Tega, Seorang Ibu Membunuh Anaknya: Sekularisme Telah Merenggut Fitrah Keibuannya

MutiaraUmat.com -- Ibu adalah sosok orang tua yang dikenal dengan kasih sayang tiada batas. Seperti peribahasa "Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah." Predikat baik menempel pada sosok ibu. Ulet, penyayang, sabar, tangguh, mendahulukan anak, lembut, dan segudang predikat baik lainnya langsung tergambar saat disebutkan kata ibu. Sosok ibu sejatinya adalah guru pertama bagi anak-anaknya, bahkan sejak anak dalam kandungan.

Betapa bahagianya seorang anak saat ibunya hadir utuh membersamai tumbuh kembangnya.  Betapa beruntungnya ia ketika hadanah sang ibunda tak menyisakan luka. Betapa anak diliputi kesenangan dunia anak di saat sang ibu mewarnai hari-harinya. Namun sayang berjuta sayang, kenyataan saat ini berkebalikan. Alih-alih kebahagiaan yang didapatkan, peluang hidup pun direnggut oleh sang ibu yang sempat bertaruh nyawa untuk sang buah hati.

Sebuah fenomena terkait ibu yang kejam kian banyak bermunculan. Bukan ibu tiri seperti di serial Bawang Putih Bawang Merah, tetapi ibu kandung yang sudah tidak punya hati, tega mengahabisi nyawa anaknya sendiri. Sebagaimana dilansir bangkapos.com, ada insiden tragis di Desa Membalong, Kabupaten Belitung, di mana seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang lahir secara normal di kamar mandi. Kejadian itu terjadi pada Kamis, 18 Januari 2024, sekitar pukul 21.00 WIB. Motif dari tindakan mengerikan ini diduga terkait dengan faktor ekonomi, dimana ibu tiga anak tersebut merasa terdesak secara finansial (23/1/2024).

Seorang ibu membunuh dengan sengaja bayi yang dilahirkannya menyisakan satu pertanyaan tentang naluri keibuan yang merupakan penampakan naluri kasih sayang, "Di mana naluri itu berada?" Rasa tega telah menggelapkan mata hati seorang ibu. Kasus di atas bukanlah kasus pertama, sudah sering kasus serupa menghiasi pemberitaan jagad media ataupun kehidupan nyata.

Mengulas di Balik Tindakan Ibu yang Tega Membunuh Anaknya

"Tak ada asap jika tak ada api." Demikianlah peribahasa yang layak disematkan pada kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya. Seorang ibu terdorong untuk membunuh buah hatinya bukan tanpa alasan. Ada dua faktor yang menyebabkan ibu tega menghabisi nyawa anaknya, bahkan bayi yang baru dilahirkannya. Faktor tersebut antara lain:

Pertama, faktor internal. Faktor internal ini tak pernah lepas dari kesadaran seorang ibu dari fitrah atau kodratnya. Fitrah ibu yang seakan lenyap saat tega menguasai biasanya karena kurang atau minimnya pemeliharaan naluri beragama dalam dirinya. Sang ibu kurang iman dan tak bisa menempatkan kasih sayang pada anak dengan perlakuan yang pas. Hal wajar ibu tak memiliki keimanan yang untuk saat ini karena sekularisme berhasil bersinggasana di setiap sudut hati. Pemisahan agama dari kehidupan ini menjadikan siapa pun, bahkan seorang ibu, jauh dari agamanya. Sehingga tak akan berpikir halal haram lagi saat menghabisi nyawa buah hatinya. Di samping itu, jauhnya ibu dari agama sangat mudah membuatnya mengalami gangguan atau goncangan kejiwaan. Sehingga, apa pun aktivitasnya tak akan dipikirkan secara mendalam apalagi cemerlang.

Kedua, faktor eksternal. Selain faktor internal, tentu faktor eksternal juga turut menjadi alasan kenapa ibu membunuh anaknya. Justru, faktor eksternal ini yang biasanya lebih banyak bertandang dalam kehidupan sehingga membuat ibu menanggalkan fitrahnya. Berikut faktor eksternal yang sering mengemuka,

1. Ekonomi
Apa yang dilakukan ibu di Bangka Belitung pada 18 Januari 2024 itu dikarenakan faktor ekonomi. Alasan ekonomi sulit dan mengimpit membuatnya tega membunuh buah hati yang baru dilahirkan. Selain itu, pernah ada ibu yang akhirnya bunuh diri setelah membunuh beberapa buah hatinya juga karena alasan ekonomi dan kasihan jika anaknya hidup dalam kekurangan.

Atmosfer ekonomi saat ini didominasi ekonomi kapitalisme. Di mana sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan individu berjuang sendiri memenuhi semua kebutuhannya. Sistem tersebut juga tak segan menceraikan tanggung jawab negara atas rakyatnya dalam menjamin kesejahteraan. Walhasil, banyak ibu yang kelayakan dalam mengatur keuangan rumah tangga.

