Peran Pendidik dalam Menumbuhkan Budaya Literasi Siswa

MutiaraUmat.com -- Data yang di himpun oleh UNESCO dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara berkaitan dengan soal minat membaca. Fakta ini berbanding terbalik dengan pengguna aktif gadget, Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia. 

Fakta miris ini tentunya harus di lakukan upaya perbaikan untuk menumbuhkan minat membaca bagi masyarakat Indonesia khususnya generasi mudah yang masih menyandang status sebagai siswa yang sedang belajar di lembaga pendidikan.
Budaya literasi sebagai suatu budaya di dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Komponen utama dalam pembentukan budaya literasi adalah kegiatan membaca, menulis dan berfikir kritis. Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan karya tulis ilmiah yang berdaya guna. Pengertian ini dapat kita temukan di wikipedia.

Menumbuhkan budaya literasi bagi siswa merupakan hal yang harus terus menerus diupayakan dengan berbagai macam cara dan juga dengan pemanfaatan teknologi yang ada agar pemahaman siswa bahwa budaya literasi itu suatu hal yang sangat berat dan sulit diwujudkan akan dapat di kikis. Sehingga para siswa dapat melahirkan karya melalui budaya literasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa. Untuk menumbuhkan budaya literasi bagi siswa ada beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya:

Membangun Kebutuhan Siswa

Membangun kebutuhan perlu dilakukan pertama kali untuk dapat menumbuhkan budaya literasi bagi siswa. Siswa biasanya  akan melakukan sesuatu didorong oleh rasa kebutuhannya pada sesuatu itu. Semakin tinggi rasa kebutuhan pada sesuatu itu akan semakin besar pula usaha yang akan dicurahkan. Perlu diketahui bahwa kebutuhan ini ada tingkatannya, ada kebutuhan didasarkan pada nilai materi dan ada kebutuhan didasarkan pada nilai spiritual. Dari dua nilai kebutuhan ini, Kebutuhan yang didasarkan pada nilai spiritual yang memiliki pengaruh yang tinggi dikarenakan tujuan akhirnya bukan sekedar nilai materi tetapi nilai spiritual yang tidak bisa dinilai dan diukur dengan apapun. Nilai spiritual akan menjadikan tolak ukur kebahagian adalah keridhoan Allah SWT bukan sekedar materi. 

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 133:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.  

Membangun kebutuhan spiritual para siswa perlu dikaitkan juga dengan suatu kesadaran bahwa hidup di dunia ini sangatlah sebentar, kisaran 60 – 70 tahun. Kalau diambil rata-rata kurang lebih 65 tahun. 65 tahun ini jika kita bandingkan dengan kehidupan diakhirat sekitar 0.5 hari akhirat. Oleh karenanya, sangat disayangkan kehidupan dunia yang singkat ini di pertaruhkan untuk kehidupan yang selama-lamanya kekal abadi di akhirat kelak. Maka penting mendorong para siswa untuk menggunakan umur mereka sebaik-baiknya agar hasilnya dapat di petik di dunia dan kelak di akhirat.

Penting juga memberikan stimulus kepada para siswa dengan mengajukan suatu pertanyaan, dengan umur yang sangat singkat ini apakah ada cara, agar kita dapat memiliki amal yang sebanyak-banyaknya? Bahkan amal itu dapat jauh melampaui umur kita sendiri? Untuk menjawab pertanyaan ini pendidik dapat mengajak siswa untuk merenungkan sabda Nabi SAW: “ Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya” (HR. Muslim dan Ahmad).

Sabda yang lain, “Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang yang mengikutinya ajaknnya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya menangung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka itu” (HR. Muslim). 

Para siswa diberikan pemahaman dari dua hadist ini, bahwa amal manusia akan terhenti ketika sudah meninggalkan dunia yang fana ini, kecuali beberapa amal yang pahalanya terus mengalir yakni Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya."

Ketiga amal ini ada satu amal yang mudah dilakukan oleh siapapun tanpa harus menjadi orang kaya terlebih dahulu sehingga bisa shodaqoh jariyah, atau memiliki banyak anak yang shalih mengingat fakta hari ini tidak banyak yang berkeinginan memiliki anak yang banyak.  Amal itu adalah mengajak orang lain pada petunjuk Allah SWT, amal ini adalah salah satu aktifitas amal yang dicintai oleh Allah SWT dan menjadi amal yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para Sahabatnya.

Menekuni  amal ini perlu untuk terus melakukannya sehingga pengalaman yang didapatkan bisa menjadi pelajaran untuk terus menemukan pola dan cara yang tepat dengan berbagai macam latar belakang objek yang akan diajak. Salah satu hal yang bisa di jadikan oleh para siswa sebagi uslub ( cara) dalam mengajak orang lain adalah melalui tulisan. Menulis bukan perkara yang mudah namun bisa mereka lakukan.

