Beras Masih Impor, Enggak Bahaya Tah?


MutiaraUmat.com -- Negara Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan pokok beras dengan mandiri, gagal swasembada, negara terkenal jambrut katulistiwa pernah surplus beras. Namun, miris untuk kebutuhan pokok beras ketergantungan impor dengan jumlah yang cukup besar.

Inflasi harga pangan sembako menjelang bulan Ramadhan seakan menjadi trend tiap tahunnya. Melonjak harga beras di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan Bulog, kenaikan ini hampir semua wilayah Indonesia. Berbagai cara untuk meredam harga beras, dan antrian beras premium murah yang dijual dengan operasi pasar namun tidak mampu menahan laju kenaikan harga beras, pengadaan impor beras untuk stok Bulog.


Akar Masalah

Kebijakan negara tidak mendukung para petani dalam pengelolaan lahan pertanian secara maksimal baik infrastruktur dan sarana pertanian. Subsidi pupuk pertanian yang tidak tepat sasaran, harga yang mahal dan sulit didapatkan ketika musim tanam.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan ataupun lahan perindustrian dan jalan tol di pulau Jawa, Sumatera yang tidak mempertimbangkan dampak buruknya, ini salah satu yang menggurangi produksi beras.

Keterbatasan para petani dalam mendapatkan bantuan modal usaha, alih-alih mendapatkan kucuran modal malah terjerat dalam hutang ribawi ataupun pola asuransi pertanian.

Beberapa daerah terjadi banjir bandang yang menjadi lumbung padi daerah Demak dan Sumenep dan Bresbes, gagal panen pada daerah yang terdampak banjir dan kerugian pada petani.

Petani kita masih banyak pola tradisional yang serba terbatas dalam pengelolaan lahan dan keterbatasan dalam mengakses sumber air dalam penanaman padi, tergantung curah hujan. Kebanyakan para petani usia sudah di atas lima puluh tahun, regenerasi petani ini juga rawan jika penerusnya tidak ada maka negara kita tidak berdaulat dalam pangan rawan dikendalikan oleh negara asing dalam stok pangannya. Tidak bahaya tah?

Tidak ada keperpihakan pemerintah dalam hal ini, Bulog tidak menyerap hasil gabah petani, justru dalam panen raya Bulog mengimpor beras, sehingga harga gabah petani jatuh, dan petani mengalami kerugian modal tanam tidak kembali.
Pemberian BLT beras terhadap masyarakat miskin, operasi pasar dan impor beras hanya sebagai pemadam kebakaran, tidak mengatasi masalah yang tiap tahun terjadi.


Solusi Islam

Islam melarang pembatasan harga komoditas, dalam hal ini khalifah tidak berwenang terhadap pembatasan harga, mekanis pasar terkait harga akan naik jika barang langka permintaan banyak dan sebaliknya harga akan turun jika permintaan berkurang.

Namun, jika kenaikan harga dipicu oleh penimbunan oleh para pedagang maka tidak boleh dan pelakunya terkena sanksi. Barang dijual ke luar negeri dengan harga yang mahal ini juga tidak boleh dalam Islam. Barang konsumtif untuk keperluan dalam negeri, jika tidak membahayakan keamanan dalam negeri barang bisa diekspor.

Dengan data impor yang besar, ini menjadi cambuk untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri dengan berbagai langkah langkah yang strategis dan keperpihakan kepada petani, memberikan bantuan modal benih, pupuk pertanian, bantuan edukasi dari penyuluh pertanian dengan maksimal.

Memberikan lahan pertanian secara gratis kepada petani gurem dengan program transmigrasi untuk mencetak lahan persawahan baru dengan dukungan teknis yang memadai dan kelayakan lahan untuk pertanian padi. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah kepada Bani Najran untuk perkebunan kurma, juga para khalifah sesudahnya pernah memberikan lahan kepada petani untuk menggarap lahan pertanian.

Keterlibatan dunia kampus dalam penelitian pertanian untuk menghasilkan bibit unggul dan mempunyai kualitas baik sehingga para petani mampu menerapkan teknologi pertanian yang baik dan menghasilkan.

Dibangun industri pupuk yang mampu menyuplai kebutuhan para petani dalam negeri dalam rangka swasembada pangan, dengan harga yang terjangkau petani.

Petani kita kuat maka akan mampu memberikan support terhadap ketahanan pangan negara dan keberlangsungan hidup, negara tidak tergantung pada impor, menjadi negara yang berdaulat dalam pangan. Jangan sampai menjadi anak ayam mati dalam lumbung padi. []


Edy Susyanto Rusyadi, S.Pd.
Aktivis Muslim

0 Komentar