Menulislah agar Jadi Pelaku Sejarah


MutiaraUmat.com -- "Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala." (Sayyid Qutb).

Manusia punya peranan penting dalam sejarah. Manusia bisa hidup bermakna, tinggal memilih mau berperan sebagai penonton, pengamat atau sebagai pelaku dalam sejarah? Ingatlah, sejarah adalah milik manusia. 

Setiap gagasan, peristiwa, fakta, dan semua perasaan yang kita lihat, berarti kita selalu merubah alam pikiran menjadi format tulisan. Hal ini terbukti sebuah karya tulis, untuk sepanjang masa. Memang ucapan ini untuk menjadi bersejarah dalam kancah zaman.

Sejarah tidak hanya mencatat peristiwa besar dan tokoh terkenal semata, tetapi juga menciptakan ruang bagi setiap individu untuk menjadi pelaku sejarah. Setiap tindakan, keputusan, dan kontribusi memiliki potensi untuk memberikan dampak yang signifikan pada arus waktu. Dalam mengejar kehidupan yang bermakna, penting bagi kita untuk memahami peran kita sebagai pelaku sejarah. Tulislah agar menjadi pelaku sejarah bukan hanya panggilan, tetapi juga tindakan nyata yang membentuk dan meninggalkan jejak berharga di lembaran sejarah masa depan.

Apakah menulis itu penting? Melihat masa lalu dalam sejarah, kita bisa mengambil sebuah pelajaran hidup yang luar biasa. Masa lalu adalah bahasa tulisan yang tidak akan habis, sepanjang masa. Ini merupakan manfaat dalam menulis.

Berkaitan manfaat dalam menulis, saya ingat Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra berkata: "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya." Bahkan, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto, termasuk secara lengkap menyampaikan pesan dari Imam Ali, beliau berkata: "Ikatlah ilmu dengan tulisan agar tidak menguap ditelan zaman. Ilmu itu buruan dan tulisan itu pengukatnya, maka ikat buruan itu dengan tali yang kuat."

Selain itu, pentingnya menulis sesuai dengan ajaran Islam. Ternyata, menulis bisa termasuk sebagai upaya untuk melestarikan ilmu. Hal ini, Imam Syafi'i pernah bertutur: "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat, termasuk kebodohan kalau engkau berburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja." (Diwan Asy-Syafi'i).

Bahkan, menulis itu ajaib. Dengan menulis pasti akan melejitkan potensi dirinya. Hal ini ternyata memberi semangat untuk menuliskan setiap yang kita rasa, pikirkan, lihat, dan dengarkan. Dengan "buka mata" masa lalu dalam perjalanan masa, atau sering dalam pembicaraan mengenai Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), seorang Muslim berbeda dengan non-Muslim. Sebab, bagi seorang Muslim selalu merasa untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ia tulis. Sebagaimana dalam sebuah syair yang indah:

Penulis itu seolah memukulkan pedang
Tulisannya abadi sepanjang zaman
Tulislah hanya sesuatu
Yang membuatmu senang di Hari Kiamat

Kenapa kita harus berupaya menulis? Maka kita perlu belajar sejarah, lalu kita bisa "kecipratan" sebagai pelaku sejarah. Setidaknya, menulis itu memiliki banyak manfaatnya.

Dalam sejarah Islam, Saad bin Jubair berkata: "Dalam kuliah-kuliah Ibnu Abbas ra, aku biasa mencatat di lembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, kemudian di tanganku. Ayahku sering berkata: 'Hapalkan, tetapi terutama sekali tulislah. Bila sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu."

Kita ingat, saat guru besar bagi manusia yaitu Rasulullah SAW pernah memberikan suri tauladan dalam seni pendidikan Islam, beliau memberi tugas bagi para sahabat untuk menjadi penulis. Tugas Rasulullah SAW ini bertujuan untuk dakwah dan pendidikan Islam. 

Dalam mengajar menulis, Rasulullah SAW pernah menugaskan Abdullah bin Said bin Al-Ash untuk mengajarkan tulis menulis di Madinah. Ubaidah bin as-Shamit setelah mengajarkan tulis menulis memperoleh hadiah panah dari salah seorang muridnya, Ahli Shuffah.

Selain itu, Rasulullah dalam dunia menulis, pernah menjadikan para sahabat untuk berperan juga sebagai sekretaris-sekretarisnya. Seperti Ali bin Abi Thalib ra, Zaid bin Tsabit ra, Utsman bin Affan dan Ubay bin Kaab pernah menjadi penulis Al-Quran saat Rasulullah mengucapkan firman Allah Ta'ala.

