Tingginya Beban Kehidupan, Mematikan Fitrah Keibuan


MutiaraUmat.com -- Seorang bocah SD di Surabaya, Jawa Timur berinisial E (9 tahun) dianiaya ibunya sejak berusia 7 tahun.
Akibat penganiaan tersebut, E mengalami sejumlah luka fisik dan trauma.

Ibu yang berinisial ACA (26thn) ditangkap Polrestabes Surabaya  usai kasus ini dilaporkan tetangga.
ACA merupakan janda dan tinggal berdua dengan korban di sebuah rumah yang terletak di Kecamatan Mulyorejo, Surabaya.

ACA mendidik anaknya dengan keras sehingga setiap ada kesalahan korban akan mendapat hukuman fisik. Korban pernah dipaksa meminum air yang mendidih, disiram air panas dengan tangan terikat kemudian dicabut giginya menggunakan tang.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengatakan tetangga sempat melaporkan kasus penganiayaan ke Dinas Sosial Surabaya pada pertengahan tahun 2023. 

"Usia korban saat ini sembilan tahun, yang mana sebelumnya korban ini telah dititipkan selama enam bulan di Dinsos Surabaya," paparnya, Senin (22/1/2024), (TribunJatim.com).

Realita diatas adalah salah satu dari sekian banyak fakta yang terjadi. Ini akibat gagal nya negara dalam mengurusi urusan umat, sehingga tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuan seorang perempuan. Tentunya banyak faktor yang berpengaruh, diantaranya karena lemahnya keimanan, tidak berfungsinya keluarga sehingga banyak ibu yang ikut andil dalam memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat yang cenderung individualis, dan faktor utama adalah tidak adanya jaminan kesejahteraan negara.

Semua itu akibat sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, sistem yang melahirkan akidah sekularisme yakni akidah yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga aturan yang diterapkan adalah aturan buatan manusia, maka lahirlah individu yang lemah keimanan, masyarakat yang apatis, dan negara yang abai terhadap rakyatnya. 

Sebaliknya sistem Islam justru akan menjaga dan merawat fitrah Keibuan. Fitrah keibuan akan muncul pada masing-masing individu perempuan, karena sejatinya fitrah keibuan adalah perwujudan dari gharizah nau yang ada pada setiap manusia.

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzhamul Islam bab Thariqul Iman menjelaskan bahwa naluri akan bangkit ketika ada rangsangan dari luar. Seorang ibu akan optimal dalam menjalankan perannya yaitu merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik ketika ruang hidupnya terjamin secara penuh.

Jaminan kehidupan tentunya berkaitan erat dengan kesejahteraan, yg semua itu tidak mungkin dapat diwujudkan oleh per individu saja, namun butuh peran negara sebagai pelaksana. Disinilah Islam mengatur agar negara menjadi support system bagi para ibu supaya mereka mendapatkan jaminan kesejahteraan tersebut.

Dalam Islam jaminan kesejahteraan diwujudkan dalam berbagai mekanisme, baik itu jalur nafkah, dukungan masyarakat, dan juga santunan negara. Dari jalur nafkah misalnya syari'at menetapkan tanggung jawab pernafkahan ada dipundak laki-laki. Firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 233 yang artinya:

 ''Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf."

Nafkah tentunya berkaitan erat dengan pekerjaan, dalam hal pekerjaan tidak cukup hanya dari semangat individunya saja, akan tetapi harus tersedianya lapangan pekerjaan, maka disinilah islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab tersedianya lapangan pekerjaan tersebut dengan cukup dan memadai hingga tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak memiliki pekerjaan.

Inilah wujud sistem ekonomi dan politik negara yang diatur oleh islam yakni Khilafah. Negara yang menjalankan tugas sebagai raa'in, seperti sabda Rasulullah SAW:

''Imam(Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab penuh atas pengurusan rakyatnya (HR. Al Bukhari). Wallahu'alam bishshowwab.

Oleh: Tustiawati 
(Aktivis Muslimah Bogor)

0 Komentar