2. Sosial
Seluruh manusia tentulah heterogen dan memiliki kehidupan sosial, termasuk seorang ibu. Kehidupan sosial saat ini menunjukkan adanya kesenjangan bukan hanya dari faktor ekonomi, kepedulian terhadap orang lain juga mengalami kesenjangan. Individualisme merebak di tengah kehidupan sosial masyarakat sehingga menghilangkan kepedulian. Bully kerap bertandang dalam kehidupan sosial. Hal ini juga bisa mendorong seorang ibu merasa sendirian.

3. Keluarga
Tak dimungkiri, terkadang suami, mertua, orang tua, atau anggota keluarga yang lain juga menampakkan ketidakpedulian. Ibu rentan gangguan jiwa jika anggota keluarga tidak peduli dengan kondisi istrinya apalagi sampai tidak tahu menahu istrinya hamil dan melahirkan. Kurangnya perhatian atau pembulian dalam keluarga bisa mendorong ibu membunuh anaknya. Pernah seorang ibu menggelontor salah satu anaknya dengan air galon agar gemoy karena ucapan mertua yang bilang anaknya kurus dan si ibu tidak becus mengurus anaknya itu. Terkadang KDRT juga bisa mendorong ibu mengakhiri hidup anaknya kemudian ia pun bunuh diri.

4. Kebijakan negara
Hal krusial dari faktor eksternal adalah kebijakan negara yang tak memihak rakyat. Sistem kapitalisme yang diterapkan tak lepas dari pandangan negara. Bagaimana lapangan pekerjaan yang sulit untuk laki-laki sebagai para pencari nafkah menambah deretan penderitaan ekonomi keluarga. Tenaga buruh perempuan dengan upah tak sepadan diburu sehingga ibu terpaksa atau bahkan sukarela keluar rumah. Belum lagi ibu kerap mengalami kekerasan dan pelecehan di luar rumah. Rasa capai, emosi, dan marah dari luar rumah sering dibawa ke rumah dan melampiaskannya pada anak.

Selain lapangan kerja yang sulit, berbagai subsidi kebutuhan jasmani dicabut. Berbagai tarif, iuran, pajak, dan harga-harga komoditas sembako ataupun BBM seringkali melambung tinggi tiada terkendali. Biaya pendidikan dan kesehatan berkualitas amat tinggi dan tidak dijangkau lagi oleh para keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan.

Begitu kompleks alasan mengapa ibu tega menghabisi buah hatinya. Bukan rasa sayang yang ada, justru rasa tega yang menguasai jiwa. Kenyataannya, aksi tega seorang ibu yang menyayat hati merupakan permasalahan sistemis yang ada di dunia ini.

Dampak Ibu yang Melakukan Aksi Sadis kepada Anaknya hingga Berujung Kematiannya

Aksi menyayat hati yang dilakukan ibu yang membunuh anaknya baru lahir telah menghantam nurani. Secara tidak langsung apa yang dilakukannya, entah sadar atau tidak akan membawa dampak kepada anak-anaknya. Dampak dari sikap sadis berujung kematian tersebut ada beberapa hal berikut. Pertama, trauma. Jelas, anaknya akan trauma akan kejadian itu. Trauma ini bisa coba disembuhkan tetapi kenangan itu akan masih ada. Kedua, luka pengasuhan. Seharusnya orang tua memberikan asuh yang baik dan menyenangkan. Ini justru pengasuhan yang menyiksa hingga pembunuhan. Ini jelas akan menyebabkan luka.

Trauma masa kecil tidak bisa dianggap sepele dan akan mudah hilang begitu saja. Dampak yang ditimbulkan bisa berujung pada perilaku destruktif saat dewasa, seperti menyabotase dan memusuhi diri sendiri, agresi menggunakan kekerasan, hingga melakukan perbuatan jahat. 

Selain itu, sifat mudah tersinggung, marah dan berteriak, serta mudah memutus relasi sosial,  juga merupakan dampak dari luka batin saat kecil. Inilah yang disebut “inner child.” Hal itu juga bisa memicu dendam. Anak yang mengalami hal tersebut, jangan sampai jadi dendam kepada ibunya atau orang tuanya. Karena ini akan menciptakan konflik tidak berujung.

Sebenarnya hal itu bukan sepele, harus ada bangunan akidah yang kokoh dalam diri anak agar bisa hidup ke depan semakin baik lagi. Karena tanpa bangunan akidah yang kuat anak bisa mengalami luka pengasuhan yang sulit hilang. Selain itu, jika orang tua tidak bertobat, hal itu mengundang murka Allah SWT. 

Oleh karena itu, dalam Islam setiap nyawa yang hilang tanpa haq, seharusnya pelakunya juga harus diqisas. Karena hanya dengan qisas, sang pelaku terbebas dari siksa di akhirat. Tetapi, jika tidak diqisas, sungguh Allah SWT akan menuntutnya di pengadilan akhirat nanti. Hal itu lebih menakutkan lagi. Oleh karena itu, sebagai insan Muslim, haruslah melalukan sesuatu berdasar syariat dan yang terpenting mampu mengkondisikan amarah dan perasaannya.

