Investasi Perempuan, Mampukah Memuliakan Perempuan?


MutiaraUmat.com -- Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2024, UN Women Indonesia kembali menyorot pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian lebih terhadap kelompok perempuan dan kesenjangan gender. Sejalan dengan tema yang diambil oleh IWD (International Women Day) perempuan tahun ini adalah ‘Invest in Women: Accelerate Progress’ (Berinvestasi pada Perempuan: Mempercepat Kemajuan’).

Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz menyebut bahwa menjamin kebutuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan di seluruh aspek kehidupan adalah satu-satunya cara untuk memastikan perekonomian yang sejahtera dan adil, planet yang sehat untuk generasi mendatang, dan tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

“Salah satu tantangan utama dalam mencapai kesejahteraan gender di 2030 adalah kurangnya pendanaan untuk kesetaraan gender,” kata Dwi dalam press briefing bersama media, Jumat (01/03/2024). Berdasarkan tema tersebut, investasi terhadap perempuan secara konkret bisa dilakukan dalam dua hal yakni, investasi publik terhadap kebutuhan perempuan dan investasi sektor swasta (liputan6.com, 01/03/2024).

Negara didorong untuk berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender. Maka kelak negara dianggap akan mendapatkan banyak keuntungan karena telah berinvestasi pada perempuan. Perempuan juga didorong untuk berkarya/bekerja agar dapat berperan atau ikut serta untuk mengentaskan kemiskinan. Perempuan yang berpenghasilan akan meningkatkan taraf hidup keluarganya dan akan mampu untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya.

Semuanya tentu dalam paradigma kehidupan saat ini, yaitu kapitalisme dengan semua nilai turunannya. Kapitalisme telah menjebak kaum perempuan, menjauhkan perempuan dari fungsi fitrahnya sebagai ibu. Sehingga posisi perempuan sebagai tulang rusuk yang wajib dinafkahi justru bergeser menjadi tulang punggung bagi menafkahi keluarganya. 

Hal pokok yang paling utama dalam kapitalisme adalah materi. Perempuan didorong ikut terlibat dalam sektor publik untuk berkontribusi pada perekonomian negara. Sehingga terjadi tidak seimbangnya antara peran perempuan disektor publik dan sektor domestik. Pekerjaan yang telah menyita waktu, perhatian serta menguras tenaga mengakibatkan para ibu merasa depresi. Rutinitas yang sering dilakukan memicu kelelahan yang terus menerus, sehingga untuk mengurusi anak, melayani suami dan menata rumah tangga menjadi beban bagi mereka.

Demokrasi kapitalisme telah gagal dalam memuliakan perempuan. Atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender, para perempuan disibukkan dengan pekerjaan di luar rumah dan dipaksa untuk meninggalkan anak-anak dan keluarga demi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 

Sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalisme dalam seluruh aspek. Sistem Islam mengatur kehidupan berumah tangga, bermasyarakat dan bernegara. Penerapan Islam oleh negara mewujudkan tidak hanya kesejahteraan rakyat, namun juga ketenteraman hidup setiap warganya.

Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu termasuk pendidikan yang akan membekali calon ibu dengan ilmu dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan perannya. Kurikulum yang diterapkan oleh negara harus berbasis akidah sehingga akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, yang lurus dalam keimanan dan taat sempurna pada aturan syariah. Serta Islam memberikan kesempatan yang sama untuk berkarya. Namun, Islam memiliki ketentuan rinci atas peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat.

Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan perempuan sebagai ummun wa rabbatul bayt (ibu dan pengelola rumah suaminya), berhasil mencetak generasi terbaik yang mampu membangun peradaban Islam yang tinggi dan cemerlang, mengajarkan Islam yang sempurna kepada anak-anaknya, serta memberikan pemahaman berbagai aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Negara juga memastikan bahwa setiap kepala keluarga memiliki penghasilan dalam pemenuhan kebutuhan keluarganya.

Negara mewajibkan kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap perempuan dan anak-anak untuk memenuhi hak mereka dengan baik. Islam mewajibkan kepada suami atau wali untuk mencari nafkah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 233, yang artinya, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki agar dapat memberi nafkah pada keluarganya, memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan juga memberikan bantuan modal. Sehingga perempuan tidak harus bekerja keluar rumah. Walau pun hukumnya mubah bagi perempuan yang bekerja. Islam akan menindak tegas bagi suami yang tidak memenuhi kebutuhan keluarganya. Meski perempuan tidak bekerja, tetapi kedudukannya tidak menjadi rendah dimata suaminya. Sebab istri berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami dan kehidupan yang layak.

Kewajiban nafkah ada di pundak suami dan istri hanya wajib taat kepada suaminya. Pelaksanaan hak dan kewajiban inilah yang akan menciptakan mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga. Kemuliaan perempuan sebagai pilar keluarga dan masyarakat akan terjaga. Perempuan mampu mengoptimalkan perannya, baik sebagai hamba Allah, istri, ibu, maupun sebagai anggota masyarakat. Perempuan dapat menikmati karunia yang Allah berikan padanya tanpa harus dipusingkan dengan kesempitan ekonomi, beban ganda, tindak kekerasan, pengaruh buruk pada lingkungan yang akan merusak akidah anak-anaknya.

Dan dalam Islam mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun peradaban yang mulia bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kini, sudah saatnya kaum perempuan menyadari bahwa mereka adalah penyangga dan pembangun peradaban Islam yang mulia, memiliki tanggung jawab yang sama dengan laki-laki dalam melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat menuju peradaban mulia, dengan berjuang bersama menegakkan khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Susan Efrina
Aktivis Muslimah

0 Komentar