Kapitalisme Membawa Bencana


MutiaraUmat.com -- Saat ini hampir semua wilayah di Indonesia, sudah memasuki musim penghujan. Cuaca ekstrem dapat terjadi, selama periode puncak musim hujan. Potensi hujan lebat hingga sangat lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi masih memiliki peluang yang tinggi terjadi disebagian besar wilayah Indonesia. Seperti halnya fenomena cuaca ekstrem berupa puting beliung yang terjadi di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Pemicu fenomena angin puting beliung ini adalah alih fungsi lahan, yang sebelumnya dipenuhi pepohonan lalu menjadi kawasan industri. 

Menurut Profesor Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, bahwa kawasan Rancaekek telah beralih fungsi, yang semula hutan jati, kini ada perubahan tata guna lahan menjadi kawasan industri, biasanya rawan diterjang pusaran angin. Menurut Eddy, gas emisi yang dihasilkan oleh kawasan industri biasanya sulit terurai ke atmosfer. Karena hal ini merupakan efek rumah kaca, maka kawasan ini akan relatif dingin dimalam hari, dan sangat panas di siang hari. Menurut Eddy, bahwa fenomena cuaca ekstrem seperti angin puting beliung, sulit untuk diprediksi kapan terjadinya di Indonesia. Kondisi seperti ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterbatasan pemahaman dalam soal proses pembentukannya. Menurut Eddy, bahwa puting beliung adalah fenomena yang langka di Indonesia dan bencana ini tidak bisa dicegah, akan tetapi dampak kerusakannya bisa dihindari. Eddy mengatakan, untuk tidak merusak lingkungan dan harus memperbanyak menanam pohon. Back to natur adalah salah satu cara untuk meredam global warming.

Pada faktanya bahwa, kawasan Rancaekek ini yang semula merupakan kawasan yang hijau, banyak pohon-pohonan, akan tetapi kawasan Rancaekek ini telah beralih fungsi berubah menjadi kawasan industri, yang banyak menghasilkan polusi udara, sehingga terjadilah pemanasan global. Pabrik-pabrik Industri banyak menghasilkan gas emisi, dan gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dan akhirnya iklim tidak bisa diprediksi.

Kerusakan-kerusakan ini akibat ulah tangan-tangan manusia yang serakah. Serentetan bencana ekologis yang tengah terjadi, akibat dari sistem demokrasi kapitalis. Karena sistem ini tidak menjadikan manusia sebagai fokus dalam tata kelolanya, sehingga kerusakan terus terjadi berulang kali. Penguasa dianggap paling bertanggung jawab atas berbagai bencana ini, karena kebijakan yang ditetapkannya sering kali kontraproduktif terhadap kemaslahatan manusia. 

Padahal penguasa seharusnya bertanggung jawab dalam mengurusi dan melindungi rakyatnya. Akan tetapi watak rakus penguasa kapitalistik berupaya mengubah dan mengalih fungsikan lahan, seperti lahan-lahan hutan, lahan pertanian, dan lahan hijau, dijadikan lahan-lahan seperti pembangunan, pabrik-pabrik industri, perumahan, pertambangan, jalan tol dan lain-lain. Walhasil pengalihan pungsi lahan tersebut menjadi bencana dan malapetaka bagi kehidupn manusia.

Islam agama yang sempurna, yang mengatur seluruh asfek kehidupan. Islam sebagai rahmatan lil'alamin memiliki aturan yang terperinci mengenai tata kelola lingkungan dan pembangunan agar tidak terjadi bencana alam. Sejatinya bahwa bencana alam merupakan ketetapan Allah SWT, akan tetapi manusia diwajibkan untuk berikhtiar supaya terhindar dari bencana tersebut. Ikhtiar yang optimal harus dilakukan oleh negara, karena negara memiliki kekuatan dalam menyelesaikan dan berwenang dalam menetapkan kebijakan. 

Dalam hal ini negara juga memiliki pemetaan, daerah mana saja yang dijadikan pemukiman, atau daerah yang bisa dijadikan daerah industri, dan daerah mana yang harus dilindungi, seperti kawasan hutan lindung. Sistem politik Islam yang jauh dari pengaruh pengusaha, menjadikan kebijakan yang lahir akan independen, tanpa ada campur tangan pihak lain. 

Kesempurnaan Islam dalam menyelesaikan setiap permasalahan, termasuk permasalahan bencana ekologi akibat pembangunan kapitalistik yang menyebabkan kerusakan alam. Inilah salah satu urgensi diterapkannya syariat Islam, agar memiliki pemimpin yang amanah, pemimpin yang benar-benar meriayah umat, sehingga negara memiliki masterplan dalam mengurus tata kelola lingkungan, sehingga alam terjaga, untuk kemaslahatan seluruh umat.
 
Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Enung Sopiah
Aktivis Muslimah

0 Komentar