MutiaraUmat.com -- Seperti peluru yang meroket. Kenaikan harga beras setahun terakhir ini kian melejit. Kenaikan harga beras naik hingga 20% di 2023. Bahkan siapa yang menyangka, harga beras terus mengalami kenaikan sejak awal 2024 hingga sepekan terakhir ini kenaikan harga beras tembus di harga Rp16.000,-. Menurut Badan Pusat Statistik, harga beras di tingkat eceran masih naik pada Januari 2024. Harga beras naik 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya, bahkan mencapai 16% dibandingkan Januari 2023.
Mengapa harga beras masih naik meski impor sudah mulai masuk? Sebagaimana yang diberitakan Katadata, (2/11/2024), menurut Plt. Kepala BPS Amalia A.Widyasanti, kenaikan harga beras di tingkat eceran sejalan dengan naiknya harga gabah di tingkat petani. Harga gabah kering panen naik 2,97% secara bulanan atau 18,6% secara tahunan, harga gabah kering giling juga naik 4,85% secara bulanan atau 24,52% secara tahunan. Menurutnya, kenaikan harga beras terjadi di semua rantai distribusi. Di tingkat penggilingan naik 1,62% secara bulanan atau 21,78% secara tahunan. Di tingkat grosir juga naik 0,97% secara bulanan atau 16,66% secara tahunan. Kenaikan harga tersebut mendorong naiknya harga beras di tingkat eceran.
Sebenarnya, tingginya harga jual beras memang menguntungkan bagi sebagian para petani, mereka yang mempunyai modal besar tetap bisa menanam padi, tapi bagi para petani yang tidak memiliki modal, dia akan beralih ke pertanian lainnya, seperti palawija, atau malah membiarkan sawahnya kering tanpa bisa digarap. Sementara bagi masyarakat umum, kenaikan harga beras ini menambah beban berat. Pasalnya, jika harga beras ini terus naik, tentu bencana kelaparan dan krisis pangan akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Semua itu akan menyengsarakan rakyat.
Memang, upaya pemerintah untuk menormalisasi harga beras terus dilakukan, namun tetap tak mampu mengeluarkan masyarakat dari permasalahan kenaikan berbagai bahan pokok. Sementara itu, konversi lahan dilakukan para pemilik modal. Lahan-lahan yang subur mereka gunakan untuk membuka industri dan perumahan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian. Gagal panen pun semakin sering terjadi karena bencana alam akibat penggundulan hutan yang dilegalisasi.
Selain itu keterbatasan sarana produksi pertanian, permasalahan benih yang mahal hingga permasalahan subsidi pupuk yang semakin berkurang menjadikan produksi pertanian terhambat dan mahalnya harga BBM menjadikan distribusi beras memakan biaya yang tinggi. Penggilingan padi kecil mulai mati karena kalah saing dengan industri penggilingan padi dengan modal yang besar. Rantai distribusi semakin rusak dengan masuknya sejumlah pengusaha (ritel modern) dalam mendistribusikan beras, apalagi ada larangan bagi para petani untuk menjual langsung hasil panennya ke konsumen. Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan oleh pelaku usaha yang merugikan para petani.
Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa pemerintah tak pernah serius menanggapi permasalahan kenaikan harga ini. Dan juga memperlihatkan kelemahan negara dalam kedaulatan pangan. Negara hanya menjadi regulator bagi para korporator, mengikuti seluruh arahannya demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sungguh ini angka yang fantastis untuk harga sebuah kebutuhan bahan pokok. Tak hanya itu, kebutuhan lain pun harganya ikut melonjak. Di saat kondisi ekonomi yang terhimpit justru membuat rakyat semakin terjepit. Inilah yang terjadi di negeri yang menerapkan sistem kapitalis yang hanya mementingkan para pemilik modal.
Lain halnya dalam sistem Islam. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang sangat diperhatikan dalam Islam, dan salah satu komoditas yang harus dijaga stok dan stabilitas harganya sehingga seluruh rakyat dapat mengaksesnya. Beras sebagai kebutuhan pokok salah satu komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara termasuk distribusinya.
Negara dalam Islam menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, individu per individunya sebagai satu kewajiban negara, Sehingga pemenuhannya diwajibkan atas negara dengan dilandasi oleh keimanan kepada Allah dalam melaksanakan seluruh amanahnya, sebab pemimpin dalam Islam yakin betul amanah yang dipikulnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Maka dari itu, pemimpin dalam Islam akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan dengan mudah, murah dan berkualitas. Dan dalam sistem Islam, pemerintah diharamkan mematok harga, sebab harga merupakan hak Allah. Islam memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga.
Untuk mewujudkan ketahanan pangan, Islam memiliki kebijakan dengan menyediakan lahan pertanian, jika ada lahan yang tak digarap selama tiga tahun maka pengelolaannya diserahkan kepada negara untuk kemaslahatan masyarakat, kemudian juga negara akan meminimalkan alih fungsi lahan dan juga meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian dan sebagainya.
Untuk menstabilkan harga bahan pokok negara akan mengatur pendistribusiannya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya. Jika kecurangan terjadi maka sangsi akan diberlakukan sesuai hukum Islam. Dan semua itu dilakukan atas dorongan iman kepada Allah. Maka hanya dengan sistem Islam, kesejahteraan itu akan terwujud. []
Oleh: Ihsaniah Fauzi Mardhatillah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
0 Komentar