Demi Mendulang Suara Pemimpin, Mereka Melakukan Apa Saja


MutiaraUmat.com -- Seorang calon anggota legislatif DPR RI diduga lakukan serangan fajar. Dalam foto yang beredar, uang tersebut dimasukkan ke dalam amplop dan disertai kartu suara bertuliskan "Surat Suara Pemilihan Umum Angota DPR RI Kota Depok-Bekasi Tahun 2024". Inilah salah satu kutipan berita yang dimuat dalam media online Viva.co.id pada Senin, 12 Februari 2024 - 18:49 WIB, Oleh : Syahdan Nurdin, Galih Purnama (Depok). 

Fenomena sarangan fajar yang terjadi di kalangan masyarakat, sudah menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Calon pemimpin yang membutuhkan suara dan masyarakat sebagai pemilih yang memiliki suara, bak gayung bersambut. Sehingga aktivitas serangan fajar sudah seperti menjadi hal yang biasa, saat menjelang proses pemilihan pemimpin. Dan yang makin miris lagi, di mana masyarakat banyak yang mengharapkan serangan fajar, dan sudah tidak malu lagi mengungkapkannya, dengan menulis di media sosial, salah satunya di status Whatsapp, dengan tulisan "sedang menunggu serangan fajar". Dan calon pemimpin yang membutuhkan suara, dengan sigap menagkap peluang ini dengan melakukan serangan fajar kepada masyarakat, yang harapannya tidak lain agar bisa mempengaruhi masyarakat dan hasilnya bisa memilih dia untuk menjadi pemimpin. 

Dari fenomena pemilihan seperti ini sudah dipastikan akan menghasilkan kualitas pemimpin yang buruk, ketika pemimpin yang terpilih dengan cara serangan fajar, dan masyarakat sadar betul terkait hal ini. Sehingga belakangan ini muncul ungkapan "Ambil uangnya tapi jangan pilih orangnya" sudah sangat akrab di telinga masyarakat. Ini membuktikan bahwa masyarakat sudah tau, calon yang mendulang suara dengan cara serangan fajar memiliki kualitas yang buruk. Dan ungkapan ini pun sudah pasti diketahui oleh para calon pemimpin, tapi fenomena serangan fajar ini masih terus berlangsung bahkan makin marak.

Jadi sudah jelas ketika seorang pemimpin menduduki jabatan dengan cara menyuap, sudah bisa dipastikan kemungkinan kecil akan menjadi pemimpin yang baik yang mengurusi urusan umat. Yang terjadi adalah dia akan sibuk untuk bagaimana caranya agar bisa mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan saat proses pencalonan menjadi pemimpin. Padahal di dalam Islam jelas sekali bahwa pemimpin adalah orang yang mengurusi urusan umat. Dan seorang pemimpin memperoleh peluang untuk masuk Surga ketika ia menjadi pemimpin yang amanah, mengurusi urusan umat dan mendapatkannya dengan cara yang baik.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwa begitu rusaknya sistem demokrasi dalam cara memilih pemimpin. Dan juga bisa merusak masyarakat untuk ikut terlibat dalam aktivitas serangan fajar atau suap. Padahal dalam Islam suap hukumnya mutlak haram. Dalam hadis Tirmidzi "Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap". Jadi jelas bahwa baik yang menyuap ataupun yang disuap, dua-duanya akan mendapat laknat. Sehingga calon pemimpin yang melakukan serangan fajar atau suap demi mendulang suara, seperti rela masuk ke dalam Neraka. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin. Dengan melakukan berbagai cara agar bisa lolos menjadi pemimpin, termasuk salah satunya dengan melakukan serangan fajar atau suap.

Hanya saja yang difahami oleh beberapa masyarakat bahwa yang berdosa hanya yang melakukan praktik suap saja, tapi tidak berdosa bagi yang menerima suap. Jelas ini adalah pemahaman yang keliru. Karena seperti yang disampaikan oleh Rasul bahwa baik yang menyuap atau yang disuap semuanya mendapat laknat. Dan tugas kita yang sudah faham untuk menyampaikan kepada saudara kita tentang bahayanya ketika kita menerima serangan fajar atau suap, yaitu mendapatkan laknat dari Rasulullah.

Di dalam sistem Islam berbanding terbalik dengan sistem demokrasi dalam proses memilih pemimpin, yang paling menonjol adalah di dalam sistem demokrasi calon pemimpin mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin, sementara di dalam sistem Islam calon pemimpin itu bukan mencalonkan diri tetapi dicalonkan, dan itu pun kebanyakan tidak mau karena mereka tahu betul tanggung jawab yang begitu besar bagi seorang pemimpin. Sementara dalam sistem demokrasi orang berebut menjadi pemimpin. 

Dan di dalam sistem Islam juga hanya orang yang memenuhi syarat saja yang bisa menjadi pemimpin. Sehingga akan dihasilkan pemimpin yang memiliki kualitas baik. Dan tentunya bisa menjalankan tugas sebagai mana mestinya seorang pemimpin, yakni mengurusi urusan umat. 

Oleh sebab itu, sudah saatnya kaum Muslim kembali ke dalam aturan yang Allah buat, memilih pemimpin yang bisa menjalankan syariat Allah. Dan tentunya kembali sistem Islam. []


Ata Furqon
Aktivis Muslim

0 Komentar