Harga Beras Bikin Meringis di Negara Agraris


MutiaraUmat.com -- Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu gambaran nasib rakyat negeri ini. Kebutuhan pangan pokok beras semakin melambung tinggi, diikuti dengan naiknya harga bahan pangan lainnya. Rekam jejak tahun 2023 lalu yang dihiasi dengan kenaikan harga beras bahkan nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya, tahun ini pun sepertinya problem yang sama kembali menghantui rakyat.

Dilansir dari CNBC Indonesia (05/1/2024), Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai, jika harga beras kembali turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, maka petani akan menangis, karena otomatis harga gabah akan tertekan ke bawah lagi. Dengan biaya produksi tanam padi, harga pupuk, biaya input yang naik, ditambah currency rate yang sekarang ini tinggi, maka tidak mungkin harga beras bisa turun ke level Rp10.000 per kg jika tanpa ada subsidi dari pemerintah.

Hal ini semakin menyulitkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok beras, apalagi diikuti juga dengan kenaikan harga komoditas pangan yang lain seperti cabai. Dikutip dari Katadata.co.id (11/02/2024), HET cabai merah keriting sebesar Rp 55.000/kg, namun di pasaran harga cabai merah keriting mencapai Rp 150.000/kg.

Selain beras dan cabai, harga gula konsumsi juga mengalami kenaikan, di Bandung, rata-rata harga gula konsumsi jauh di atas HET yaitu sebesar Rp 18.000/kg, naik sebesar 11,11%. (katadata.co.id 11/02/2024).

Mirisnya, meski problem ini terus berulang dari tahun ke tahun, pemerintah seolah enggan menyelidiki dan berupaya mengatasi masalah pangan dari akarnya. Beberapa pejabat seperti Menteri Dalam Negeri bahkan menganjurkan masyarakat untuk mulai mengkonsumsi karbohidrat selain beras, seperti ubi, talas dan singkong. Tentu ini tidak mensolusikan problem pangan yang dialami negara secara nyata.

Padahal ketika kita telusuri permasalahan ini, rusaknya rantai distribusi beras akibat dikuasai sejumlah pengusaha (ritel), termasuk adanya larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen, menjadi penyebab problem kenaikan harga beras secara signifikan. Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha akan sangat memungkinkan terjadinya penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha, permainan harga, yang tentu merugikan petani dan masyarakat.

Penyebab lain dari kenaikan harga beras adalah ketergantungan negara pada impor. Di negara dengan kondisi sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, Impor beras dijadikan penyelesai masalah instabilitas harga pangan oleh pemerintahnya. Dengan kebijakan impor ini, justru semakin menjauhkan negara dari upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan pangan.

Negara berlepas tangan dari tugasnya untuk menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh lapisan rakyat. Hanya menjadi regulator yang menghubungkan dan memfasilitasi sejumlah pengusaha untuk mengkomersilkan segala macam kebutuhan kepada rakyat. Hal ini memang lumrah terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Di negara agraris, seharusnya beras sebagai kebutuhan pokok menjadi salah satu komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara termasuk proses distribusinya. Negara islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu per individu menjadi tanggung jawab negara. Negara juga memberikan bantuan kebutuhan pertanian kepada rakyat yang berprofesi sebagai petani.

Sebagai pelindung seluruh rakyat, Khilafah memperhatikan dan menelaah setiap bantuan dari negara untuk rakyatnya. Strategi politik dalam Islam juga meregulasi penyaluran kekayaan negara berjalan optimal dan ideal. Tidak boleh ada komoditas pangan yang bisa dikuasai oleh segelintir orang maupun korporasi. Demi kemakmuran rakyat, negara diamanahi untuk mengelola dan mengatur secara optimal komoditas pangan tersebut. Islam juga mengatur perdagangan dalam negeri termasuk beras, serta membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. 

Aturan kepemimpinan dalam Islam bukan sekedar untuk kepentingan duniawi saja, melainkan juga ukhrawi. Para pemimpin dalam negara Khilafah memahami bahwa semua amanah yang mereka emban akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, hal inilah yang mendorong penguasa untuk bersungguh-sungguh dalam mengurus dan melayani rakyat.

Seperti sabda Rasulullah SAW, "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka." (HR. Muslim).

Sehingga sistem tata kelola kebutuhan pokok dalam Islam menjadi wujud fisik sebuah negara yang taat kepada syariat. Sebuah sistem tata kelola yang tentu tidak bisa diwujudkan dalam sistem kapitalisme saat ini.

Menjadi tugas kita untuk menyadarkan rakyat akan pentingnya sistem islam yang sesuai syariat-Nya saat ini. Tidak ada aturan yang lebih mampu menjamin dan mewujudkan kesejahteraan rakyat kecuali hanya dengan aturan-Nya. Wallahu a'lam. []


Oleh: Azhar Nasywa
Aktivis Mahasiswa Muslimah

0 Komentar