Sistem Kapitalisme Tidak Menjamin Keamanan Data


MutiaraUmat.com -- Informasi kebocoran data kembali mencuat di negeri ini, Padahal Undang-undang perlindungan data pribadi (UU PDP) telah disahkan dari dua tahun yang lalu. Namun pemerintah mendapatkan kritikan karena perlindungan data tak kunjung membaik. Terbuktikan dengan beberapa masalah keamanan digital, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi. Dugaan kebocoran disampaikan ELSAM yaitu mulai dari kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli, kebocoran 337 juta data Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023 hingga kebocoran 252 juta data dari sistem informasi di Komisi Pemilihan Umum November 2023.

Rentetan kasus kebocoran data di atas menunjukkan rendahnya atensi pengendali data yang berasal dari badan publik, demikian keterangan tertulis yang disampaikan ELSAM (katadata.co.id, 28/01/2024). Tak hanya itu, masalah keamanan lainnya adalah penyebaran nformasi hoaks, SARA dan lainnya yang menyesatkan masyarakat. Hal tersebut menjadi perhatian Ditjen abtika kementerian komunikasi dan informasi, ketika membahas keamanan digital dalam menghadapi pemilu 2024. Fakta terulang kembali kebocoran data, sejatinya menggambarkan betapa lemahnya sumber daya manusia yang dimiliki, baik dari sisi keterampilan atau keahlian dan dari aspek tanggung jawab atau amanah. Meski ada undang-undang, namun sumber daya manusia rendah terkait pengamanan digital dan kebocoran data tak bisa terhindarkan. 

Terlebih lagi, cara pandang kehidupan yang serba materi dan mencari keuntungan. Membuat sumber daya manusia yang ada tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Demi keuntungan, sumber daya manusia terkait bisa menjual data-data warga kepada para pemilik modal yang nantinya akan digunakan sesuai kepentingan mereka, untuk data pemilu misalnya. Lemahnya sumber daya manusia sangat berkaitan erat dengan lemahnya sistem pendidikan yang diterapkan negara. Sistem pendidikan saat ini, diarahkan hanya sekadar untuk mencetak manusia siap kerja bukan menjadi inventor. Keilmuan yang dimiliki hanya dicukupkan untuk menjadi buruh, sehingga minim sumber daya manusia yang memiliki kapasitas berkualitas. Beginilah, ketika rakyat diatur oleh sistem kapitalisme. 

Jaminan keamanan data membutuhkan negara yang memahami perannya sebagai pelindung rakyat. Sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: "sesungguhnya seorang imam itu adalah perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang dibelakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza Wajalla dan adil. Maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain. Maka dia juga akan mendapatkan dosa atau azab karnanya." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Negara yang mampu dan bisa mewujudkan hal yang tersebut, hanyalah negara yang menerapkan Islam kaffah. Islam memandang keamanan, termasuk keamanan digital sebagai salah satu kebutuhan dasar publik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa pada pagi hari dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya dan punya bahan makanan yang cukup pada hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya." (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Karena itu, keamanan data digital menjadi persoalan strategis. Hal ini, menuntut sistem pemerintahan Islam berupa mewujudkannya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melindungi data dan rakyatnya. Islam menjadi negara yang proaktif bukan negara reaktif. Maksudnya, sistem Islam fokus pada upaya antisipasi bukan baru bergerak ketika muncul masalah. Islam memastikan data pribadi warga benar-benar terjaga secara maksimal dalam sistem ITE yang hebat. 

Islam menetapkan mekanisme perlindungan data-data tersebut dengan cara mengintegrasikan ke dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif. Selain itu, Islam juga memberikan sistem keamanan total. Sistem Islam akan memerintahkan seluruh lembaga informasi bersinergi dengan baik yaitu melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas. Selain menjamin dan memastikan sistem ITE dan mekanismenya mampu melindungi data keamanan warganya. Islam juga akan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang beriman, terampil, bertanggung jawab dan amanah. 

Sumber daya manusia yang demikian akan tercetak melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam mencetak manusia yang memiliki kepribadian Islam yakni pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) disandarkan kepada Islam. Dengan standar ini akan terlahir sosok individu yang amanah dan bertanggung jawab. Selain itu, pendidikan Islam juga bertujuan mencetak manusia yang profesional dan terampil memanfaatkan, mengembangkan hingga berinovasi terhadap ilmu-ilmu alat kehidupan termasuk ilmu teknologi digital. Sehingga keamanan data rakyat akan terjaga, karena mereka akan senantiasa fokus mengembangkan sistem keamanan terbaru dalam rangka memanfaatkan keilmuannya agar bermanfaat bagi umat manusia.

Wallahu a'lam. []


Febriani Safitri, S.T.P.
Pemerhati Sosial

0 Komentar