Nyawa Begitu Mudah di Sistem Demokrasi


MutiaraUmat.com -- Caleg DPR RI Dapil Jawa Barat IX dari Partai Garuda, Deyara Putri Prananda (DP) terancam hukuman mati setelah menjadi otak pembunuhan terhadap Indriana Dewi Eka Saputra (24). Inilah salah satu kutipan berita yang di muat dalam media online Liputan6.com, Selasa, 05 Maret 2024.

Inilah potret kehidupan masyarakat saat ini. Menghilangkan nyawa seolah menjadi solusi tepat dalam menyelesaikan masalah. Baik itu nyawa orang lain maupun kasus bunuh diri yang kian marak terjadi. Yang lebih miris lagi ketika pelaku adalah seorang calon pemimpin, yang sejatinya seorang pemimpin haruslah menjadi tauladan yang baik untuk masyarakat, bukan malah sebaliknya memberikan contoh yang sangat tidak terpuji yakni menghilangkan nyawa manusia.

Bukan hanya kali ini saja, kejadian pembunuhan kerap terjadi dan terus berulang. Bahkan berita pembunuhan yang dimuat di media, seolah-olah menjadi berita yang biasa di kalangan masyarakat. Padahal di dalam Islam hilangnya nyawa seorang Muslim tanpa hak, lebih berat dari pada hilangnya dunia. Seperti di sampaikan dalam hadis riwayat Nasai no 3987, Turmudzi no 1455, dan disahihkan al-Albani. Hal ini menunjukan di dalam Islam sangat berharga nyawa seorang Muslim, ini jelas berbanding terbalik dengan sistem demokrasi, nyawa begitu murah bahkan seperti tidak ada harganya.

Kenapa nyawa begitu murahnya di dalam sistem demokrasi? Salah satunya disebabkan kurang tegasnya dalam menindak pelaku. Seperti tercantum didalam pasal 340 KUHP, pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun paling lama. Hal ini sangat memungkinkan pelaku tidak memiliki rasa takut, karena masih ada pilihan di penjara. Bahkan masa hukuman masih bisa mendapat pengurangan (remisi).

Juga masih tebang pilihnya penegakan hukum, yang menjadikan pelaku bisa leluasa melakukan aksinya ketika memiliki kenalan penguasa (beking). Jadi hukum yang berlaku masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Seperti kasus wafatnya enam syuhada di KM 50 jalan tol Jakarta-Cikampek, yang sudah bertahun-tahun tapi masih belum menemukan titik terang.

Berbanding terbalik dengan hukum Islam, di mana pelaku pembunuhan akan mendapat hukuman dibunuh lagi. Tidak ada pilihan lain selain nyawa dibalas nyawa. Inilah adilnya hukum Islam. Karena bila ditanyakan kepada keluarga korban pasti harapannya pelaku mendapat balasan yang setimpal. 

Ketika hukum-hukum Islam diterapkan, maka pelaku akan dihapus dosanya ketika di dunia hukumannya telah dilaksanakan (jawabir). Dan akan menjadikan pencegahan bagi yang lain (zawajir). Sehingga angka pembunuhan akan menurun secara drastis. Ini adalah fakta yang sudah dibuktikan saat Daulah Islam berdiri, angka kriminal sangat kecil dalam kurun waktu 1400 tahun.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum Muslim menerapakan hukum Islam di dalam kehidupannya. Agar tercipta masyarakat yang tenteram. []


Ata Furqon
Aktivis Muslim

0 Komentar