Bullying Kian Marak, Jangan Biarkan Beranak Pinak
MutiaraUmat.com -- Perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan sekolah, atau lingkungan tempat tinggal kian marak dan meresahkan. Tidak sedikit, perbuatan bullying ini berakhir dengan serangan fisik, parahnya sampai menghilangkan nyawa. Seperti kasus yang masih hangat terjadi di salah satu pondok pesantren di Kediri, diduga korban (BN) mendapatkan penganiayaan yang berujung pada kematian, (BN) merupakan salah seorang santri di bawah umur di sebuah pesantren di Kediri, Jatim, tidak dapat dilepaskan dari lemahnya pengawasan terhadap pesantren yang tidak berizin, menurut sumber informasi.
Munculah, kasus kekerasan di pesantren terutama yang tidak berizin, akan berpotensi terus terjadi di masa yang akan datang apabila tidak ditangani dengan serius.
Maka dari itulah, Kementerian Agama dituntut segera melakukan perbaikan dalam tata kelola pesantren.
Salah satu caranya, menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna adalah dengan mewajibkan setiap pesantren memiliki izin operasional dari Kementerian Agama (Kemenag). (www.bbcindonesia.com, 29/02/2024)
Bukan hanya di Kediri Jatim, aksi perundungan pun terjadi di salah satu wilayah Batam, di mana sang kakak awalnya hendak membela adik yang hendak diperdagangkan oleh sejumlah remaja putri.
Sang adik segera lari, mirisnya sang kakak menjadi bulan-bulanan oleh pelaku. Tidak menunggu berminggu-minggu video perundungan (bullying) viral di media sosial.
Di mana dalam video (SC) yang berusia 17 tahun itu menjadi korban bullying. Dalam video posisi (SC) duduk di pojokan, menggunakan kaos hitam dan celana kuning, berkali-kali (SC) mendapat pukulan. Akibatnya, (SC) mengalami beberapa luka di bagian tubuhnya.
Kesedihan sang ibu ketika melihat anaknya pulang dengan kondisi luka dan berlinang air mata itu pun tidak mampu berbuat apa pun, setelah video perundungan itu viral barulah sang ibu menggambil jalur hukum. Dengan mendatangi Polsek Lubuk Baja. (www.tribunbatam.com, 01/03/2024)
Sungguh miris, aksi perundungan oleh anak usia sekolah bukan hanya terjadi di Kediri maupun di Batam, ini bagian kecil dari kasus bullying yang terjadi di Indonesia, menurut Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Indonesia menduduki urutan ke lima tertinggi kasus perundungan (bullying) total dari 78 negara. Bahkan Retno Listyarti pun turut bersuara pihaknya menemukan ada lebih 12 kasus perundungan dari sejak Januari - Mei 2023. (www.akurat.com, 06/07/2023)
Menurut FSGI, kasus perundungan (bullying) yang paling besar terjadi di lingkungan sekolah, dan yang paling banyak terjadi dari tingkat SD dan SMP dengan jumlah masing-masing 25% dari total tersebut. Itu artinya, ada 50% perundungan (bullying) yang terjadi di tingkat SD dan SMP. Untuk tingkat SMA dan SMK masing-masing menduduki persentase 18,78%, dan di lingkungan sekolah sanwiah dan pondok pesantren masing-masing ada 6,25% (www.katadata.com, 07/08/2023)
Akibat Terjadi Perundungan (Bullying)
Perundungan (bullying) bisa berbentuk kekerasan verbal maupun fisik. Tentu penyebab tingginya perundungan (bullying) hingga tindak kriminal bermula dari berbagai sebab, yaitu:
Pertama, faktor keluarga. Keluarga adalah pondasi terakhir dari penjagaan umat sebab bukan aturan Islam yang diterapkan. Alhasil, terjadilah broken home (tidak ada keharmonisan dalam keluarga), hal ini menjadi pemicu munculnya kasus bullying ini. Seringnya cek cok antara orang tua, bahkan kurangnya perhatian serta didikan dari orang tua, menjadi stimulus anak mencari perhatian di luar rumah.
