Dr. Abu Talha: AS adalah Negara yang Terus Mencoba untuk Membentuk Konflik Regional di Beberapa Negara


MutiaraUmat.com -- Intelektual asal Yordania, Abu Talha, menyatakan bahwa AS adalah negara yang terus menerus mencoba untuk membentuk konflik regional di beberapa negara. Sebab AS secara fakta masih memegang kendali super power global. 

“AS adalah negara yang secara fakta masih menyandang status negara raksasa dan memiliki kekuatan penuh. Setiap saat terus mencoba untuk membentuk konflik regional di beberapa negara,” kata Abu Talha dalam Diskusi berjudul Red Sea Crisis: The War Goes Beyond Gaza, Dr. Abu Talha, di kanal YouTube Islamic Oasis, Sabtu (13/01/2024).

Tujuan AS melakukan hal demikian kata Abu Talha adalah sebagai percobaan untuk memanfaatkan negara-negara tersebut demi peningkatan agenda-agenda AS sendiri.  Salah satu yang sangat jelas terlihat seperti menjadikan seluruh negara Eropa di bawah kendali AS. 

"Peristiwa serangan yang terjadi di Laut Merah dan kaitannya dengan kendali AS atas negara Eropa karena kebenarannya adalah  kapal-kapal yang berada di Laut Merah merupakan milik negara- negara Eropa seperti Jerman, Spanyol, Prancis, dan Portugal," tuturnya.

Dan melalui negara- negara itu, katanya, AS berupaya untuk memaksa dan menguasai lebih luas rute perdagangan. Kini, dikabarkan terjadi penyusutan ekonomi karena biaya pengiriman yang panjang, yaitu rutenya mengelilingi Cape Hope, Afrika Selatan. Sehingga harus mengeluarkan biaya ekstra miliaran dolar.

“Maksud saya, Britis menunjukkan sekitar 0,3 penyusutan ekonomi karena biaya pengiriman dan rute pengiriman sekarang mengeliling Cape Hope, Afrika Selatan yang merupakan trip yang panjang. Tentunya harus mengeluarkan biaya esktra miliaran dolar.  Demikian jugalah dialami oleh Perancis, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya,” terangnya.  

Karena alasan itulah menurut Abu Talha, AS sangat suka untuk memelihara (mengendalikan) negara-negara tersebut. Karena AS butuh kekuatan untuk mempertahankan eksistensinya sebagai super power. 

Dampak Serangan Laut Merah Terhadap Gaza

Abu Talha mengatakan bahwa sebagian berpendapat telah memberikan dampak ke Gaza akibat  serangan di Laut Merah. Alasanya, dapat membantu secara emosional seperti dukungan dan pertolongan dari perang yang  telah meratakan setengah wilayah Gaza. 

"Namun sayangnya, kekuatan atau pun dukungan emosional tersebut yang tadinya panas, kini mulai melemah. Sebab, penyelesaian Gaza sedang dalam pengambilan resolusi yang langsung memberikan dampak kepada AS maupun Inggris," lugasnya.

Namun menurutnya, hari setelah perang di Gaza, telah terjadi sebuah susunan baru geopolitik di Timur Tengah dalam terma sebuah kreasi (bentukan) untuk negara baru Palestina, yaitu Palestine State seperti halnya Israel State. Keduanya tentu menjadi negara yang penting,” lanjutnya.

"Kemudian terkait Laut Merah, AS dan Inggris  selalu mengatakan bahwa keduanya adalah negara yang paling berpengaruh dan harus segera keluar dari dilema Laut Merah dan krisis pengiriman sebagai bentuk  perjuangan Eropa dan AS di Yaman," imbuhnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Amerika adalah negara yang masih menjadi pemimpin dunia. Sehingga negara-negara lain selalu takut untuk menjauh dan berharap bisa bersama Amerika.

"Pada prinsipnya, Amerika dan Inggris memiliki  agenda masing-masing di Yaman. Inggris punya agenda untuk menyingkirkan orang yang anti terhadap Ali Abdullah Saleh (agen Inggris) serta pendukungnya di kursi kekuasaan. 

Lalu kemudian menurut Intelektual Yordan ini, Houti muncul sebagai kelompok yang mendapatkan dukungan dari Iran. Dan Iran ini sangat kuat ikatannya  meskipun secara tidak langsung tetap melakukan koneksi dengan AS. Sehingga, Houti bermain menjadi hal menarik bagi AS.

"Dalam hal ini adalah tentu saja pembuktian dari Saudi yang mencoba untuk memberikan  Houti ruang dan meja agar bernegosiasi dengan Yaman,” pungkasnya. []M. Siregar

0 Komentar