MutiaraUmat.com -- Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk atau capital inflow ke dalam negeri pada pekan ketiga Februari 2024 atau usai Pemilihan Umum (Pemilu) mencapai Rp 4,07 triliun.
Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan berdasarkan data transaksi 12 hingga 15 Februari 2024, non residen di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp 4,07 triliun terdiri dari jual neto Rp 0,98 triliun di pasar SBN, beli neto Rp 6,03 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 0,98 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).(viva.co.id, 16/2/2024)
Dalam sistem kapitalisme, hadirnya para investor dianggap sebagai jalan keluar atas problem ekonomi yang dihadapi masyarakat. Kapitalisme menganggap bahwa makin banyak para pemodal masalah ekonomi rakyat kecil pun akan teratasi. Sayangnya, teori tersebut tidak sejalan dengan kenyataan. Alih-alih mengurai masalah ekonomi, kapitalisme justru menciptakan jurang yang lebar antara pemilik modal dan rakyat.
Kekayaan suatu negara bisa saja dimiliki oleh segelintir orang. Sementara, rakyat lainnya harus mati-matian berjuang untuk bertahan hidup. Belum lagi kebijakan ala kapitalisme yang membuka celah investasi pada ranah kepemilikan umum, seperti tambang, hutan, eksploitasi bawah laut, dan juga beberapa aset-aset strategis lainnya semakin menambah kesulitan rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya. Investasi model ini berpotensi besar membawa negara jatuh terperosok dalam hegemoni (penjajahan) ekonomi dan terjerat dalam utang berkedok investasi
Adapun klaim bahwa investasi Asing akan mampu mengembangkan perekonomian rakyat, membuka lapangan pekerjaan dan sebagainya hanyalah mitos sebagaimana yang dijelaskan oleh James Petras dalam studinya berjudul Six Myths About the Benefits of Foreign Investment sub bab The Pretensions of Neoliberalism tahun 2006. Misalnya, klaim perkembangan ekonomi, sejatinya ekonomi pemilik modal saja yang berkembang, terbukanya lapangan pekerjaan karena adanya perusahaan dan pabrik tidak terbukti. Karena perusahaan atau pabrik pun dengan mudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ketika mereka harus memangkas biaya operasional. Lebih dari itu, investasi Asing membawa potensi bahaya yang mengancam kedaulatan negeri. Inilah bahaya ideologis investasi Asing.
Investasi Asing dalam Islam
Dalam politik ekonomi Islam, Syaikh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan bahwa investasi Asing dapat menjadi jalan untuk menjajah suatu negara. Investasi seperti ini merupakan investasi yang dikembangkan dalam sistem kapitalisme, yaitu sebuah sistem yang menjadikan keuntungan materi menjadi orientasi.
Jika memang benar investasi ditujukan untuk pembangunan demi kesejahteraan rakyat, konsep investasi sistem ekonomi Islam adalah satu-satunya jawaban.
Islam memandang bahwa kegiatan investasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap masyarakat dan negara baik yang dilakukan oleh individu kelompok ataupun negara. Tanpa investasi ekonomi mustahil berkembang.
Abdul Hafidh dalam Dhawabith al-Istithmar fi al-Iqtishad al-Islamy (Tesis Master, Universitas Hadje Lakhder-Bathnah, 2008) menjelaskan bahwa istilah investasi (istitsmar) memang tidak dikenal dalam terminologi ahli fikih klasik, namun mereka sebenarnya telah menggunakan istilah yang sama maknanya dengan kata tersebut, yaitu tanmiyah, nama', dan istinma',nartinya upaya untuk mengembangkan harta dan memperbanyak jumlahnya.
Prinsip dasar investasi dalam Islam wajib terikat pada syariat Islam, maka siapa pun yang terlibat dalam investasi harus memahami hukum-hukum syariat agar terhindar dari kegiatan investasi yang haram, seperti:
Pertama, investasi tidak diperbolehkan dalam bidang yang strategis atau sangat vital, seperti proyek infrastruktur, proyek strategis nasional dan sejenisnya. Bidang tersebut merupakan kebutuhan publik. Jika dikelola dengan mekanisme investasi, maka akan terjadi liberalisasi dan komersialisasi yang membuat rakyat tidak bisa menikmati kebutuhan publik tersebut.
Dengan konsep tersebut, Islam menutup celah investasi sebagai sarana atau wasilah bagi orang kafir menguasai kaum Muslim sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 141, "Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman."
Kedua, investasi Asing tidak boleh dalam bidang yang menimbulkan bahaya atas kaum Muslim, seperti investasi dalam pembalakan hutan, budidaya ganja, produksi minuman keras maupun ekstasi dan lain-lain.
Ketiga, investasi Asing tidak diperbolehkan pada kepemilikan umum atau harta rakyat atau sumber daya alam (SDA). Karena, hal tersebut melanggar hadis Rasulullah SAW, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, yakni air, hutan dan api." (HR. Abu Dawud).
Keempat, investasi Asing tidak boleh membahayakan akhlak orang Islam.
Kelima, investasi Asing tidak boleh dalam sektor ekonomi nonriil. Seperti investasi di bidang pasar modal, muamalah yang mengandung riba dan sejenisnya.
Keenam, investor yang akan berinvestasi tidak terkategori negara kafir atau muhariban fi'lan, yakni negara yang secara nyata memerangi Islam dan kaum Muslim.
Adapun dari sisi permodalan, harta yang diperoleh harus halal baik dari harta milik pribadi ataupun dari sumber lain yang halal. Sumber harta pribadi bisa berasal dari hasil bekerja atau menghidupkan tanah mati, menambang, berburu, makelar, mudharabah, musaqat, dan melakukan ijarah, hasil warisan, harta dari kerabat, orang lain dan negara untuk melangsungkan kehidupan, pemberian negara semisal subsidi serta harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta dan tenaga atau berasal dari pemberian akibat adanya hubungan personal, seperti hadiah, hibah dan wasiat, kompensasi atas pelanggaran pihak lain atas seseorang, seperti diyat pembunuhan dan luka fisik, mahar, barang temuan dan kompensasi dari negara.
Kemudian dari sisi bentuk investasinya, Islam hanya memperbolehkan investasi di bidang yang halal, seperti dalam sektor pertanian, perindustrian hingga perdagangan. Dengan catatan investasi dalam bidang ini juga harus sesuai dengan aturan Islam. Contohnya dalam aspek industri, beberapa hukum syariat yang bersinggungan dengan sektor tersebut yang harus dipatuhi adalah bentuk syirkah, ijarah, jual -beli, perdagangan internasional dan istishna'.
Dengan konsep investasi seperti ini, insyaallah perekonomian yang berkembang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hanya saja, investasi Islam tidak akan bisa diwujudkan, kecuali di bawah naungan Khilafah Islamiyah. []
Nabila Zidane
Jurnalis
0 Komentar