Dampak Kecurangan terhadap Aspek Politik, Hukum, Sosial, dan Ekonomi


MutiaraUmat.com -- Seharusnya dugaan kecurangan yang terjadi ketika pemilu membuat rakyat sadar akan bobroknya demokrasi. Faktanya tidak demikian, masih banyak yang berharap perubahan pada pemilu, padahal mereka sudah dicurangi berkali-kali. Seperti dugaan surat suara yang sudah tercoblos, suara yang hilang, suap uang, dan sebagainya ada saja yang terjadi ketika pemilu terjadi. 

Ada beberapa dampak kecurangan pemilu terhadap tiga aspek berikut. Pertama, aspek politik, kecurangan akan melanggengkan kezaliman. Memang kepercayaan publik bisa saja luntur, tetapi rakyat hari ini juga sangat mudah sekali dibeli suaranya. Modal uang atau sembako saja mereka nyoblos. Memang ada yang militan, dia tahu visi dan misi calon pemimpin, tetapi itu hanya sebuah jargon semata. Sulit mewujudkan kesejahteraan dalam sistem demokrasi kapitalisme yang ada hanyalah negara yang menaikkan pajak dan menambah utang negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. 

Kedua, aspek hukum, seharusnya moral dan etika di atas huku, tetapi kenyataannya hukum menjadi tidak beretika dan tidak bermoral. Semua keputusan seolah-olah digolkan untuk memenangkan kepentingan golongan tertentu. Rakyat dipaksa untuk mengamini adanya putusan hukum, walaupun sudah dikritik dan dikritisi, justru ada nuansa pengkritik malah yang dipolisikan sebagaimana pembuat film Dirty Vote yang dipolisikan.

Ketiga, aspek sosial, terjadi polarisasi pendukung paslon di pemilu. Antara rival dalam pemilu sudah mesra bertransaksi dan berdiskusi bagi-bagi kursi, rakyat di bawah masih memperjuangkan keadilan dan melawan kecurangan. Sebagaimana pemilu 2019. Di kala rakyat demo melawan kecurangan yang tersistem, justru Paslon yang mereka dukung masuk istana dan jadi menteri. Oleh karena itu, berharap pemimpin baik dalam demokrasi itu utopis, pemimpin yang terpilih adalah yang diamini oligarki dan kapitalis asing. 

Selain itu, bagi caleg yang gagal mereka ditimpa stres yang berkepanjangan bahkan ada yang gila karena terjebak utang atau bahkan asetnya sudah terkuras untuk memenangkan pemilu ini. Jika mereka berkuasa hanya untuk ambisi pribadi alangkah depresinya karena tidak terpilih. Dikutip dari disway.id (19/2/2024), sehari setelah pemilu, 40 caleg mendaftar perawatan gangguan jiwa ke RSUD Tamansari, Jakarta Barat. Namun, jika mereka terpilih, dugaan mereka akan balik modal selama menjabat itu juga jadi peluang besar karena mereka menjadi caleg telah menghabiskan banyak biaya.

Keempat, aspek ekonomi, pemilu yang menghabiskan biaya yang sangat mahal dan membutuhkan modal besar ini sangat berdampak buruk untuk ekonomi ke depan. Potensi terjadinya korupsi terhadap caleg yang sudah terpilih, potensi dinaikkan pajak dan ditambah utang karena sumber penghasilan ekonomi dari sana, potensi dibuat undang-undang yang memuluskan kepentingan korporasi asing, potensi liberalisasi sumber daya alam dan manusia, dan lainnya terbuka lebar jika pemilu dilakukan dengan kecurangan. 

Seharusnya hal ini menyadarkan umat akan pentingnya perubahan hakiki ke arah Islam, karena bobroknya demokrasi telah merusak dan memperparah keadaan. Rakyat hanya dijadikan tumbal akan keserakahan mereka, terpilihnya pemimpin bukan untuk melayani rakyat tetapi untuk berbisnis dengan rakyatnya. Sehingga, kesejahteraan dan keadilan akan sulit diwujudkan.[]

Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute 

0 Komentar