Untuk mencatat permasalahan mengenai harta-harta sedekah, Rasulullah memerintahkan Zubair bin Awwam dan Jahm bin al-Shalit. Berkaitan dengan masalah hutang pihutang, Rasulullah memilih Abdullah bin al-Arqam dan al-Ala'bin Uqbah untuk menuliskannya. Adapun untuk mempelajari bahasa asing (Suryani), Rasulullah mengutus juga pada Zaid bin Tsabit. Sebagai sekretaris cadangan, dan yang selalu membawa stempel, beliau mengamanakan pada Handalah ra. 

Menulis setiap yang dilakukan para sahabat, pasti selalu menghargai dirinya. Tidak layaknya untuk mencuri hasil karya orang lain. Merasa enggan untuk menipu. Inilah sebagai penulis yang bertakwa.

Setiap penulis masa lalu, bisa kita nikmati ide dan pemikirannya hingga kini. Secara fisik kita nggak bisa bersama, namun secara gagasan atau pemikiran mereka masih kita rasakan. Meski mereka sudah tiada, atau wafat meninggalkan dunia, tetapi setiap wawasan pengetahuan, berbagai pemikirannya seperti mereka berbicara dengan kehidupan kita saat ini. 

Seperti apa kehebatan mereka? Kehebatan Rasulullah, sahabat dan para ulama terdahulu kita bisa lihat. Rasulullah sekitar 80 kali dalam 10 tahun melakukan peperangan, istimewa baginya adalah mampu menjadi tauladan bagi manusia dalam berbagai keadaan.

Abu Hurairah ra masuk Islam pada usia 60 tahun. Beliau selalu menemani Rasulullah secara penuh bersamanya. Bisa memberi semangat buat kita agar jadi penulis, yaitu kita melihat bahwa Abu Hurairah bersama Rasulullah mampu meriwayatkan 5.374 hadits. Selain itu, Anas bin Malik Al Anshari Al Khazraji, sebagai pelayan nabi sejak usia 10 tahun dan selalu menyertai Rasulullah selama 20 tahun. Beliau wafat meninggalkan 120 anak. Hebat, Anas bin Malik mampu meriwayatkan 2.286 hadits.

Hal yang luar biasa, dalam sejarah bahwa Imam Ibnu Jarir Ath Thabari mampu menulis empat puluh halaman kitab setiap harinya, selama 40 tahun dari usianya yang terakhir. Merekalah sebagian dari orang-orang yang istimewa, bukan orang biasa.


Mengikuti Jejak Orang Istimewa
   
Sebuah pertanyaan, kenapa harus ikut orang yang istimewa? Sebab mereka perlu kita ikuti punya seni ahli dalam berbicara dan menulis. Tentu semua itu untuk mewujudkan kemenangan Islam dari musuh-musuhnya. Memang, Islam akan memimpin butuh perjuangan pada potensi yang kita miliki. Alhasil, mereka manusia terpilih yang sukses lagi mulia.

Mengikuti jejak para sahabat Rasulullah SAW, dan para ulama yang sering berbicara dan menulis, termasuk sebuah upaya hidup kita mewarisi jejak mereka. Hidup produktif untuk menyeru kebenaran dan mengingatkan bagi manusia yang lalai. Hal ini sebagaimana upaya saat ini untuk berupaya melanjutkan kehidupan Islam.

Jejak orang istimewa dalam masa Rasulullah SAW bersama para sahabat, tabi'in dan para ulama yang masih terikat dan memperjuangkan aturan Islam hingga kini, menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan. Komunikasi berdakwah untuk menyeru kebenaran dan menghilangkan keburukan, bisa dilakukan dengan berbicara dan menulis.

Menulis secara tajam, berarti upaya memberi bimbingan atau panduan bagi masyarakat dengan kata-kata melalui tulisan. Jika kita terjun ke masyarakat untuk mengajak kepada mereka untuk menerapkan kembali aturan (syariat) Islam yang sekitar 100 tahun tidak diterapkan secara sempurna. Hampir satu abad umat Islam kehilangan kekuatan hukum, politik, sosial budaya dalam tubuh kaum muslimin. 

Suara pena yang mampu memberi pemahaman umat, dan membongkar sebab umat Islam merasa terjajah, sehingga memberi solusi permasalahan yang kini umat hadapi, termasuk tipe golongan yang beruntung. Yakni membawa perubahan. Bukan tipe yang selalu tetap berjuang pada kesesatan, kedhaliman, apalagi menjadi penguasa yang selalu rakyatnya tersingkirkan. Semua haknya sirna, alhasil posisinya sebagai kelompok bersifat status quo. Dan bukan pula berperan sebagai orang yang diam, seperti bersikap "cuek bebek" bagi orang lain. Terpenting mereka hanya memenuhi kebutuhan dirinya. 

Ikut tipe orang istimewa dalam sejarah, berarti setiap muslim menjadi pelaku yang selalu membawa perubahan. Perubahan untuk dirinya maupun untuk khalayak umum bagi manusia. Untuk menjamin kehidupan yang adil, aman dan kehormatan bagi kehidupan saat ini, perlu sebuah kepemimpinan Islam (sistem pemerintahan Islam). 

