Lebih Baik Khilafah daripada Demokrasi


MutiaraUmat.com -- Ada perkataan dari seorang aktivis liberal Indonesia. Ia mengatakan: “Demokrasi tidak akan mampu berdiri tegak tanpa disangga dengan sekularisme. Demokasi hanya bisa dikembangkan kalau masyarakatnya liberal, liberalisme adalah strategi paling jitu untuk menghadapi absolutisme dan totalitarianisme agama. Liberalismelah yang dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan dan keseimbangan agama.”

Demokrasi senantiasa terbuka menerima nilai dan ide apapun, misalnya nilai kebebasan (liberalisme) dan ide perbedaan (pluralisme). Kebebasan beragama, kebebasan bersuara, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpikir, semua kebebasan itu senantiasa disuarakan dengan penuh kebanggaan. Meski demokrasi menerima nilai apapun, tapi anehnya nilai-nilai dalam islam seolah menjadi penghalang atas nilai kebebasan yang mereka agung-agungkan tersebut. Kalau dilihat dari perspektif islam, ini sangat wajar karena asas dari demokrasi adalah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Demokrasi mengharuskan negara netral dari agama. 

Dengan alasan menjaga kemurnian agama maka perlulah dipisahkan antara kekuasaan dengan agama. Tapi alasan ini tidak bisa diterima, karena islam bukan sekedar agama yang mudah terkotori dengan aktivitas kotor politik. Bahkan agama itulah yang akan membersihkan sikap-sikap kotor dalam politik dan kekuasaan. Para ulama juga berpendapat untuk menolak gagasan sekularisme ini, salah satunya Yusuf Qardhawi. Karena islam menolak semua tindak kejahatan dan tidak bisa membiarkan masyarakat di kendalikan sikap politik kotor. 

Sekularisasi akan mengikis moral manusia yang dimana peran agama sebenarnya dibutuhkan disana. Agama akan meningkatkan moralitas kemanusiaan, disanalah titik esensinya. Kalau sekularisasi ini diambil maka akan mengikis moralitas manusia, demokrasi sebagai sistem politik yang berlaku akan melahirkan manusia-manusia yang dengan mudah mencabut fitrah manusia. Seorang ibu rumah tangga yang seharusnya menjadi pendidik utama anak-anaknya, ia harus bekerja karena terprovokasi nilai kebebasan untuk mengejar karir. Seorang anak tidak mau kalah dengan teman sebayanya untuk mengikuti tren, ia harus pacaran agar bisa keluar dengan pasangannya yang belum halal. Seorang politikus yang melakukan suap menyuap tidak merasa bersalah dengan perbuatannya, bahkan rekan-rekannya bisa hanya diam tanpa mempertimbangkan nilai moral. Tapi inilah peradaban sekular, yang melihat ini sebagai hal yang wajar, tidak ada persoalan yang dilihat sangat gawat karena nilai kebebasan sedang diamalkan dengan baik.

Kemajuan dalam sistem demokrasi dengan menampakkan sisi materi dan kemudahan-kemudahan yang didapatkan, disisi lain menunjukkan semakin banyak yang malas belajar dan membaca. Misalnya saja untuk membedakan antara sistem pemerintahan demokrasi dan sistem pemerintahan khilafah dalam islam masih bias. 

Kalau disebutkan kata khilafah ada sebagian orang mengatakan kita akan kembali ke zaman purba yang tidak tersentuh oleh teknologi modern. Sistem pemerintahan yang dianggap kolot dan tidak layak diterapkan di masa kini. Tapi ini hanya anggapan saja, kita belum menyaksikan penerapan Islam secara sempurna di masa sekarang. Gambaran kejayaan masa lalu tidak bisa kita samakan dengan kondisi saat ini. Anggapan buruk terhadap khilafah hampir semuanya karena termakan narasi negatif dari orang-orang yang kepentingannya merasa terganggu dengan narasi khilafah.

Khilafah yang merupakan sistem pemerintahan dalam islam memiliki peradaban yang tidak kalah dari peradaban lain seperti Persia dan Romawi sebagai adidaya pada masanya. Bisa dilihat pada masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah yang memiliki perpustakaan-perpustakaan yang banyak dan tersebar luas di beberapa daerah. Di setiap masjid ada perpustakaan yang terbuka untuk umum. Ini menunjukkan minat baca kaum muslim di masa itu sangat tinggi, dan saat ini sangat berbeda sama sekali bahkan untuk menghabiskan satu buku dalam sebulan saja sangat jarang ditemukan. Lihatlah rak-rak buku di masjid-masjid saat ini yang isinya hanya buku tahlilan dan beberapa mushaf Al-Qur’an.

Blomm dan Blair menggambarkan hal ini, dengan mengatakan, “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf membaca dan menulis) Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini.” (Jonathan Bloom & Sheila Blair, Islam – A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press, London, 2002, p-105).

Di sisi lain dalam melihat kebaikan dan keagungan khilafah dalam peradaban islam, seorang pemimpin wajib memberikan jaminan keamanan terhadap nyawa, harta, kehormatan dan hak-hak rakyatnya. Menyatukan masyarakat dari berbagai suku, bangsa dan wilayah yang berbeda. Menciptakan kemajuan ekonomi dari berbagai sektor seperti pertanian, industri dan perdagangan. Menjamin kesehatan masyarakat dengan menyediakan rumah sakit yang layak dan memenuhi keperluan mereka.

Jadi perbedaan antara demokrasi dan khilafah itu ada pada asas yang mendasarinya, jika demokrasi berasaskan pada sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan maka khilafah tidak memisahkan antara agama dengan kehidupan. Khilafah didasarkan pada kalimat tauhid dan mengesakan Allah SWT hukumnya pun dari Allah SWT. 

Kemajuan demokrasi dalam hal materi bukan berarti mengalahkan khilafah dalam aspek tersebut. Justru kemajuan saat ini melahirkan kecemasan yang berlanjut akan masa depan. Bukan ketenangan yang didapatkan tapi malah rasa ketegangan untuk haris esok, bukan rasa aman yang didapatkan tapi malah kekhawatiran. Khilafah dengan potensinya untuk bangkit kembali hari ini harus kita sambut dengan gembira dan bersungguh-sungguh. Harapan itu melahirkan kebahagiaan dan ketenangan, selain karena kebenaran yang diterima akal sehat kita juga karena janji dari Allah SWT yang pasti akan terwujud.

Kita hari ini tinggal memilih mau mengambil yang mana, demokrasi atau khilafah, mau berjuang atau hanya berdiam diri, mau berubah atau tetap bertahan pada status quo. Kalau kita menggunakan akal sehat saja, khilafah lebih baik daripada demokrasi apalagi dari perspektif islam yang melahirkan kepercayaan bahwa masa depan peradaban islam sesungguhnya amat cerah. Sebentar lagi peradaban itu akan bangkit, yang diawali dengan bangkitnya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang dikabarkan oleh Rasulullah saw.

Wallahu a’lam bishshawab. []


La Ode Abdul Salam
Aktivis Muslim

0 Komentar