Cukai Minuman Manis untuk Mencegah Diabetes, Benarkah?

MutiaraUmat.com -- Pemerintah bakal mulai mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024 mendatang. Minuman berpemanis yang kena cukai adalah minuman produk MBDK yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan. Dilansir dalam CNBC, ide cukai MBDK sebenarnya sudah mencuat sejak tahun 2016. Cukai mengenai MBDK muncul lantaran efek buruk minuman berpemanis terhadap kesehatan masyarakat. (CNBC Indonesia, 23/02/2024).

Merujuk data International Diabetes Federation (IDF), orang dewasa berumur 20-79 tahun, yang mengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa pada 2021. Nilainya bahkan diprediksi menyentuh 28,57 juta jiwa pada 2045. Terdapat satu fakta penting dari studi IDF yang patut digarisbawahi, yaitu sebanyak 73,7 persen penderita diabetes adalah kasus yang tidak terdiagnosa secara resmi oleh dokter. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan proporsi pengidap diabetes tidak terdiagnosa tertinggi. Pasalnya, IDF mencatat di negara-negara lain porsinya di bawah 50 persen.

Dalam dua dekade terakhir, tercatat konsumsi MDBK masyarakat meningkat dengan signifikan. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menemukan konsumsi MBDK mengalami peningkatan dari sekitar 51 juta liter pada 1996 menjadi 780 juta liter di 2014. Bahkan pada 2020, Ibu Pertiwi menempati posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi MDBK tertinggi di Asia Tenggara. (tirto.id, 05/02/2024).

Cukai Bukan Solusi Menuntaskan Diabetes

Penerapan cukai minuman manis yang digadang-gadang sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyakit yang tidak menular seperti diabetes. Meskipun diabetes tidak menular akan tetapi tentu merugikan tubuh. Namun, dengan adanya penetapan cukai ini tidak bisa menjadi solusi ampuh yang mampu menjadi sarana pencegahan adanya penyakit tersebut. 

Pencegahan diabetes tidak bisa hanya dengan penetapan cukai minuman manis oleh negara. Negara harus mencegah sedari dini dan memerlukan upaya mendasar dan menyeluruh. Mulai dari literasi berupa pemahaman masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thoyyib sampai persoalan mendasar lainnya seperti pentingnya menjaga kesehatan. 

Dan pemahaman tersebut tidak akan sampai kepada masyarakat jika kondisi-kondisi sekarang seperti kemiskinan, pendidikan mahal, kesehatan mahal dan minimnya pemahaman tentang keamanan pangan masih banyak kita jumpai. Penetapan cukai minuman manis tidak bisa sepenuhnya membuat masyarakat mengurangi konsumsi akan minuman manis. Justru membuka celah akan minuman manis yang tidak terkontrol di tengah-tengah masyarakat. Karena tuntutan kehidupan masyarakat yang semakin besar, sementara dana tidak ada karena terhalang kemiskinan. Maka tentu saja penerapan cukai oleh negara bukanlah solusi yang dapat menuntaskan diabetes.

Jika ingin mencegah bertambah banyaknya penyakit diabetes karena makanan manis, hal yang pertama dilakukan oleh negara adalah mengelola sumber daya alam, supaya masyarakat mampu menikmati SDA yang di miliki oleh negeri kita. Sehingga mampu membuat ekonomi masyarakat tercukupi. Jika perekonomian masyarakat sudah tercukupi, mereka akan sadar bahwa masyarakat membutuhkan pendidikan untuk keberhasilan dalam mengelola pangan, dan tentu saja literasi terkait makanan yang halal dan yang thoyyib dapat tersampaikan kepada msyarakat. Karena focus masyarakat tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan ekonomi, tapi juga memperhatikan kesehatan.

Jika dilihat dari sisi negara, tentu dari penetapan cukai makanan dan minuman manis juga akan sangat berdampak. Negara berpotensi mendapatkan keuntungan dari penerapan cukai tersebut. Dan tentunya hasil yang didapat tidak sedikit. Pada Februari 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan kepada Komisi XI DPR RI bahwa potensi penerimaan dari cukai MBDK bisa mencapai Rp 6,25 triliun. (CNBC Indonesia, 23/02/2024). 

Namun, pada faktanya praktik penyelewengan pajak masih terus terjadi dalam jajaran penguasa. Tidak menggunakan hasil pajak sebagaimana semestinya. Maka dengan demikian makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mencegah penyakit tersebut. Dilihat dari sisi industri, tentu akan banyak pelaku industri yang merasa dirugikan. Karena masih harus membayar biaya cukai yang tidak sedikit.

Solusi Islam

Islam sebagai aturan hidup, mempunyai solusi untuk menuntaskan diabetes ini. Dalam Islam, mewajibkan negara menjaga kesehatan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya menyeluruh dan mendasar untuk mencapai derajat kesehatan yang prima, baik melalui pembuatan kebijakan dan aturan dalam industri, penyediaan sarana kesehatan yang memadai maupun mengedukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh. Dalam islam nyawa merupakan hal yang sangat diperhatikan. Makanya masyarakat akan selalu difahamkan bahwa kesehatan adalah nomor satu. Dalam hadits nabi di sebutkan 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ،

Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah (HR. Muslim)

Kesehatan akan membuat seorang muslim kuat dan tidak malas dalam beribadah kepada Allah. Itulah pentingnya bagi seorang muslim menjaga kesehatan supaya mampu melaksanakan seluruh hukum syara’ tanpa terkecuali.

Dalam kebijakan industri, apalagi industri pangan, tentu sistem islam menjadikan standar islam halal haram sebagai standar utama. Halal thoyyib dijadikan sebagai standar untuk makanan yang baik dikonsumsi oleh individu setiap muslim. Allah SWT berfirman :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqoroh : 168) . 

Dalam ayat diatas jelas bahwa manusia haruslah mengkonsumsi makanan yang halal lagi thoyyib untuk kesehatan.

Untuk distribusi dalam negri, didalam negara islam tidak diberlakukan system pajak. Dalam islam sudah sangat teratur. Dari segi pengelolaan harta, islam membagi menjadi 3. Pengelolaan harta negara, umum dan individu. Dan untuk harta yang dikelola oleh negara tentu akan kembali kepada masyarakat supaya masyarakat dapat menikmatinya secara cuma-cuma. Dan hal ini akan menyebabkan ketiadaan kemiskinan dikalangan masyarakat. Wallahu a’lam.


Oleh: Anisa Nur Sofiya
Aktivis Muslimah

0 Komentar