Sertifikasi Halal Makanan dan Minuman UMKM, Seriuskah?

MutiaraUmat.com -- Pemerintah telah menetapkan tanggal 18 Oktober 2024 sebagai batas waktu diwajibkannya seluruh pelaku UMKM yang memproduksi makanan dan minum untuk memiliki sertifikat halal terhadap produknya, ketentuan ini mengacu kepada UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Penerapan sertifikasi produksi halal terhadap produk makanan dan minuman bagi pelaku UMKM berfukos pada bahan baku dan proses produksinya, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 21 ayat (2).

Lokasi, tempat dan alat PPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

a. Dijaga kebersihan dan higienitasnya; b. Bebas dari najis; dan c. Bebas dari bahan tidak halal.

Dalam rangka penerapan Undang-undnag tersebut Kementerian Agama membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan selanjutnya untuk operasional lapangan dan/ atau untuk membantu para UMKM mendapatkan sertifikat halal, pemerintah dan/ atau masyarakat dapat mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan para UMKM. 

Dan para LPH inilah yang kemudian melakukan kegiatan-kegiatan lapangan atau di masyarakat dalam rangka untuk membantu para UMKM mendapatkan sertifikat halal terhadap produknya.

Pada tanggal 30 Januari 2024 penulis berkesempatan untuk menghadiri salah satu aktivitas LPH dalam membantu para UMKM, kegiatan dilaksanakan bekerjasama dengan salah satu BUMN energi. 

Kehadiran penulis bukan untuk sertifikasi produk tetapi sebagai konsultan bisnis syariah dan dalam rangka untuk mengetahui bagaimana flow of process (bagan alir) sertifikasi produk yang dimiliki oleh para UMKM atau lebih tepatnya seperti apa proses yang dilakukan oleh LPH dalam membantu UMKM mendapatkan sertifikat halal.

Secara ringkas proses yang dilakukan LPH dimulai dari pendataan peserta UMKM yang ikut acara, pengecekan kelengkapan administrasi dimulai dari (KTP, NIB, NPWP), pengecekan fisik produk, menanyakan dan mengecek daftar bahan yang dipergunakan untuk produk, menanyakan proses memproduksi produk, dan terakhir berfoto yang memuat personal dari LPH, pemilik produk dan produknya.

Semua proses yang dilakukan oleh LPH benar-benar lebih “hanya” kepada mengejar target bahwa para UMKM harus telah memiliki sertifikat halal sebelum tanggal 18 Oktober 2024. Didalam seluruh proses kegiatan tersebut para peserta tidak diberikan pemahaman tentang mengapa halal itu penting untuk umat Islam, bagaimana mengecek atau memastikan bahan-bahan yang mereka gunakan dalam berproduksi juga halal, bagaimana selama proses penyimpanan bahan agar tidak terkontaminasi najis, bagaimana agar selama proses produksi tidak ada najis yang masuk kedalam produk. 

Mengapa beberapa pertanyaan di atas tadi penting, karena misalkan saja seorang UMKM yang memproduksi roti, lalu dalam bahan-bahan produknya terdapat satu bahan yaitu vanili. Saat ini vanili dipasaran ada yang mengandung alkohol dan ada yang tidak.

Bila pelaku UMKM tidak diberi pengetahuan atau pemahaman tentang hal itu, maka bisa jadi suatu saat produknya menjadi haram karena menggunakan vanili yang mengandung alkohol, dan hal itu terjadi karena ketidaktahuan atau pemahamannya terhadap bahan untuk berproduksi tidak menyeluruh.

Maka seharusnya tujuan dari UU Jamin Produk Halal ini tidak “hanya sekadar” mengejar sertifikasi halal, yang menjadi salah satu target bagi para UMKM, tetapi yang lebih penting dari itu adalah membangun kesadaran umat Islam, tentang pentingnya hanya memakan makanan yang pasti kehalalannya, baik dari zatnya, proses produksinya maupun proses mendapatkannya. 

Disinilah diperlukan peran negara untuk meri’ayah (mengayomi) umat agar seluruh aktivitasnya terikat dengan hukum syariah dan peran itu hanya mungkin terjadi, apabila sistem pemerintahnya maupun negaranya mendasarkan hukumnya pada hukum syari’at bukan pada hukum-hukum buatan manusia.
Wallahu a’lam bishshawwab.[]

Oleh: A Darlan bin Juhri
(Konsultan Bisnis Syariah)

0 Komentar