PPN Naik, Rakyat Makin Tercekik

MutiaraUmat.com -- Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) bukanlah sesuatu yang baru dan bukan sesuatu yang perlu diherankan. Kenaikan PPN menjadi 12% dari 11% terjadi hanya dalam waktu tidak lebih dari 5 tahun. PPN 11% merupakan kenaikan pada 2021 dari PPN 10%. PPN ini tentu diberlakukan untuk semua komoditi bernilai jual, dari bahan pokok hingga obat-obatan yang merupakan bahan dasar hajat publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 
Kenaikan PPN ini akan berdampak pada melonjaknya harga kebutuhan pokok di pasaran termasuk biaya jasa yang lainnya seperti biaya kesehatan. PPN bukan hanya dibebankan kepada para pelaku usaha, melainkan sebetulnya masyarakatlah yang menanggungnya. Kenaikan harga bahan baku akan menjadikan para pelaku usaha menaikkan harga jual barang, dan masyarakatlah yang menjadi konsumen, sehingga kenaikan PPN ini berdampak kepada semua lini. Pajak memanglah dibebankan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali termasuk masyarakat kelas menengah ke bawah. 

Penarikan pajak ini dilakukan pemerintah sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Lantas ke manakah perginya, gaji pejabat, pembangunan infrastruktur dan yang lainnya? Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa angka korupsi di negeri kita ini tidaklah rendah, salah satunya pajak yang dikorupsi. Pajak ini nilainya sebetulnya jika diakumulasi seluruh masyarakat sangatlah besar, bahkan dari PPN saja sudah sangat besar. 
Namun faktanya tidak semua masyarakat menerima hasil dari pajak yang mereka bayarkan, melainkan para pejabatlah yang menikmati semua uang itu. Gaji mereka termasuk tunjangan hidup mereka sangatlah besar nilainya kita bisa melihat hedonisme para pejabat, dan yang menjadi soal lagi adalah mereka tidak semuanya benar-benar bekerja untuk membangun kesejahteraan masyarakat. 

Pajak bukanlah solusi untuk menutupi kemiskinan kas negara, rakyat dipaksa membayar utang negara yang entah untuk apa utang riba tersebut. Mustahil akan terselesaikan jika dengan sistem ekonomi saat ini, pajak yang dipungut dari rakyat tidak hanya untuk melunasi riba namun untuk memenuhi hedonisme para oligarki.

Kenaikan PPN yang mencekik ini justru akan menyengsarakan masyarakat, akan banyak masyarakat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akhirnya terjerumus pada dosa riba dan pejabatnya tergoda untuk korupsi karena semua harga naik. Tidak ada yang diuntungkan dengan kenaikan PPN selain dari para oligarki. Bukankah fungsi pemerintah untuk mengatur dan mencapai kesejahteraan masyarakat? Apa fungsi pemerintah itu sebenarnya? Formalitas supaya disebut sebuah negara? Tidak adakah sumber pendapatan negara selain pajak sehingga pajak dinaikkan? Sungguh ini seperti praktik rentenir dengan desain kemasan lebih mewah saja dan bedanya korban di sini bukanlah pemilik utang. 

Padahal, negara kita dikenal sebagai surga dunia karena kekayaan alam yang melimpah. Namun sayang masyarakatnya tidak dapat menikmatinya, semua karena kapitalis inilah masyarakat hanya sebagai penonton kekayaan sumber daya alam miliknya sendiri. Sungguh Islam telah mengatur itu semua, Islam tidak menjadikan kekayaan sumber daya alam sebuah negara hanya sebagai tontonan semata atau bahkan membiarkannya dikuasai oleh asing. 

Sumber daya alam adalah salah satu sumber pendapatan negara, bukan hanya melalui nilai pariwisata. Sumber daya alam inilah solusi dari ketiadaan pajak, selain sistem ekonomi Islam yang harus diterapkan untuk mencapai kesejahteraan termasuk pembagian harta kepemilikan. Islam memiliki pengaturan keuangan negara yang disebut baitul mal, hasil dari sumber daya alam ini masuk ke dalamnya dan menjadi salah satu sumber pendapatan negara. 
Sumber daya alam negara haram untuk dimiliki swasta apalagi asing. Dalam sistem Islam tidak akan membiarkan asing menguasai sejumput tanah di dalam wilayahnya apalagi sampai memiliki dan menguasai sumber daya alam. Sumber daya alam ini adalah milik negara yang hasil keuntungan dari pengelolaannya untuk seluruh rakyat yang berada pada garis geografis kepemimpinannya dan negara berkewajiban mengelola sumber daya alam tersebut. 

Dari baitul mal itulah negara akan membangun semua fasilitas dan memenuhi semua kebutuhan hajat dasar publik seperti kesehatan dan pendidikan, infrastruktur jalan, murahnya bahan dasar pokok. Jika kita melihat potensi sumber daya alam Indonesia maka akan sangat mungkin untuk mewujudkan semua itu kebutuhan dasar hajat publik yang ditanggung pemerintah alias gratis seperti kesehatan dan pendidikan, dan gratis bukan berarti dengan fasilitas seadanya namun yang memenuhi persyaratan. Dari baitul mal itulah gaji para pegawai pemerintahan dibayarkan termasuk tenaga pendidik dan tenaga kesehatan yang bekerja pada sektor milik pemerintah tersebut. Islam tidak melarang adanya sekolah swasta, silahkan saja namun fasilitas dari negara bukan ala kadarnya melainkan optimal memenuhi semua syarat seharusnya. 

Sebab pengaturan ekonomi tersebutlah Islam tidak mengenal pajak dan tidak memungut pajak kepada seluruh rakyat atas komoditi yang digunakan. Islam mewajibkan zakat untuk semua umat Muslim setiap tahun sekali dan dihitung tidak berdasarkan keinginan penguasa memalak rakyat, melainkan sesuai dengan ketentuan syariat termasuk aturan pembagiannya untuk zakat fitrah. 

Lalu umat non Muslim yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam bagaimana? Mereka tetap mendapatkan semua kesejahteraan yang didapatkan oleh umat Muslim, mereka hanya dibebankan jizyah setiap tahun sekali yang besarannya tidak sebesar pajak dan tidak seperti PPN yang berlaku untuk setiap komoditi. Jizyah dibebankan kepada non Muslim yang memiliki harta lebih dari yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok individunya, bukan mereka yang miskin. 

Dengan pengaturan ekonomi dan pembagian harta kepemilikan itulah negara akan sangat bisa melunasi semua utang beserta ribanya bahkan akan masih tersisa untuk kas negara atau baitul mal. Tidak ada lagi rakyat pribumi yang menjadi penonton kekayaan alam negara ditempat ia tinggal, melainkan dapat merasakan hasil kekayaan tersebut bahkan bukan hanya sebatas mata memandang, melainkan semua rakyat yang berada di bawah garis geografis kepemimpinannya.

Pilih mana? Pajak atau jizyah/zakat? Inilah Islam, hadir membawa solusi yang menuntaskan permasalahan dari akarnya. Cukuplah aturan Rabb Semesta Alam sebagai solusi dalam kehidupan dan cukup aturan-Nya sebagai aturan dalam kehidupan kita bukan hanya individu melainkan juga kehidupan bernegara.[]

Oleh: Syiria Sholikhah
Mahasiswi Universitas Indonesia

0 Komentar