Strategi Islam Mengasuh Anak yang Membahagiakan

Anak adalah amanah Illahi, rezeki yang tak ternilai. Mengasuhnya mendatangkan keberkahan dunia akhirat. Mendidiknya bisa menjadi jariyah kebaikan. Sungguh malang, jika sebagai orang tua, menyia-nyiakan anak dengan pola asuhan yang tidak sesuai syariat Islam. 

Sekalipun ketika telah baligh anak akan memiliki pertanggungjawaban sendiri, alangkah indahnya jika anak memiliki pemahaman Islam yang benar dan akidah Islam yang kokoh. Oleh sebab itu, mendidik anak pun butuh ilmu dan tsaqofah Islam.

Berikut strategi Islam dalam pengasuhan anak. Pertama, sebagi orang tua, harus menyadari, anak adalah amanah yang akan diminta pertanggungjawaban. Sehingga, sebagai orang tua harus benar-benar dan sungguh-sungguh dalam melakukan pendidikan tersebut. Kedua, orang tua harus menancapkan akidah Islam yang kuat kepada anaknya. 

Ini penting, akidah kuat tidak bisa tertancap tanpa pengasuhan yang masih dan sistematis. Orang tua harus terus mendampingi anak, agar akidahnya semakin kuat, sekalipun anak ketika memahami sesuatu itu belum secepat orang dewasa. Perlahan tetapi pasti.

Ketiga, orang tua harus mampu menjadi teladan anaknya. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Begitu pun anak, anak itu butuh teladan kebaikan. Teladan kebaikan, yang pertama dilihat anak adalah orang tuanya. Karenanya, orang tua harus mampu menjadi teladannya. 

Selain itu orang tua harus menjadikan anak mampu meneladani Rasulullah Muhammad SAW, sahabat, dan orang-orang yang shalih. Agar anak memahami teladan utama Muslim adalah Nabi Muhammad SAW, kalau anak melihat orang tuanya tidak sempurna dan melakukan kesalahan-kesalahan, anak mampu mengambil sikap, mana yang harus dicontoh dan tidak.

Keempat, memberikan tsaqofah Islam kepada anaknya. Tugas orang tua memberikan tsaqofah Islam kepada anaknya, bisa dengan mengajarinya dan mengajaknya dalam kajian kids. Hal ini penting untuk menumbuhkan haus ilmu sejak dini pada anak. Kelima, pola pengasuhan anak akan berhasil jika didukung oleh sistem dan negara. Karena melalui otoritas negara, anak-anak bisa terlindungi dari konten-konten sekuler yang merusak. Karena itu, butuh peran negara agar pendidikan anak sukses. Yakni, sukses di keluarga dan sukses di tengah-tengah masyarakat. 

Memahami hal tersebut, selain orang tua, masyarakat dan negara memiliki peran penting untuk mendukung pengasuhan anak dengan baik. Karena sejatinya, anak shalih-shalihah adalah aset berharga pembangun peradaban Islam, penerus tonggak perjuangan negara. Di sini negara memiliki kewajiban penuh dalam mendidik dan menyelenggarakan pendidikan yang Islami dan melahirkan generasi emas. 

Selain itu, negara wajib melakukan pengawasan, apakah orang tua telah menjalankan peranannya dalam menjadi sekolah pertama anak? Tidak hanya itu, negara pun menyelenggarakan pendidikan yang bisa dijangkau semua lapisan masyarakat dengan sistem Islam demi mendapatkan bibit unggul. 

Dari situlah sesungguhnya menyadarkan bahwa hidup dalam naungan khilafah Islam adalah kewajiban dan kebutuhan sebagai Muslim. Karena, sumber malapetaka multidimensi yang terjadi hari ini dikarenakan sistem yang tidak Islami, yakni kapitalisme sekuler.

Dari pembahasan di atas, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan, antara lain:

1. Mengapa ibu tega membunuh anaknya tentu ada beberapa sebab, antara lain, faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal karena ibu kurang iman dan pemahaman agama. Sementara faktor eksternal disebabkan oleh ekonomi, sosial, keluarga, dan juga kebijakan negara.

2. Dampak orang tua melakukan aksi sadis kepada anaknya hingga berujung kematian ada beberapa hal, yakni trauma, mudah tersinggung, mudah marah dan berteriak, bahkan memutus relasi sosial alias mengisolasi diri.

3. Strategi Islam mengasuh anak yang membahagiakan meliputi beberapa hal; pertama, kesadaran bahwa anak adalah amanah. Kedua, menancapkan akidah yang kokoh pada anak. Ketiga, orang tua harus menjadi teladan anak dan menjadikan Rasulullah juga sebagai teladan anak. Keempat, memberikan tsaqofah Islam. Selain itu, negara harus hadir untuk mengontrol pola asuh dalam keluarga.

#Lamrad
#LiveOppressedorRiseUpAgaints


Oleh: Ika Mawarningtyas dan Afiyah Rasyad Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

0 Komentar