Jangan Jadikan Bansos untuk Pencitraan


MutiaraUmat.com -- Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tinggal beberapa hari lagi, politisasi bantuan sosial (Bansos) kian masif. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dinilai kian masif menggunakan program bantuan sosial (Bansos) sebagai alat kampanye untuk pendongkrak suara Paslon nomor urut 2.

Namun kebijakan Presiden Jokowi dengan pemberian Bansos justru di pasaran sangat mahal dan langka. Bukan hanya di pasar tetapi pembelian beras mulai dibatasi di toko-toko modern seperti Indomaret, Alfamart, Superindo dan sejenisnya, pembelian beras sudah mulai mereka batasi.


Bansos Jadi Biang Kerok Beras Langka

Sebelumnya, dinas terkait telah menyampaikan kalau kelangkaan beras ini memang akibat dari adanya bantuan sosial (bansos).

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Syam Arjayanti menjelaskan, tingginya kebutuhan untuk mencukupi kuota bansos bikin stok beras di pasaran jadi menipis, sehingga mengakibatkan kenaikan harga.
Meski pasaran menipis, lanjut Syam, stok beras di masyarakat menurutnya justru bertambah dengan adanya bansos. “Artinya stok di masyarakat meningkat, tetapi stok di distributor menurun,” jelasnya. (Kumparan.com, 11-02-2024).

Dalam sistem demokrasi kekuasaan menjadi tujuan yang akan di perjuangkan dengan segala macam cara, para penguasa akan menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaannya. Maka wajar jika setiap peluang akan mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut, meski taruhannya dengan menyalahgunakan jabatan dan uang negara seperti para pejabat saat ini yang memanfaatkan dana bansos untuk kepentingan pribadinya, inilah sistem demokrasi yang terbukti telah gagal dalam menyejahterakan rakyat.

Namun bukan lagi hal yang tabu untuk saat ini, karena sesungguhnya asas demokrasi adalah sekularisme yang meniscayakan kebebasan berperilaku sehingga praktik penyalahgunaan jabatan adalah hal yang wajar, yang mengabaikan aturan agama dalam setiap lini kehidupan termasuk salah satunya adalah dal politik.

Apalagi kondisi masyarakat saat ini, yang mana kesadaran terhadap politik sangatlah rendah, di tambah lagi kondisi ekonomi kemiskinan yang menghimpit kehidupan masyarakat, sehingga mudah untuk di tipu dengan iming-iming materi yang tak seberapa.

Seharusnya negara memberikan solusi terhadap kemiskinan yang sudah sangat kronis ini bukan malah memanfaatkan kemiskinan tersebut untuk kepentingan pribadinya salah satunya dengan membeli suara rakyat melalui pemberian bansos.

Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam jika diterapkan di negeri ini. Islam adalah agama yang paripurna yang diturunkan oleh Allah untuk menyelesaikan segala problematika kehidupan, khususnya masalah kemiskinan.

Islam adalah negara akan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya, bahkan bagi kalangan yang lemah fisiknya dan tidak mampu untuk bekerja dan tidak ada kerabat yang menafkahinya maka negara akan menjamin kehidupannya yaitu dengan memberikan santunan sehingga kebutuhan pokoknya akan terpenuhi.

Sesungguhnya kekuasaan dalam Islam adalah amanah yang akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT, oleh karena itu penguasa dalam Islam adalah orang-orang yang berkepribadian Islam sehingga mereka mempunyai sikap amanah dan jujur, para penguasa akan takut ketika menyalah gunakan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadinya.

Karenanya seorang pemimpin yang baik harus memiliki sifat amanah, seperti hadis Rasulullah SAW:

Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim).

Selain itu, pemimpin dalam Islam memiliki kualitas yang teruji sehingga penguasa tidak perlu melakukan pencitraan untuk mengambil hati rakyat dan untuk di cintai rakyatnya, karena dengan sendirinya rakyat akan mencintainya karena adanya keimanan dan ketakwaan dalam diri para penguasa. Wallahu a’lam bishshawab. []


Siti Nur Afiah
Pemerhati Umat

0 Komentar