Potret Buram Generasi di Sistem Sekuler

MutiaraUmat.com -- Yang sedang viral, Junaedi yang masih duduk di bangku SMK itu tega melakukan pembunuhan satu keluarga yang terdiri dari lima orang di Babulu Laut, Kaltim. Tidak sampai di situ saja, tersangka bahkan memperkosa jasad korban, ibu dan anak pertama korban (tribunnewswiki.com, 09/02/2024).

Dikabarkan bahwa tersangka adalah tetangga korban. Sebelum melakukan aksi kejinya, tersangka mabuk-mabukan bersama temannya di dekat TKP. Ternyata motif tersangka melakukan pembunuhan itu adalah karena uang. Ia mengambil tiga unit handphone dan uang sejumlah 363 ribu rupiah (serambinews.com, 08/02/2024).

Tidak habis pikir, si tersangka melakukan aksi bengis itu seorang diri. Jejak digitalnya mengungkapkan tersangka menyukai anime 18+ yang berbau pornografi. Sederet kasus miras, pornografi, pencurian, pemerkosaan, bahkan dengan jasad sekalipun hingga pembunuhan sekeluarga yang dilakukan oleh seorang pemuda menambah coreng wajah pemuda hari ini.

Kerusakan demi kerusakan terus menggerus generasi. Lebih parahnya, ada pakar psikologi yang mengatakan tersangka harus didampingi dan tidak boleh dikucilkan. Karena dia beranggapan tersangka adalah anak di bawah umur. Menurut psikolog tersebut, yang salah adalah orang tua atau keluarga serta lingkungan.

Yang benar saja, jelas kondisinya tersangka sudah balig dan berakal. Dia tidak bisa dihukumi layaknya anak kecil yang belum balig. Sungguh tidak setuju jika tersangka masih dihukumi seperti anak di bawah umur. Nyatanya, deretan catatan perbuatannya bukanlah mencerminkan dia seorang anak kecil.

Mabuk-mabukan, pencurian, pemerkosaan terhadap dua jasad, pembunuhan satu keluarga. Apakah ada lagi yang lebih sadis dari itu? Jelas ini adalah kasus yang tidak bisa dimaklumi. Karena kasus ini adalah kasus yang serius. Walau usianya dua puluh hari lagi baru menginjak usia 17 tahun, tetapi sejatinya dia sudah berakal dan balig. Sehingga menghukuminya pun sama seperti orang dewasa lainnya.

Sistem sekuler hari ini adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, telah mencetak generasi ala Junaedi sang pembunuh. Kebebasan berekspresi membuat dia kebablasan dalam bertingkah laku. Melakukan pornografi, porno aksi adalah hal yang lumrah disistem sekuler. Pencurian, geng motor, begal, perampokan, bullying, bahkan pembunuhan adalah potret yang lahir dari sistem sekuler ini.

Remaja khususnya remaja muslim telah kehilangan identitasnya. Padahal, sejatinya pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang. Sehingga negara wajib memberikan perhatian penuh kepada pemuda. Negara tidak boleh abai dalam hal ini. Kita bisa membayangkan jika kasus Junaedi tidak ditindaklanjuti dengan tegas, maka akan terlahir Junaedi-Junaedi baru sang pembunuh. Apa jadinya negeri kita ke depan jika pemudanya saja sudah begini.

Karena itu, Islam memberikan perhatian yang besar kepada generasi muda bahkan sejak dini. Pada pendidikan usia dini, anak-anak akan ditanamkan akidah yang kuat, diajarkan terkait salat dan syariat. Sekolah pertama bagi anak-anak adalah keluarga. Pendidikan ini bahkan dimulai sejak sebelum lahir.

Dengan bekal akidah yang kuat pemuda muslim akan mengharamkan dirinya dari hura-hura, dugem, pornografi hingga porno aksi, miras, narkoba dan kehidupan hedonistik lainnya. Sehingga ketika ada masalah tempat pelarian pemuda bukanlah diskotek dan yang semisalnya, melainkan dia punya Allah. Dia akan mengadu kepada Allah, Tuhannya. Dia akan berlari kepada Allah, Tuhannya. Bukan pelarian pada miras ataupun narkoba sebagai dopping.

Kehidupan pria dan wanita pun terpisah. Artinya Islam melarang khalwat atau berdua-duaan dan ikhtilat atau campur baur. Perempuan pun dilarang untuk tabarruj atau menonjolkan kecantikannya demi memperlihatkan kepada lelaki asing. Islam melarang keras pacaran apalagi sampai pada perzinaan. Sanksi hukum pun tegas dan keras, sehingga membuat siapa pun yang hendak melanggar akan berpikir ulang.

Lingkungan yang baik dan negara yang peduli akan melahirkan generasi yang baik pula. Sehingga dalam Islam, jangankan melakukan dosa besar. Untuk melakukan dosa kecil saja dia akan merasa sangat takut kepada Tuhannya. Karena dia merasa selalu diawasi oleh Tuhannya.

Begitu pun sanksi yang tegas oleh negara. Bagi pelaku pembunuhan maka ada qisas di dalamnya, yaitu dibalas bunuh. Sehingga siapa pun akan berpikir ulang untuk melakukan pembunuhan. Karena darah seorang muslim dan ahli dzimmah adalah lebih berharga daripada runtuhnya Ka’bah. Sampai seperti itu digambarkan Rasulullah Muhammad saw. sanksi yang tegas untuk peminum khamar semisal miras dan penggunaan narkoba. Sanksi yang tegas untuk penzina dan pemerkosaan.

Dalam sistem sekuler akan melahirkan “Junaedi” yang baru. Namun, dalam sistem Islam pemuda muslim adalah pemuda yang berkepribadian Islam yakni memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam pula. Pemuda muslim punya pegangan hidup berupa akidah dan syariat. Inilah benteng sejati yang melindungi generasi dari perbuatan haram dan pemuda seperti ini bisa terwujud jika negara memfasilitasi Islam dalam lingkungan bermasyarakat dan bernegara.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah [5]: 50).

Wallahualam bissawab.


Oleh: Endah Sefria, S.E.
Aktivis Muslimah

0 Komentar