Pinjol Bukan Solusi tetapi Berujung Frustasi

Mutiaraumat.com -- Fenomena Pinjaman Online (Pinjol) seperti tak habis jadi perbincangan.
Bahkan pertumbuhan utang yang berasal dari perusahaan P2P Lending atau pinjaman online (Pinjol) diprediksi meningkat saat memasuki bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri. Melesatnya pinjaman melalui Pinjol seiring dengan kebutuhan masyarakat yang meningkat saat Ramadhan.

Bulan Ramadhan menjadi momentum perusahaan pinjaman online yang gencar menawarkan jasa kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga banyak masyarakat terlilit utang di bulan Ramadhan karena terjebak oleh rayuan pinjol.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda memprediksi penggunaan pinjol ilegal lebih besar dibanding data OJK.
"Terkait bulan Ramadhan, seiring dengan kenaikan harga kebutuhan hidup masyarakat, pinjol (legal maupun ilegal) akan menjadi alternatif pembiayaan. Terutama untuk masyarakat unbanked dan underserved bank," ungkap Nailul kepada reporter Tirto.id (12/3/2024).

Lebih memprihatinkan fenomena pinjol banyak menelan korban jiwa sampai hilangnya nyawa.
"Gali lubang tutup lubang" adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi yang dialami oleh korban yang terjerat utang pinjaman online, yang hidupnya bergelimang utang.

Solusi Negara dengan Ekonomi Syariah

Negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyatnya orang perorang, dengan mekanisme yang telah ditetapkan syariah. Negara juga wajib menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan vital masyarakat, yakni keamanan, kesehatan dan pendidikan.

Sehingga rakyat tidak semakin mempersulit diri untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yang semakin hari semakin terasa sesak dengan biaya hidup yang serba melesat.

Islam menjadikan paradigma ekonomi berhubungan dengan perintah dan larangan Allah SWT, hal ini  sebagai bagian dari ibadah kepada Allah yang implikasinya tidak berhenti di dunia saja, namun sampai ke negeri akhirat. Karena semua itu akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak.

Melaksanakan sistem ekonomi Islam berarti melaksanakan syariah Islam dalam bidang ekonomi. Dan hanya dengan pemerintahan Islam , yakni Khilafah lah yang bisa mewujudkan keunggulan sistem ekonomi Islam secara sempurna.

Terlebih Islam dengan tegas mengharamkan pinjol. Dengan alasan utama utang pinjol pasti disertai syarat bunga, padahal Islam mengharamkan bunga (QS Al Baqarah: 275)

Besarnya Dosa Riba

Tidak hanya masyarakat kalangan Muslim, pemerintahpun gemar berutang dengan berbasis bunga, dan tidak menyadari betapa besarnya dosa riba.

"Riba itu memiliki 73 pintu. Yang  paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang mengawini ibunya. (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa riba termasuk kemaksiatan yang paling besar. Hal ini bisa dilihat dari:

Pertama, orang yang mengambil riba merupakan penghuni neraka dan kekal didalamnya (QS Al Baqarah: 275).

Kedua, meninggalkan (sisa) riba dinilai sebagai bukti keimanan seseorang (QS Al Baqarah: 278). 

Ketiga, orang yang tetap mengambil riba diindikasikan sebagai seorang kaffaaran atsiiman, orang yang tetap dalam kekufuran dan selalu berbuat dosa (QS Al Baqarah: 276).

Keempat, orang yang tetap mengambil riba diancam akan diperangi oleh Allah dan Rasul-nya (QS Al Baqarah: 279).

Kelima, dosa teringan memakan riba adalah seperti berzina dengan ibunya sendiri, dan lebih berat daripada berzina dengan 36 pelacur.

Jelas, riba mengisyaratkan akan menimbulkan kerusakan di masyarakat yang lebih besar daripada kerusakan akibat zina. Ini karena riba sejak dulu hingga kini merupakan alat perbudakan, penindasan, eksploitasi, pemerasan, penghisapan darah dan penjajahan. Semua itu bukan terjadi pada tingkat individu, namun juga terjadi terhadap suatu bangsa, umat dan negara.

Jika riba telah tampak nyata di suatu kaum, maka kaum itu telah menghalalkan diturunkannya azab Allah kepada mereka. Ibn Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: "Jika telah tampak nyata zina dan riba di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan sendiri (turunnya) azab Allah (kepada mereka)". (HR al-Hakim).

Karena itu, siapapun yang mengaku Muslim, sudah seharusnya berusaha untuk menjauhi riba. Lalu bagaimana dengan negeri kita ini? Na'uudzu billaahi min dzalik.[]

Oleh: Riyanti Muslim
Aktivis dakwah muslimah Bogor

0 Komentar