Karena kepemimpinan Islam saat ini belum ada, maka kita berusaha menyerukan kepada masyarakat butuhnya kepemimpinan Islam. Agar semua permasalahan umat ini, baik urusan politik dalam negeri maupun politik luar negeri teratasi. Strategi penyeruan (dakwah) saat ini, dibutuhkan melalui media tulis. 

Demikian sekilas kalimat seru untuk menjadikan hidup kita berperan laksana pelaku sejarah peradaban, bukan sebatas penonton dan pengamat dalam kehidupan masyarakat. Jika kita bisa menuliskan semua yang kita rasa, pikirkan, lihat dan dengarkan pasti ada rahasia yang tersembunyi. 

The Liang Gie adalah seorang yang ahli dalam ilmu administrasi dan berperan sebagai filusuf yang produktif mengarang. Ia bilang mengenai enam manfaat menulis, yaitu menyatakan bahwa menulis bermanfaat meliputi kecerdasan, kependidikan, kejiwaan, kemasyarakatan, keuangan, dan kefilsafatan. Hal yang menarik, ia bilang "segala sesuatu musnah kecuali perkataan tertulis."

Jadi pelaku sejarah peradaban melalui kegiatan menulis, perlu kita tunaikan mulai hari ini. Sikap menulis menunjukkan bawa kita masih hidup. Jika kita sudah meninggalkan dunia, setidaknya ada bekasnya yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Tentu saja ide, gagasan atau pemikiran kita bisa nikmati sepanjang masa, tentu membawa perubahan yang terpilih, hidup sukses mulia di dunia dan akhirat. Mendapatkan ridha-Nya. 

Tulisan bisa bernilai sebagai pelaku sejarah, terutama dalam peradaban, posisinya berperan sebagai pengemban dakwah. Seni berdakwah hanya dengan lisan dan tulisan. Jika menyeru Islam sebagai ajaran yang benar terhalang, melalui lisan selalu terhalangi, maka perlu memakai seni dakwah melalui tulisan.

Langkah ini, Sayyid Qutb saat berdakwah menyeru secara lisan terlarang dari penguasa Mesir, bahkan beliau dimasukkan dalam penjara. Apakah beliau merasa takut untuk menyeru Islam pada masyarakat? Ternyata, beliau selalu siap dan berani. Tanpa lisan, beliau tetap berdakwah melalui karya tulis yang menggetarkan musuh. Dalam penjara, menulis kitab tafsir Fi Zhilalil Qur'an 'Dibawah Naungan Al-Qur'an.' Selain kitab tafsir Al-Qur'an, beliau juga menulis buku Ma'allim Fit Thariq artinya Petunjuk Jalan. 

Begitu pula dengan kisah Badiuzzaman Said Nursi, seorang ulama di negeri Turki. Meski berada di penjara, beliau selalu menulis dengan pena dan kertas. Karya barunya yang berjudul Risalah An-Nur. 

Tokoh umat Islam di Indonesia, yang memperjuangkan pemikiran Islam melalui karya tulis, adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, sering kita sebuh Buya Hamka, ternyata karya terpuji dalam teruji. Semasa berada di penjara, beliau menyelesaikan buku tafsir al-Qur'an Al-Azhar. Masuk penjara karena ada tuduhan bahwa Buya Hamka pro-Malaysia, saat itu masa pemerintahan Soekarno Orde Lama sedang tidak bersahabat (permusuhan) dengan pemerintahan Malaysia. Begitu pula dengan kisah Muhammad Natsir. Waktu beliau berada dalam tahanan, ternyata beliau menyelesaikan buku yang berjudul Kapita Selekta Dakwah. Hingga kini buku ini menjadi bagian rujukan bagi para da'i di Indinesia.

Kisah ulama ternyata bersifat nyata, perlu kita ikuti jejak mereka. Kenapa? Sebab, mereka selalu berkarya. Tentu cirikhas mereka adalah menulis dengan tujuan Islam. Berarti termasuk bagian dari tipe penulis ideologis.

Oleh karena itu, saatnya kita mulai jadi penulis ideologis. Menulis mampu menjadi amal jariyah. Mengekspresikan apa saja yang ada dalam pikiran, rasakan dan kita lihat bisa bermanfaat bagi masyarakat. Menulis yang baik akan menjadi pahala. Sebaliknya, jika sesuatu yang kita tulis itu buruk, maka termasuk dosa.

Tulis sebagai kegiatan dakwah, berarti menuntun posisi kita akan masuk pada pelaku sejarah, karena tulisan. Pahala akan kita peroleh meski kita sudah wafat. Menulis adalah bagian investasi (tabungan) amal shalih di akhirat kelak. Kembali mengingat sebuah wasiat, Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata, "Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti." Semoga bermanfaat, dan selamat untuk berkarya tulis. []


Rohmadi
Aktivis Muslim

0 Komentar