Harapan Semu di Pesta Demokrasi


Mutiaraumat.com -- Pesta demokrasi telah berlalu, pertarungan kubu pemenangan calon pemimpin pun telah usai. Dan sudah terlihat kubu mana yang akan menang dan kubu mana yang kalah. Di dalam sistem demokrasi berbagai manuver politik seperti drama korea yang memiliki plot twist yang menarik adalah suatu keniscayaan. Tidak selamanya lawan menjadi lawan, karena setelah usai pemilu, kini giliran bagi-bagi kue hidangan, alias bagi-bagi kursi kekuasaan.

Warga Negara Indonesia (WNI) berhak untuk melakukan Pemilihan Umum, untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun kedepan, menurut Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bandung, KH. Shohibul Ali Fadhil, M.Sq.
Pesta Demokrasi tahun ini dilakukan serentak, selain memilih presiden RI, juga memilih anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD kota/ kabupaten, pada Rabu 14   Februari 2024.

Menurut KH. Shohibul, bahwa di dalam sebuah percaturan perpolitikan, tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Beliau mengharapkan semua masyarakat, khususnya kabupaten bandung, agar pesta demokrasi ini dijadikan sebuah momentum bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Menerima ketentuan taqdir Allah SWT. Beliau pun berharap bagi yang kalah, untuk kembali bersatu padu dalam membangun Kabupaten Bandung yang Bedas (bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera), mempererat kembali persaudaraan dan menyatukan kembali visi misi Kabupaten Bandung menuju Indonesia Emas 2045.

Sebenarnya harapan rakyat tidak lah muluk-muluk. Rakyat hanya menginginkan pemimpin yang bisa merubah keadaan. Karena rakyat sudah lama dilanda kesusahan. Berbagai permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat tidak ada penyelesaian, bahkan semakin hari semakin bertambah berat.

Akan tetapi tidak ada satu pun pemimpin yang benar-benar bisa meriayah umat, hanya janji-janji manis lah yang didapat kan menjelang pemilu, setelah selesai pemilu, mereka atau para politisi kembali pada karakter yang sebenarnya. 

Drama politik  menjelang pemilu bukan hanya terjadi pada saat ini saja. Akan tetapi disetiap tahun kita akan menemukan berbagai drama politik yang dilakoni oleh para politisi. Money politik, serangan pajar, juga bagi-bagi sembako, kerap dilakoni oleh para politisi untuk meraih hati rakyat demi mendulang suara.

Sehingga ketika para politisi itu terpilih menjadi wakil rakyat, mereka akan berusaha untuk mengembalikan modal pemilu dengan jalan korupsi. Sudah menjadi rahasia umum, di negri ini para koruptor menjamur karena modal pemilu begitu fantastis.

Bahkan ketika mereka tidak terpilih, mereka akan meminta kembali uang sogokannya. Sangat miris memang, ketika sistem demokrasi diterapkan hanya akan melahirkan para pemimpin yang haus akan kekuasaan, sehingga apapun dilakukan demi meraih ambisi nya, bahkan kecurangan-kecurangan kerap kali dilakukannya, walaupun hal itu akan merugikan yang lainnya.

Lebih dari itu kemenangn dalam pemilu juga sudah di setting sedemikian rupa, sehingga pemenangnya sudah ditentukan. Walhasil pemenang nya adalah oligarki, dengan ambisi kekuasaannya hanya untuk kepentingan dirinya dan golongannya, akan tetapi mereka lupa akan janji-janji dan abai akan periayahan kepada umat.

Sehingga tidak ada harapan bagi rakyat untuk mendapatkan hak-hak nya. Sebenarnya masyarakat sangat menginginkan perubahan, menginginkan pemimpin yang amanah, yang mampu meriayah, sehingga tercipta keadilan dan kesejahteraan ditengah-tengah umat. 

Akan tetapi harapan itu sirna, seiring dengan terus diterapkannya sistem demokrasi. Karena sistem demokrasi hanya akan melahirkan para oligarki yang hanya melayani kepentingan para kapitalis.

Islam agama yang sempurna, yang mengatur seluruh asfek kehidupan, termasuk mengatur perpolitikan. Politik ( siyasah ) dalam Islam, bermakna ri'ayah syu'un al-ummah (mengurusi urusan ummat). Rakyat dan pemerintah harus bersinergi. 

Pemerintah adalah lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis, sementara rakyat mengontrol dan mengoreksi pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, yang harus menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh, ditengah-tengah umat. Fungsi pemimpin negara yaitu, bertanggung jawab terhadap urusan umat dan melindungi umat dari berbagai macam bahaya, sehingga pemimpin berfungsi sebagai ra'in, bukan bertugas melayani para kapitalis.

Pemilu didalam sistem Islam diperbolehkan, akan tetapi harus sesuai dengan syariat Islam, bukan menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan, bahkan mau di danai oleh para kapitalis, yang nantinya akan menjadi jongos para kapitalis.

Di dalam Islam para kandidat adalah mereka yang memahami agama, yang penuh dengan keimanan dan ketawqaan terhadap Allah SWT, sehingga para pemimpin takut apabila tidak amanah dalam menjalankan pemerintahan dan periayahan kepada umat.

Pemilu didalam Islam begitu sederhana, sehingga tidak membutuhkan sokongan dana dari pihak luar, sehingga terhindar dari setiran pihak luar atau para kapitalis. Walhasil kebijakanpun akan independen, dan tidak akan bisa di intervensi oleh pihak manapun, karena syariat Islam lah, yang menjadi rujukan atau pedoman dalam menjalankan pemerintahan. 

Inilah salah satu urgensi diterapkannya sistem Islam, yang didalamnya mengatur perpolitikan. Yang mana politik dalam Islam mampu mewujudkan kontestasi yang sesuai dengan syariat Islam, sehingga tercapailah harapan rakyat.
Wallahu'alam bishshawab.[]

Oleh: Enung Sopiah
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar