Ibu Kota Negara Pindah, Butuh Mekanisme yang Jelas
MutiaraUmat.com -- Ekonom PAKTA Muhammad Hatta, S.E., M.M menyampaikan bahwa pindahnya Ibu Kota tidak sekadar persoalan tempat, tetapi harus meninjau bagaimana mekanismenya.
“Pindahnya Ibu Kota negara tidak hanya sekadar bicara tentang wilayah, tetapi juga mekanisme yang diterapkan, sehingga memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak,” paparnya dalam Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota Negara, Ngaruh Buat Rakyat? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (11/03/2024).
Ia menambahkan bahwa selama ini pemerintah mengatakan bergesernya Ibu Kota ke Kalimantan Timur salah satunya karena DKI Jakarta terlalu berat menanggung beban sebagai Ibu Kota, seperti banyaknya polusi, jumlah penduduk padat, kemacetan, dan seterusnya.
"Padahal, banyaknya polusi di DKI Jakarta karena mekanisme yang diterapkan dengan cara yang tidak adil. DKI Jakarta banyak polusi karena cara atau mekanisme yang dilakukan oleh Ibu Kota sebelumnya dengan cara yang tidak adil, sebagaimana tidak mempertimbangkan dampak lingkungan, sehingga akan terjadi hal serupa seperti macet dan polusi jika mekanisme yang sama diterapkan di Ibu Kota baru,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya, mencari akar masalah itu menjadi keharusan untuk mendapatkan solusi dengan jaminan ekonomi yang menciptakan keadilan dan berkelanjutan.
"Sebagian besar uang di Indonesia ada di Jakarta, sekitar 90 persen dan belum menyebar ke daerah-daerah lain. 90 persen lebih uang di Indonesia ada di DKI Jakarta, tidak menyebar ke daerah-daerah lain. Hal ini karena konsep ribawi yang diadopsi, dimana uang mengejar tingkat suku bunga, bukan mengejar siapa yg memiliki keahlian yang bagus,” pungkasnya.[]Nabila Sinatrya
0 Komentar