Kedua, perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu sebab kasus bullying. Sebab tidak ada pengawasan dan menejemen yang benar dari pemimpin untuk memfilter tayangan apa yang pantas disiarkan, dan apa yang harus diblokir atau dilarang. Dimana tontonan kartun dan anime yang sedang membudayakan kekerasan di dalam benak generasi muda. Bahkan, media saat ini menjadi corong tingginya kasus perundungan (bullying). Seperti game online, di dalamnya menunjukan banyak kekerasan fisik. Sampai imajinasi berlebihan.
Ketiga, tempat pendidikan atau sekolah. Kurangnya pengawasan dan berganti-gantinya kurikulum negara, membuat pihak sekolah kian dibuat bingung akan kebijakan tesebut. Mengakibatkan tumbuh suburnya perundungan (bullying) di lingkungan sekolah. Dimana kurikulum saat ini hanya berkutat pada nilai akademik, minimnya nilai akhlak anak pada guru dan ilmu.
Jika kita melihat ketiga faktor di atas, sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan saat ini, ialah kian marak kasus bullying, sebab lahirnya pemahaman sekuler liberal yang telah meracuni masyarakat di berbagai lini kehidupan.
Di mana pemahaman sekuler ini telah berhasil menjauhkan agama dari kehidupan. Akhirnya melahirkan individu yang tidak memahami agama dengan benar. Di dalam aturan sekuler, agama bukan sebagai pedoman hidup manusia semata. Melainkan sebatas hiasan yang kapan pun dibutuhkan siap dipakai dan dibuang saat tidak dibutuhkan lagi. Maka jelas, pelaku tidak terikat apa pun, kecuali muncul karena hawa nafsu. Belum lagi kekacauan negeri yang dihasilkan dari pemahaman liberalisme, di mana pemahaman ini menjadikan seseorang bebas berbuat semaunya tanpa melihat pada nilai-nilai agama.
Bila arah pandang seseorang itu dilandasi dengan pemahaman sekularisme dan liberalisme, jelas umat akan kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Umat pun tidak mengenal hakikat penciptaan manusia, yakni dengan ibadah kepada Allah secara total. Maka, jelas hidup umat diliputi dengan keinginan dunia dan mengejar terpenuhinya segala nafsu diri.
Peranan keluarga yang dibangun oleh pemahaman individu yang tidak paham agama, maka tidak akan tercapai kebahagiaan hakiki serta menjadikan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Inilah awal kehancuran bagi anak-anaknya. Dan rumah yang menjadi tempat tinggal ternyaman pun akhirnya menjadi tempat perundungan (bullying).
Karena kurangnya pemahaman agama orang tua memberikan contoh buruk. Maka tidak aneh, jika makin maraknya kasus kekerasan seksual yang pelakunya adalah ayahnya sendiri. Tidak sedikit saat ini, seorang ibu tega menjual anak-anak mereka untuk keuntungan materi semata. Sikap bebas berbuat dan berkata secara tidak sadar telah di contohkan orang tua kepada anak-anaknya sejak dini. Maka pantas saja hal ini menjadi jalur utama lahirnya pelaku bullying.
Belum lagi sistem pendidikan saat ini, seperti gayung bersambut dari pemahaman sekuler liberal, seolah telah mendukung kehancuran dalam keluarga. Sebab pendidikan saat ini hanya berpusat pada nilai akademik yang dicapai, tetapi abai pada nilai-nilai agama. Sedangkan kita paham bahwa agama adalah kunci agar seseorang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak terjerumus pada kemaksiatan.
Maka jangan heran kalau di lingkungan sekolah justru menjadi tempat yang marak bahkan tumbuh suburnya kasus bullying. Hanya karena ia merasa senior dan kuat, seseorang merasa berhak untuk penganiayaan adik kelas yang lemah. Apalagi ia merasa orang tuanya kaya, seseorang seperti berhak untuk merundung orang miskin. Semua perilaku yang kasar dan merasqqqa puas setelah menindas bukan tidak mungkin terbawa sampai ia dewasa.
