Meneropong Masa Depan 2024


MutiaraUmat.com -- Pemilu 2024 telah digelar. Pertempuran narasi antar relawan tiga bakal calon presiden (Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto) yang menguasai perbincangan publik tanpa henti pun usai. Telah kita saksikan berbagai perang retoris, propaganda pecah belah dan pencitraan tanpa henti menghiasi media sosial dan layar gawai.

Pada perhelatan Pilpres 2019 lalu pun demikian, bangsa ini pernah terpecah menjadi dua kubu yang saling berseberangan hingga muncul julukan seperti “Cebong” dan “Kampret”. Kedua julukan itu selanjutnya menjadi simbol perbedaan ideologi dan pandangan politik masing-masing pengikutnya. Bahkan salah satu ormas terbesar kedua di negeri ini, saat itu menyelenggarakan konsolidasi nasional khusus Pemilu 2019 yang menghasilkan keputusan Jihad Politik. Seolah-olah menggambarkan keselamatan agama dan kesalehan sepenuhnya bergantung pada hasil pesta lima tahunan ini. 

Di sisi lain, peristiwa demi peristiwa besar baik dalam negeri maupun luar negeri seperti tidak mendapatkan perhatian serius penguasa maupun masyarakat. Emosi umat terkait Perang Palestina hanya menjadi komoditas isu sementara, meskipun seruan solusi permanen sudah disampaikan. Namun, tidak ada tindakan nyata dari negara untuk menghentikan apalagi membela Palestina dengan mengerahkan bantuan militer atau tindakan nyata pembelaan. Upaya genosida dibiarkan terus berjalan. Sementara muslim Rohingya terus menunggu pertolongan saudara seagama yang tak kunjung tiba. Mirisnya kini mereka malah menjadi korban propaganda. 

Kehebohan politik 2019 telah berlalu, selanjutnya negara berjalan sesuai pilihan rakyat dengan menampilkan konsolidasi pihak pemenang dengan oposisi, dan hasilnya semua yang kita rasakan lima tahun ini. Bagaimana mungkin mereka yang dulu saling bertarung dengan babak belur jiwa raga para pendukung, mampu berjalan seiring bahu seayun langkah di panggung kekuasaan? Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada 2024? 


Skenario Masa Depan Dunia

Pada Maret 2021, Dewan Intelijen Nasional AS (National Intelligence Council/NIC) merilis Global Trends 2040, A More Contested World yang meramalkan kondisi politik global di tahun 2040 yang akan dating. Lembaga yang pernah menyajikan kemungkinan Khilafah Islam berdiri tahun 2020 ini memprediksi 5 skenario tahun 2040 di mana tata dunia makin tak menentu, kontestasi makin kuat dan fragmentasi politik terjadi di semua level (www .dni.gov/files/ODNI/documents/assessments/GlobalTrends_2040.pdf).

Skenario Pertama, Renaissance of democracy. Pada 2040, dunia berada di tengah kebangkitan demokrasi terbuka yang dipimpin oleh AS dan sekutunya. Kemajuan teknologi yang pesat yang didorong oleh kemitraan publik-swasta di Amerika Serikat dan masyarakat demokratis lainnya telah 2 mengubah perekonomian global, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan kualitas hidup jutaan orang di seluruh dunia. Skenario kedua, Dunia Terpaut. Situasi dunia internasional tidak memiliki arah (directionless), kacau (chaotic), dan mudah berubah (volatile) karena peraturan dan institusi internasional diabaikan oleh negara-negara besar seperti Tiongkok, pemain regional, dan aktor non-negara. Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dilanda oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, perpecahan masyarakat yang semakin besar, dan kelumpuhan politik.

Terkait skenario kedua, di tengah ancaman resesi 2023, tahun 2024 ditengarai memasuki era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) Kapitalisme yang menjadi ketakutan luar biasa. Bayangkan, dalam ekonomi kapitalisme, tidak ada kepastian; masuk ke dalam jantungnya kapitalisme, kita dihadapkan dalam dunia perjudian. Dalam hitungan detik ada yang mendadak kaya raya, begitu sebaliknya. Dalam hitungan menit pun, kekayaan itu bisa lenyap tak bersisa.

Skenario ketiga, Koeksistensi Kompetitif. AS dan Tiongkok telah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan memulihkan hubungan dagang yang kuat, namun saling ketergantungan ekonomi ini terjadi bersamaan dengan persaingan dalam pengaruh politik, model pemerintahan, dominasi teknologi, dan keunggulan strategis. 

Skenario keempat, Silo Terpecah (Fragmentasi). Dunia terpecah menjadi beberapa blok ekonomi dan keamanan dengan ukuran dan kekuatan yang berbeda-beda, berpusat pada AS, Tiongkok, Uni Eropa, Rusia, dan beberapa kekuatan regional, dan berfokus pada swasembada, ketahanan, dan pertahanan.

Skenario kelima, Tragedi dan Mobilisasi. Sebuah koalisi global, yang dipimpin oleh Uni Eropa dan Tiongkok, bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah dan merevitalisasi lembaga multilateral, menerapkan perubahan besar yang dirancang untuk mengatasi perubahan iklim, penipisan sumber daya, dan kemiskinan menyusul bencana pangan global yang disebabkan oleh bencana pangan global, peristiwa iklim dan degradasi lingkungan. Meski tidak lagi menyebutkan Islam dan Khilafah Islam, skenario ke-2 dan ke-5 (khususnya) memberikan peluang nyata bagi umat Islam untuk mengambil peran. Lima skenario dari Global Trends 2040 ini setidaknya menyadarkan kita bahwa jalan kebangkitan semakin terbuka lebar, tinggal menunggu pertolongan Allah dan kesiapan kita sebagai pelaku geopolitik.


Masa Depan Dakwah Pasca Pilpres 2024

Menilik realita politik jelang 2024 pasti memiliki dampak terhadap dakwah Islam hari ini, di antaranya :

Pertama, kriminalisasi, diskriminasi, dan persekusi terhadap ormas Islam. Oposisi memang lawan utama koalisi penguasa, tetapi pada faktanya mereka satu suara dalam mendiskreditkan Islam. Bahkan, mereka tidak segan-segan untuk menjatuhkan lawan politik dengan isu-isu murahan menyerang Islam.

Kedua, Islamofobia hingga khilafah fobia. Mengapa mereka begitu takut pada Islam bahkan takut pada Khilafah? Sebenarnya bukan karena mereka tidak tahu tentang Islam dan Khilafah, tetapi takut apabila Islam diterapkan dalam naungan Khilafah segala kejahatan yang sistematis di sistem kapitalisme sekuler tidak bisa dilanggengkan lagi. 

Ketiga, menghalangi dakwah Islam dan sekularisasi kaum Muslim. Upaya menjauhkan umat Islam dari agamanya terus terjadi. Cengkeraman sekularisme begitu nyata dan liberalisme masuk ke dalam kaum Muslim hingga mereka tercabut dari keislamannya. Maka, umat Islam harus membuka mata, mengkaji dan memperjuangkan Islam agar bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Umat Islam harus terus berdakwah dan menjaga persatuan agar kemenangan Islam mampu diwujudkan. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Noor Hidayah
Aktivis Muslimah

0 Komentar