IWD Serukan Investasi pada Perempuan, Bukan Solusi Kemuliaan Perempuan


MutiaraUmat.com -- International Women Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang diperingati kemarin tanggal 8 Maret mengusung tema 'Invest in women: Accelerate progress' yang artinya 'Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan'. Mereka masih meneriakkan kesetaraan gender sebagai solusi seluruh problematika yang dialami perempuan hari ini di seluruh dunia.

Tuntutan untuk memperoleh jaminan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan di seluruh aspek kehidupan memang layak untuk diperjuangkan. Namun, jalan perjuangan ini sudah seharusnya dikaji ulang. Benarkah yang dibutuhkan seluruh perempuan adalah kesetaraan gender?

Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz ketika ditanya masalah perempuan apa yang menjadi isu paling mendesak saat ini, Dwi menggarisbawahi bahwa satu masalah akan memiliki keterkaitan dengan masalah lainnya. Sehingga perlu menemukan root cause atau akar permasalahannya. (Liputan6, 1-3-2024)

Memang benar, untuk menyelesaikan persoalan hingga tuntas harus mengetahui akar masalahnya tertebih dahulu untuk kemudian dicarikan solusi mendasarnya. Akan tetapi, ketika menyebut bahwa akarnya ada pada jarangnya investasi, penulis melihatnya ini bukan pada akar masalah sesungguhnya. Untuk dapat memperoleh akar permasalahan, kita perlu menarik ke belakang asal muasal munculnya persoalan perempuan yang hari ini menimpa seluruh perempuan di seluruh dunia. 

Kembali penulis ingatkan bahwa keterpurukan perempuan bermula dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang kala itu menyelimuti negara-negara Barat. Penindasan-penindasan yang di alami perempuan kala itu membuat perempuan berjuang untuk memperoleh kesejahteraan hingga tercetuslah International Women Day yang direstui oleh PBB.

Begitu pula keterpurukan yang dialami oleh perempuan-perempuan dari negeri Muslim hari ini akibat dari negeri-negeri Muslim yang turut mengadopsi sistem sekuler kapitalisme. Dibuktikan bahwa dalam sejarah panjang peradaban Islam perempuan telah hidup dengan kemuliaannya ketika menggenggam syariat Islam, dan mulai mengalami kehancuran ketika mulai meninggalkan agamanya.

Sedangkan, tuntutan kepada negara untuk berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender, yang kelak negara dianggap akan mendapatkan banyak keuntungan, serta perempuan juga didorong untuk berkarya/bekerja agar dapat berperan atau ikut serta untuk mengentaskan kemiskinan, ini semua adalah solusi perempuan yang berkaca dari paradigma kapitalisme dengan semua nilai turunannya.

Solusi yang digaungkan oleh sekuler kapitalisme atas persoalan perempuan telah menjerumuskan perempuan ke dalam jurang permasalahan yang kian dalam. Harapan perempuan berdaya dengan ekonomi telah mengubah perempuan hari ini yang kodratnya sebagai tulang rusuk telah bertransformasi menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Hingga menyebabkan berbagai persoalan lain mengikutinya, terparah hilangnya peran fitrahnya sebagai ummum wa rabbatul bait. Mengantarkan pada keterpurukan kualitas generasi hari ini.

Akar masalah sekuler kapitalisme yang menimpa perempuan hari ini harus dipupus habis. Bagaimana mungkin berharap solusi dari biang keladi persoalan perempuan itu sendiri?

Telah jelas, Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu, tanpa terkecuali perempuan atau laki-laki. Islam tidak pernah membedakan laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama memperoleh pahala ketika taat pada syariat-Nya dan dosa ketika melanggar aturan-Nya. Pembeda mereka hanya ada pada fitrah penciptaannya serta peran penting masing-masing. Laki-laki dilebihkan karena kodratnya sebagai qawwam, sedangkan perempuan dimuliakan dengan penjagaan terhadapnya.

Hanya manusia sombong hari ini saja yang merasa mampu membuat hukum bagi dirinya sendiri hingga mengira-ngira solusi persoalan mereka. Padahal, kerusakan yang muncul di tengah-tengah manusia tidak lebih karena ulah tangan mereka sendiri, yang makin jauh meninggalkan syariat Islam.

Islam memenuhi kebutuhan dasar tiap individu termasuk pendidikan dan kesempatan yang sama untuk berkarya. Namun, Islam memiliki ketentuan rinci atas peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat. Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan perempuan sebagai ummum wa rabbatul bait. Sejarah Islam telah mencatat perempuan-perempuan mulia yang mampu berkarya bagi umat, tetapi tidak melupakan peran fitrahnya sebagai pencetak generasi.

Tanggung jawab nafkah ditempatkan pada laki-laki penanggungnya. Negara memastikan setiap penanggung jawab nafkah telah memenuhi tanggung jawabnya. Hak-hak perempuan telah diberikan tanpa harus diminta, dijamin dan penuhi oleh negara yang berfungsi sebagai raain, atas dasar ketakwaan menjalankan kewajibannya meriayah setiap urusan rakyatnya.

Oleh karena itu, investasi pada perempuan yang bertumpu demi pertumbuhan ekonomi bukan solusi kemuliaan bagi perempuan. Perempuan hanya mulia ketika diatur sesuai dengan syariat-Nya. Dalam Islam, mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun peradaban yang mulia bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Inilah negara ketika menjalankan kekuasaannya dengan bertumpu pada syariat Allah, pasti membawa kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam. []


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Aktivis Muslimah

0 Komentar