Pemangkasan Anggaran UNRWA, Rasa Kemanusiaan Dunia Dipertanyakan


MutiaraUmat.com -- United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in Near East (UNRWA) merupakan sebuah lembaga yang didirikan oleh PBB pada 8 Desember 1949, difungsikan sebagai badan operasional non politik yang dikhususkan untuk bertanggung jawab atas kemanusiaan pengungsi Palestina.

Badan ini terpisah dari UNHCR, yakni lembaga lain dari PBB yang difungsikan untuk para pengungsi di seluruh dunia. Sementara, UNRWA difungsikan untuk para pengungsi Palestina diberbagai negara.

UNRWA memperoleh suntikan dana dari negara-negara donatur. Namun belakangan ini UNRWA terpaksa melakukan pemangkasan dana untuk Palestina, dikarenakan negara-negara donatur menangguhkan anggaran mereka bagi UNRWA setelah Israel menuduh adanya oknum staf dari lembaga itu terlibat dalam serangan ke selatan negaranya pada Operasi Badai Al-Aqsha 7 Oktober tahun lalu. Tuduhan tak berdasar ini dilayangkan Israel beberapa jam setelah International Court of Justice/ICJ (Mahkamah Internasional) mengeluarkan putusan sela yang mengharuskan Israel menghentikan segala bentuk kemungkinan tindakan genosida di Gaza. 

Tuduhan ini juga mengakibatkan UNRWA kekurangan dana untuk melaksanakan tugasnya. Bahkan lembaga kemanusiaan yang menjadi tumpuan 2 juta orang di Gaza dan lebih dari 6 juta orang Palestina yang berada diluar Gaza berpotensi bisa lumpuh total. Hal ini memberikan gambaran bahwa dunia seolah tak memilik empati, mereka mengabaikan rasa kemanusiaan, terlebih pemangkasan anggaran ini terjadi di tengah beratnya penderitaan rakyat Palestina termasuk anak-anak yang tak berdosa. Disamping itu, umat Muslim dan Pemimpin negara-negara Islam di belahan dunia hanya diam saja seolah merestui perubahan anggaran ini. 


Korelasi Negara Adidaya dan UNRWA

Menurut data dari website (BBC, 2018) sejak awal terbentuknya, AS telah menjadi donatur terbesar UNRWA dengan persentase pendanaan sebesar 30%. Disokong oleh negara-negara lain diantaranya Uni-Eropa, Inggris, Jerman, dll. Hanya saja sangat disayangkan dari sekian banyak negeri muslim, hanya 11 negara yang menjadi donatur.

Hingga puncaknya AS sempat mempertanyakan kontribusi negeri-negeri muslim bagi pengungsi Palestina. Mereka menyombongkan kedudukannya sebagai donatur terbesar, bahkan pada masa kepemimpinan Joe Biden AS terus menambah persentase dana bantuannya. Namun, pada saat yang sama AS jugalah yang berperan besar dalam penyerangan yang terus menerus dilakukan oleh Israel terhadap penduduk Palestina. Karena, AS merupakan negara pemasok senjata terbesar bagi Israel


UNRWA Tak Pernah Menjadi Solusi Hakiki

Semakin hari jumlah pengungsi di Palestina mengalami lonjakan angka yang dulu tinggi. Dengan adanya pemotongan anggaran dari para donatur tentu akan mempersulit kinerja UNRWA. Kehidupan di kamp pengungsian sangat memprihatinkan, anak-anak kesulitan mendapat akan persediaan makanan, para wanita kesulitan menjaga kebersihan saat menstruasi (dikarenakan keterbatasan pasokan air bersih), bahkan para ibu kesulitan untuk melindungi bayi-bayi mereka ketika musim dingin tiba.

Oleh karena itu, UNRWA tak pernah menjadi solusi hakiki untuk pengungsi Palestina. Karena akar persoalannya bukan pada jumlah pengungsi, melainkan hukum kausalitas (sebab-akibat) dari jumlah pengungsi yang terus bertambah. Dunia saat ini berbondong-bondong untuk menampakkan kepeduliannya terhadap para pengungsi dengan memberikan bantuan kemanusiaan, baik itu berupa kebutuhan pokok, pakaian, fasilitas-fasilitas publik dan dukungan lewat media sosial. Namun, disaat yang sama dunia juga menutup mata terhadap akar persoalan yang menjadi penyebab terus bertambahannya jumlah pengungsi Palestina.


