Remaja Menjadi Pelaku Pembunuhan, Beginilah Produk Sekularisme

MutiaraUmat.com -- Kembali terulang, lagi-lagi terjadi peristiwa sadis yakni  pembunuhan 5 orang sekaligus yang dilakukan oleh remaja berusia 16 tahun di Penajam, Paser Utara-Kalimantan Timur. Mirisnya, pelaku juga sempat memperkosa 2 jasad korban. Peristiwa tersebut terjadi di bawah pengaruh minuman keras yang diminum pelaku sesaat sebelum tragedi terjadi. (Republikanews, 08/02/2024)

Kasus ini merupakan salah satu dari sekian banyak kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja. Remaja adalah generasi penerus bangsa, akan jadi apakah negara kita jika generasinya seperti ini?

Generasi saat ini tidak lain merupakan produk dari sekularisme yang diterapkan di negeri kita. Ya, pemisahan agama dari kehidupan. Ketika aturan agama disingkirkan dari kehidupan, realitanya banyak orang melakukan hal-hal keji yang dilanggar oleh agamanya. Tak kenal halal atau haram, tak mengerti batasan pergaulan, dan minim pengetahuan tentang agamanya sendiri.

Kasus ini juga menggambarkan potret buram pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang tidak berlandaskan akidah Islam hanya akan melahirkan generasi minus akhlak yang tidak memiliki kepribadian yang terpuji, serta tega melakukan perbuatan sadis dan keji. Karenanya, penting untuk membenahi sistem pendidikan kita saat ini.

Akibat minuman keras (khamr) yang memabukkan, dapat membuat orang lupa daratan hingga melakukan perbuatan membunuh orang. Khamr merupakan induk kejahatan, oleh karenanya Islam telah mengharamkannya.

Islam adalah sebuah sistem yang mengurus semua lini kehidupan. Bukan hanya perkara ibadah dan pernikahan saja, melainkan mencakup muamalah dan sanksi.
Dalam Islam, seorang anak yang sudah baligh dianggap sudah dewasa dan mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Pahala dan dosa pun sudah tak lagi dipikul orangtuanya. Berarti, ia harus siap atas konsekuensi yang akan ia dapat dari setiap perbuatannya.

Islam menghukumi tindak pembunuhan dengan hukum haram. Yang artinya tidak boleh dilakukan, jika dilakukan akan mendapatkan dosa dan berlaku sanksi bagi sang pelaku. Sanksinya tidak main-main, nyawa dibayar nyawa. Pelaku harus dibunuh. Apalagi pelaku sudah masuk usia baligh dan bukan termasuk anak di bawah umur lagi. Tidak seperti hukum di negeri ini, dikarenakan usia pelaku kurang dari 17 tahun, pelaku masih dapat perlindungan hukum anak di bawah umur. Padahal, anak di bawah umur mana yang bisa melakukan tindakan keji seperti itu.

Sistem sanksi ini akan menimbulkan efek jera kepada pelakunya, juga kepada masyarakat. Sanksi ini pun dapat mencegah kemungkinan terjadi kasus serupa karena ditegakkannya sanksi dengan tegas.

Pendidikan dalam Islam berasaskan akidah Islam, yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk kepribadian (syaksiyah) Islam dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam. Jika pendidikan seperti ini yang diterapkan, pastilah tidak akan ada kasus-kasus keji seperti kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja.

Pendidikan Islam akan mencetak generasi rabbani yang taat kepada ilahi rabbi. Mereka akan tunduk kepada aturan Islam, juga mereka akan hidup dengannya.

Hal ini hanya akan terjadi jika sistem Islam diterapkan di muka bumi ini. Hanya khilafahlah yang mampu menyediakan pendidikan berkualitas. Terbukti, sejarah mencatat ilmuan Islam terbaik sepanjang khilafah berdiri. Ibnu Sina, Al Farabi, Al Khawarizmi, Shalahuddin Al Ayubi, Muhammad Al Fatih, Abbas Ibnu Firnas, dan Al Jazari, merupakan segelintir ilmuan muslim terkemuka, buah dari diterapkannya sistem pendidikan Islam.

Saat ini, sudah 100 tahun dunia tanpa khilafah. Sudah saatnya umat bangkit untuk memperjuangkan tegaknya kembali. Sebagaimana sabda Rasul saw., "akan kembali khilafah yang mengikuti metode kenabian".

Semoga kita merupakan orang yang merindukan tegaknya kembali khilafah dan menjadi bagian dari orang-orang yang memperjuangkannya. Aamiin.

Wallahu'alam bissawab

Oleh: Siti Nursobah
Aktivis Muslimah

0 Komentar