Jabatan Kades Diperpanjang, Direktur PI: Kental Kepentingan Politik Para Elit

MutiaraUmat.com --  Merespons keputusan pemerintah terkait perpanjangan Jabatan Kepala Desa (Kades) menjadi delapan tahun, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si., mengatakan, itu sangat kental terhadap nuansa kepentingan politik dari para elit politisi. 

"Kalau dilihat, kepala desa menjadi perhatian tentang masalah jabatannya, ini tidak jauh dari persoalan apakah ada transaksi politik terkait dengan kebijakan dan UU ini? Sulit menghindari nampaknya, kental terhadap nuansa kepentingan politik dari para elit politisi terhadap kepentingan dengan kepala desa yang memiliki simpul-simpul masyarakat di berbagai desa," ungkapnya dalam video Sah! Jabatan Diperpanjang, Kepala Desa Bisa Jadi Tirani? Di kanal YouTube Khilafah News, Ahad (11/2/2024). 

Wahyudi mengatakan, dalam persoalan kultur politik, yang namanya kepala desa memang posisinya dia orang yang di tokohkan di desa. Jadi di desa dia ditokohkan sebagai tokoh utama, pemegang simpul masyarakat, pemegang kebijakan, bahkan pemegang kekuasaan pemerintahan di desa. 

"Sehingga para politisi memandang itu sesuatu potensi sangat seksi di bidang politik. Siapa yang bisa dekat dengan para kepala desa pasti bisa mengakses jaringan ke masyarakat yang berarti mengakses kepentingan politik suara," tambahnya. 

Wahyudi mengibaratkan, pemimpin yang punya masa real sebagai ujung tombak di pedesaan yaitu kepala desa karena dia bisa langsung berinteraksi dengan masyarakat desanya dan hidup bersama masyarakat sekian lama. 

"Apalagi kalau di Papua itukan namanya kepala kampung sekaligus kepala suku kalau di Papua ada istilahnya pemilihan dengan sistem noken, noken tergantung kepala sukunya, kepala suku menaruh satu noken ke siapa, suara itu yang dihitung, dibelakang kepala suku ada berapa masyarakat, tinggal pegang satu pimpinan desa, kepala desa maka politisi itu bisa mendapatkan suara dan dukungan politik yang luas disbanding kalau dia tidak punya akses dengan kepala desa oleh karenanya ini juga akhirnya dimanfaatkan oleh partai politik," paparnya. 

Sehingga, Wahyudi menyampaikan, membaca keadaan tersebut partai politik mulai mencari titik keseimbangan terutama memandang bahwa ternyata persoalan masa jabatan kepala desa cukup seksi untuk dibicarakan karena bagi kepala desa kalau diperpanjang dia bisa untung. "Karena, semestinya dia sudah memikirkan biaya kampanye untuk pemilihan berikutnya, dia ditambah dua tahun berikutnya dari 6 tahun jadi 8 tahun kan menguntungkan dua tahun, dua tahun kalau di desa ada namanya dana desa yang per desa dapat satu miliar kan lumayan untuk berinteraksi dengan masyarakat, membangun pencitraan dengan masyarakat, untuk membangun desanya kalau dia sungguh-sungguh itu lumayan dalam dua tahun berikutnya," urainya. 

Oleh karenanya, kata Wahyudi kalau dilihat posisi kepala desa dalam hal ini memang sangat seksi. Sehingga kalau diperhatikan oleh para politisi sangat logis kemudian menarik. "Bagi partai politik juga betul akhirnya dijadikan ajang untuk bernegosiasi kategorinya transaksional politik. Bisa untuk kepentingan pemilu dan pemenangan partai politik maupun para politisi caleg maupun DPD di tingkat daerah dan masyarakat real yang dekat dengan pimpinannya adalah kepala desa," ungkapnya. 

"Karena kepala desa hidup tumbuh dan berkembang dengan masyarakatnya sehingga mereka lebih kuat ikatan emosionalnya. Biasanya kalau kepala desanya bilang A, mereka ikut A. Nah inilah yang dimanfaatkan para politisi. Tentu mereka ingin meraih dukungan itu. Oleh karenanya di masa kampanye, di masa tahun politik kepala desa menjadi seksi. Semua kepentingan politik menuju ke desa karena mereka (politisi) ingin mendapatkan akses dan jaringan di desa tersebut untuk mendapatkan suara bagi caleg, bagi partai politik, bagi DPD maupun bagi capres dan cawapres," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

0 Komentar