Akar Permasalahan di Palestina

Akar permasalahan yang terjadi di Palestina adalah pendudukan entitas Yahudi atas tanah Palestina yang terus berlangsung selama puluhan tahun lamanya. Dan mereka didukung oleh dunia internasional melalui negara-nagara adidaya. Disamping AS yang selalu memelihara Israel dengan mengirimkan pasokan persenjataan yang lengkap, ada upaya Inggris dan Prancis yang tak kalah keras dalam menciptakan negara Israel.

Melalui perjanjian Sykes-Picot (1916) Palestina telah dijadikan sebagai “Perbatasan Internasonal” wilayah timur tengah yang disepakati oleh Menlu Inggris dan Prancis. Dari sinilah peristiwa perjanjian Belfour (1917) diinisiasi dan akhirnya mereka berupaya menyerahkan Palestina pada entitas Yahudi. Hingga puncaknya pasca pernah dunia ke II, PBB memutuskan untuk membagi wilayah Palestina menjadi dua yang mereka labeli dengan “two-state-solution” dan sebagian besar wilayah Palestina diserahkan pada entitas Yahudi yang pada akhirnya dideklarasikan menjadi sebuah negara bernama Israel pada tahun 1948. 

Dengan demikian, aliran dana yang diberikan AS dan negara-negara besar lainnya untuk Palestina tak lain hanyalah kamuflase belaka, demi menjaga kepentingan AS di Timur Tengah. Jika seandainya mereka serius ingin menuntaskan personal pengungsi Palestina, mereka pasti menghentikan pasokan senjata dan bantuan militer kepada Israel. Hak Asasi Manusia yang terus mereka gaungkan nyatanya hanya omong kosong tanpa arti, dunia digiring untuk perduli terhadap nasib pengungsi, tetapi membiarkan akar permasalahannya terus terjadi.

Fenomena ini menjadi bukti rusaknya tata kehidupan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini mengakibatkan pemimpin kaum muslim tak dapat berbuat apa-apa ditengah pertumpahan darah yang terjadi di Palestina, kaum muslim diseluruh dunia seolah tersekat-sekat oleh garis imajinatif yang disebut sebagai batasan wilayah antar negara bernama nasionalisme. Benar adanya bahwa kita sangat boleh mencintai tanah air kita, mencintai tanah kelahiran kita dan mencintai tempat dimana kaki kita berpijak. Namun kita sering lupa bahwa arti cinta dalam Islam juga tak kalah luar biasa, ia bahkan menembus batasan-batasan wilayah, suku, ras, bahkan antar umat beragama. Hanya satu batasan yang tak boleh dilanggar yakni akidah. 


Islam Adalah Sistem Hidup yang Menghormati Nyawa Manusia

Islam telah Allah turunkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu, Islam selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk pada umat lain yang membutuhkan bantuan. Bahkan Allah SWT menetapkan pembunuhan satu nyawa yang tidak berdosa, sebanding dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Sebagaimana firman-Nya:

Barang yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia." (TQS Al-Maidah : 32)

Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja maka balasannya ialah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya.” (TQS An-Nisa : 93)

Rasulullah SAW bersabda:
Andai penduduk langit dan bumi berkumpul membunuh yg seorang muslim, sungguh Allah akan membanting wajah mereka dan melemparkan mereka kedalam neraka.” (HR. Ath-Thabrani)

Maka kewajiban kaum muslima tak boleh dicukupkan hanya pada titik membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan semata. Lebih dari itu kaum muslim harus menghentikan penyerangan Israel terhadap Palestina yang menjadi asbab membludaknya jumlah korban yang meninggal dunia serta persoalan pengungsian yang tak berujung.

Kaum Muslim harus bangkit terlebih dahulu dengan cara membebaskan pemikirannya dari cengkraman ide-ide barat yang memecah belah umat. Karena ide-ide inilah yang menjadikan kita mencukupkan rasa persaudaraan kita hanya pada batas-batas wilayah dan kesukuan semata. Liberation of Mind before Liberation of Land, It Is Time To Be One Ummah. []


Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah

0 Komentar