MutiaraUmat.com -- Kita menyadari bahwa setiap anak pada dasarnya merupakan sebuah lembaran putih yang masih kosong, yang kemudian diwarnai oleh berbagai pengalaman dan pembelajaran di sepanjang hidupnya. Pendidikan yang diterima dari orang tua, guru, teman sebaya, serta pengalaman sehari-hari, semuanya memberikan warna yang berbeda-beda pada kehidupan anak. Warna-warna tersebut dapat bermacam-macam, seperti hitam, abu-abu, merah, kuning, hijau, biru, dan sebagainya. Seperti disebutkan dalam hadis berikut:
"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR Al-Hakim).
Hadis ini menjelaskan bahwa setiap orang tua wajib mendidik anaknya, bisa dengan memberikan tempat pendidikan yang baik, lingkungan yang sesuai atau membangun keluarga dengan nilai-nilai Islami. Keluarga merupakan proses pendidikan utama bagi anak. Baru kemudian dilanjutkan dengan sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Proses inilah yang akhirnya membentuk karakter seorang anak. Anak-anak dapat dengan mudah meyerap hal-hal yang mereka temui sehari-hari. Terlebih ketika memasuki masa remaja. Mereka akan senang sekali mempelajari berbagai hal baru yang belum pernah ditemui. Terlepas apakah hal itu baik atau buruk. Banyak yang bilang kalau ini masa ketika mereka mencari jati diri.
Saat mereka memasuki tahap dewasa, lingkungan sekitar semakin memperkuat karakter yang telah terbentuk sebelumnya. Ini terjadi karena anak-anak biasanya merasa nyaman berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki karakter yang sejalan dengan diri mereka.
Sebagai orang tua, kita sering kali khawatir dengan karakter anak-anak kita. Kita takut jika mereka mengembangkan karakter yang tidak sesuai dengan harapan kita, atau bahkan menjadi seseorang yang memiliki sifat buruk. Ketakutan terbesar adalah jika mereka tumbuh dengan kepribadian yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam.
Islam telah memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana menjadi seorang mukmin yang sesuai dengan ajaran Islam. Seorang mukmin diharapkan memiliki nilai-nilai Islami seperti kejujuran, kasih sayang, keadilan, kesabaran, dan semangat kerja keras.
Namun, saat ini banyak sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mampu memenuhi harapan tersebut. Ada yang mengajarkan ajaran Islam secara teoritis, namun masih belum memperhatikan aspek praktis dalam implementasinya. Misalnya, terdapat ruang kelas campuran antara siswa laki-laki dan perempuan saat proses pembelajaran dilakukan.
Lebih dari itu, pembelajaran agama sering kali terbatas pada aspek akidah dan ibadah, tanpa memberikan pemahaman mendalam tentang esensi Islam dan keindahannya bagi umat muslim maupun non-muslim. Akibatnya, ada siswa yang mempersempit pemahamannya terhadap Islam hanya sebagai kumpulan ritual ibadah semata.
Ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda, tidak jarang mereka melupakan nilai-nilai Islam yang telah dipelajari. Bahkan, ada yang akhirnya meninggalkan Islam karena merasa tidak cocok dengan lingkungan barunya. Hal ini menjadi perhatian serius bagi kita sebagai orang tua.
Oleh karena itu, diperlukan upaya serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam yang lebih holistik dan komprehensif. Pembelajaran agama haruslah dilakukan secara menyeluruh, mencakup pemahaman akan nilai-nilai Islam serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, lingkungan pendidikan harus menciptakan suasana yang mendukung pembentukan karakter Islami yang kokoh dan konsisten, sehingga anak-anak dapat tumbuh sebagai individu yang taat beragama dan berakhlak mulia. []
Tio Kusuma
Aktivis Muslim
0 Komentar