Mengulik di Balik Kebijakan Pemerintah Menaikkan Gaji PNS Menjelang Pemilu


MutiaraUmat.com -- Kabar kenaikan gaji PNS adalah kabar baik bagi para PNS, karena gaji mereka naik. Patut diduga, mereka menyambut gembira kenaikan gaji PNS tersebut. Dikutip dari CNBCIndonesia.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 8% mulai 2024. Faktanya kenaikan ini merupakan yang tertinggi sepanjang kepemimpinannya, tetapi masih kalah jauh dibanding era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Secara frekuensi juga ternyata Jokowi menaikkan gaji PNS hanya tiga kali yakni pada 2015, 2019, dan 2024 mendatang. Pada masa SBY pada 2008—2014 terpantau ada pertumbuhan gaji setiap tahun.

Dikutip dari CNNIndonesia.com, Jokowi menyebut beberapa pertimbangan ia menaikkan gaji PNS dan uang pensiun pada tahun depan yaitu. Pertama, demi menjaga agar pelaksanaan transformasi reformasi birokrasi berjalan efektif. Kedua, mewujudkan birokrasi pusat dan daerah yang efisien, kompeten, profesional, dan berintegritas. Ketiga, meningkatkan produktivitas PNS. Kenaikan diharapkan akan meningkatkan kinerja serta mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional.

Ada beberapa catatan terkait hal ini. Pertama, ada aroma politik di balik kenaikan gaji PNS. Kenaikan gaji PNS ini adalah kabaik baik bagi PNS dan alasan pemerintah menaikkan gaji PNS tidak keliru, hanya saja mampukah hal tersebut terwujud setelah menaikkan gaji PNS? Mampukah kinerja mereka bagus dan sesuai yang diharapkan pemerintah? Patut diduga, kebijakan kenaikan gaji PNS menjelang tahun politik ini mengindikasikan kebijakan yang bermuatan politik, karena ada aroma agar kekuasaan yang ada tetap dipertahankan. 

Kedua, seharusnya pemerintah juga memperbaiki sistem yang ada. Banyak PNS yang terjerat kasus korupsi, asusila, dan sebagainya karena hidup di tatanan kehidupan sekuler dan kapitalisme. Kalau memang murni ingin menaikkan kinerja PNS sebenarnya solusinya bukan hanya menaikkan gaji, tetapi juga memperbaiki sistem yang ada dan memperbaiki dedikasi PNS. Kalaupun hanya menaikkan gaji tanpa memperbaiki sistem dan personal PNS maka reformasi birokrasi belum bisa terwujud dengan sempurna.

Bagaimana terwujud reformasi birokrasi kalau sistem yang diterapkan sekuler liberal kapitalistik? Ya pasti keadaannya tidak ada bedanya sebelum dan sesudah kenaikan gaji PNS. Kondisi PNS ya begitu-begitu saja, tidak ada yang spesial dan tidak ada gebrakan kemakrufan yang akan mereka lakukan setelah ini.

Ketiga, rakyat butuh kebijakan yang pro keadilan dan mampu mewujudkan kesejahteraan tidak hanya kenaikan gaji pada PNS saja. Gaji memang naik, tetapi kehidupan hari ini semua mahal, pendidikan dan kesehatan berkualitas mahal, bahan sandang, pangan, papan mahal. Rakyat butuh kebijakan adil yang menyejahterakan tidak hanya kebijakan yang hanya pro oligarki, korporasi, dan kapitalis. 

Mengapa menaikkan gaji menjelang pemilu 2024? Kalau memang kenaikan gaji ini tidak ada nuansa politik, seharusnya dari kemarin-kemarin menaikkan gaji. Cuma ya sekali lagi kenaikan gaji PNS ini adalah bentuk pilih kasih pemerintah. Seolah-olah cuma PNS yang dianakemaskan, rakyat yang lainnya bagaimana dong? 

Badan Kepegawaian Negara (BKN) melaporkan, ada 4,25 juta pegawai aparatur sipil negara (ASN) di Indonesia hingga 31 Desember 2022. Padahal jumlah rakyat Indonesia per 2021, 273,8 juta. Oleh karena itu, sejatinya itu hanya sebagian kecil saja yang mendapatkan kenaikan gaji. 

Seolah-olah pemerintah sedang mempertahankan posisi tawarnya di tengah masyarakat yang makin pudar hari-hari ini. Banyaknya undang-undang yang pro kapitalis, kebijakan-kebijakan yang tidak pro kepada rakyat sebenarnya sudah membuat rakyat ini jengkel pada pemerintah, tetapi kejengkelan itu coba sedikit ditambal dengan woro-woro kenaikan gaji PNS yang baru saja diumumkan.

Jika rakyat mau berpikir cerdas bukan ini yang dibutuhkan rakyat. Ketika pemerintah menaikkan gaji PNS seolah-olah sedang memberi angin segar kepada para PNS agar para PNS masih menjadi pendukung wajah pemerintah hari ini, apalagi publik tahu, anak presiden menjadi calon wakil presiden di kontestasi politik pada pemilu 2024. Seharusnya rakyat sadar, mereka butuh sistem yang baik, adil, dan mampu menyejahterakan mereka. Kesejahteraan dan keadilan tidak mungkin terwujud dalam sistem sekuler kapitalisme. Hal tersebut mampu diwujudkan dalam penerapan sistem Islam secara totalitas.[]

Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute 

0 Komentar