Dengan tulisan, harapannya orang lain mendapatkan inspirasi baik dan tulisan dihasilkan dan bisa menjadi bukti kelak dihapan Allah Swt bahwa kita sudah berupaya untuk memberikan kontribusi menyampaikan risalah yang diturunkan-Nya. Hidup kita sangatlah singkat, melalui tulisan yang kita hasilkan meskipun kita sudah meninggalkan dunia ini, orang lain masih mengenal dan mendapatkan inspirasi dari tulisan kita.

 “..Demi Allah, bila ada satu orang saja yang mendapat hidayah melalui perantaraan dirimu, maka itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah (benda/kendaraan yang paling dibanggakan orang Arab).” (HR. Al-Bukhari) 
Jika kebutuhan siswa sudah didasarkan kepada nilai spiritual, maka budaya literasi akan dapat ditumbuhkan. Dengan dorongan untuk terus melahirkan karya yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi orang lain yang kelak akan menjadi amal kebaikan bagi diri siswa ketika menghadap Allah SWT.

Mendorong Siswa Memulai Dari yang Paling Mudah

Untuk menumbuhkan budaya literasi dengan mendorong siswa memulainya dari yang paling mudah. Mulai membaca buku, berita atau apapun yang paling disenangi. Tujuannya adalah dalam rangka menumbuhkan minat dalam membaca. Jika minat tumbuh maka akan menjadi modal bagi siswa untuk terus meningkatkan variasi topik yang akan di baca. Semakin banyak bacaan siswa akan menambah banyak informasi yang di rekam di otak mereka. Dan informasi ini akan membantu siswa untuk menumbuhkan budaya literasi.

Mendorong siswa untuk merawat minat yang tumbuh

Minat yang mulai tumbuh harus terus dirawat. Ibarat tunas tanaman yang baru tumbuh perlu di sirami secara teratur dan dijaga dari faktor-faktor yang merusak tunas tanaman tersebut. Demikian halnya dengan minat membaca harus terus dirawat. Caranya bisa dengan membangun komitmen diri para siswa untuk mengalokasikan waktu membaca setiap hari. Komitmen diri ini harus dijalankan dengan berbagai macam cara. Misal jika tidak dijalankan siswa bisa memberi sangsi pada dirinya.  Bentuk sangsinya pun yang positif, misal jika saya tidak membaca sesuai dengan komitmen diri saya maka saya akan bercerita kepada teman saya topik bacaan yang sudah saya baca. Ataupun bentuk sangsi positif lainnya. Harapannya dengan komitmen diri dan adanya sangsi positif, kecintaan dan kesukaan yang sudah tumbuh dapat terus dirawat.


Mendorong siswa berbagi dengan temannya
Berbagi dalam forum kecil sebagai bentuk untuk terus membuat otak siswa yang menyimpan informasi yang mereka dapatkan dari membaca topik yang di sukai akan terus optimal. Otak akan terus dipaksa bekerja menyimpan dan mengeluarkan informasi yang ada. Melatih lisan, melatih gestur, melatih merangkai informasi akan terus menyuburkan budaya literasi. 
Mendorong siswa untuk menuangkan dalam tulisan
Setelah tumbuh minat, dan juga sudah berbagi dalam forum kecil bersama temannya. Untuk mengikat pemahaman yang sudah mereka miliki dengan cara menuangkan dalam bentuk tulisan. Menulis bisa mereka lakukan dimana saja. Bisa menulis di akun media sosial, bisa menulis di laptop, atau menulis di buku harian mereka.

Dalam menulis tidak harus terkungkung dengan persepsi harus sesuai dengan kaidah penulisan, harus tersistematis, harus sempurna dan persepsi lainnya yang justru membuat siswa tidak akan menulis. Menulis saja seperti menulis balasan wa teman, atau balasan email. Setelah siswa terbiasa menulis baru kemudian akan kita naikan levelnya dengan standar penulisan yang sesuai dengan kaidah yang berlaku.

Semoga dengan lima hal ini, peran pendidik dalam menumbuhkan budaya literasi bagi siswa maksimal. Didasarkan pada dorongan nilai spiritual menjadikan siswa akan terus menghasilkan tulisan yang mampu menginspirasi pembaca menjadi pribadi yang semakin baik, yang akan memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan ini dan bisa berkontribusi dalam membangun peradaban yang lebih baik.


Oleh: Rudi Harianto
Praktisi Pendidikan

0 Komentar