. []


Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah

0 Komentar