Tidak sedikit pelaku bullying lahir dari hasil tontonan mereka yang berseliweran di media sosial terkait kekerasan, terlebih game online seolah mereka mendapat kemudahan dalam mengakses aplikasi tersebut bahkan sampai memainkannya dalam kehidupan nyata. Seolah peduli pada generasi muda, justru pemimpin kapitalis memberikan fasilitas game online bahkan menjadi e-sport, dimana game online ini dianggap menjadi cabang olahraga baru yang menggunakan media game sebagai bidang kompetitif.
Dan yang dijadikan andalan e-sport itu game Mobile Legends, kalau kita mengamati di dalamnya di suguhkan kekerasan fisik. Mereka yang terbiasa bermain pun berimajinasi dan menganggap hal demikian tidak asing jika di bawa ke dunia nyata, baik dari kekerasan, bahkan sampai tindak kekerasan seksual. Banyak para ilmuan mengatakan ada bahaya dari game online, anehnya pemimpin kapitalis menganggap game online ini sebagai pendukung pemasukan ekonomi negara.
Kebijakan yang diglontorkan pemimpin kapitalis seolah abai terkait akhlak anak bangsa, sebab di dalam pemikirannya selama itu menghasilkan keuntungan materi bukan masalah, sebab ia lahir dari negara sekuler. Negara bahkan abai akan syariat Islam dimana Al-Qur'an dan hadis dianggap selalu bertentangan dengan kehidupan.
Di dalam Islam jelas ditegaskan untuk menghilangkan pelaku bullying agar tidak marak terjadi. Jauh berbeda dalam aturan dalam kehidupan sekuler kapitalisme. Justru berbalik arah. Maka hal yang perlu dilakukan dalam kehidupan adalah dengan menerapkan Islam, yaitu:
Pertama, di dalam Islam diajarkan untuk umat berlaku baik kepada seluruh makhluk Allah terlebih kepada sesama manusia. Rasulullah SAW. Adalah suri tauladan terbaik dengan kesempurnaan akhlaknya. Hal ini akan mendorong seseorang untuk berbuat, berkata baik seperti Rasulullah. Sehingga setiap diri individu mampu mengontrol agar tidak melakukan bullying atau kekerasan lainnya. Sebaliknya seorang Muslim akan menjadi manusia baik-baik dan menjadi orang yang bermanfaat untuk umat.
Kedua, keluarga yang dibangun dengan landasan akidah Islam akan menghantarkan keluarga samawa. Tergambar menjadi baiti jannati, tempat para penghuninya mengkokohkan keimanan. Di mana peran ibu akan maksimal sebagai madrasatul 'ula bagi anak-anaknya, memberikan kasih sayang dan menancapkan pemahaman agama bagi anak-anaknya. Tak jauh berbeda dengan ayah ia pun akan berperan sebagai teladan terbaik istri dan anak-anak dalam segala keputusannya. Inilah gambar indah dalam sebuah keluarga, yang melahirkan individu yang lemah lembut, penuh kasih sayang namun tegas dalam hal akidah.
Ketiga, dalam sistem pendidikan yang diterapkan berlandaskan kepada akidah Islam dan fokus pada pembentukan syakhsiyah anak didiknya. Sekolah menjadi pendukung keluarga dalam membentuk pola sikap dan pola pikir Islam. Maka dari sinilah, lahir interaksi antara siswa yang senantiasa diliputi dengan kebaikan dan akhlak mulia yg terpancar. Tidak ada waktu untuk melakukan kekerasan apalagi bullying, anak-anak muslim akan terdorong berlomba-lomba dalam kebaikan demi meraih ridha Allah, salah satunya melahirkan penemuan-penemuan baru.
Keempat, adanya peranan paling penting dari negara untuk membentuk ketakwaan masyarakat. Dan berusaha untuk menjadikan media sebagai sarana dakwah dalam menyebarkan kemuliaan Islam. Dan menghalangi media apa pun yang merusak karakter generasi, sebab azaz yang dikerjakan berlandaskan pada akidah Islam bukan asas manfaat. Bahkan negara tidak akan abai dalam memberikan sanksi tegas, kepada para pelaku penyebar konten kekerasan atau pun pelaku bullying yang jelas keduanya melanggar syariat Islam.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Lia Haryanti, S.Pd.I.
Pendidik dan Aktivis Muslimah
0 Komentar