Dakwah Lewat Tulisan



MutiaraUmat.com -- Dakwah merupakan aktivitas penting di dalam agama Islam. Dengan dakwah, Islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Dengan dakwah pula, Islam bisa dipahami secara benar, lalu diamalkan secara benar pula oleh para pemeluknya. Karena itu, harus diupayakan berbagai uslub (cara) untuk meneruskan dan mengoptimalkan aktivitas dakwah. Salah satu uslub dakwah yang dapat ditempuh adalah dengan menulis.
 
Sejak zaman dahulu, menulis telah menjadi uslub para ulama untuk menyebarkan dan mengabadikan ajaran Islam. Di bidang fikih, hadis, dan tafsir misalnya, tentu kita kenal dengan nama Imam Syafii, Imam Muslim, dan Imam Qurtubi. Para ulama yang telah wafat ratusan tahun lalu itu masih kita kenal dan pelajari ilmunya sampai detik ini. Sebab, ilmu mereka terabadikan dalam tulisan, sehingga masih bisa tersebarkan sampai sekarang ke jutaan umat Islam di dunia. Dengan menulis, usia keilmuan para ulama tersebut menjadi sangat panjang.

Selain bisa memperpanjang usia keilmuan, aktivitas menulis pun bisa memperpanjang aliran pahala seseorang. Selama ada orang yang mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam dari tulisan seseorang, maka aliran pahala terus mengalir kepada penulisnya, sekalipun telah meninggal dunia. Hal ini setidaknya dapat dipahami dari dua hadis berikut:

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara, (yaitu) sedekah jariyah; ilmu yang bermanfaat; dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim nomor 1631).
 
Dari hadis pertama dapat dipahami bahwa jika ada seseorang yang mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan, lalu orang yang diajak itu melakukannya, maka orang yang mengajak akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang melakukan kebaikan itu. Sebagai contoh, kita membuat tulisan tentang pentingnya sedekah, dilengkapi dengan rincian dalil, keutamaan, serta manfaat sedekah bagi masayarakat. Tulisan tersebut kemudian kita sebar luaskan, lalu ada orang yang terinspirasi untuk bersedekah setelah membaca tulisan kita itu, maka kita pun akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang bersedekah tersebut.
 
Sementara itu, dari hadis kedua dapat dipahami bahwa ilmu yang bermanfaat bisa menjadi sumber pahala bagi seseorang yang telah meninggal. Kita semua tentu akan mengalami kematian, yang dengan begitu tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk melakukan ibadah atau kebaikan, sehingga tidak ada lagi pahala yang bisa didapatkan. Hanya saja, jika sewaktu masih hidup, kita pernah memberikan ilmu yang bermanfaat, maka hal itu akan mengalirkan pahala kepada kita, meskipun kita telah tiada. Sebagai contoh, kita tadinya telah membuat tulisan tentang pentingnya sedekah, lalu tulisan itu dibagikan ke media sosial (yang membuatnya bisa tetap tersimpan dan terbaca oleh orang-orang). Jika pengetahuan atau ilmu tentang sedekah tersebut masih dibaca, dibagikan, atau dimanfaatkan oleh orang lain setelah kita meninggal, maka kita pun akan terus mendapatkan kiriman pahala dari orang yang memanfaatkan ilmu dalam tulisan kita tersebut.

Karena itu, bisa dibayangkan ketika tulisan kita disebarkan ke berbagai media sosial seperti facebook, thread, atau Whatsapp yang jumlah penggunanya begitu banyak di Indonesia. Pada tahun 2024 ini misalnya, jumlah pengguna facebook di Indonesia mencapai 65 juta orang (Kominfo). Jika ada satu persen saja dari pengguna facebook -sebesar 650.000 orang- yang membaca tulisan kita, lalu satu persen saja dari mereka, yaitu 6.500 orang melakukan kebaikan yang dianjurkan dalam tulisan kita, maka betapa banyaknya pahala yang akan kita dapatkan.

Atas dasar itu, sudah semestinya kita menjadikan aktivitas menulis sebagai uslub untuk mendakwahkan Islam. Karena dakwah itu sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas mengajak atau menyeru orang kepada agama Islam. Maka, membuat tulisan yang berisi ajaran Islam tentu termasuk aktivitas dakwah, bahkan membuat status di media sosial pun bisa saja tergolong sebagai aktivitas dakwah, asalkan dilakukan dalam upaya menyeru orang kepada agama Islam.

Oleh: Amin Syahputra
Aktivis Dakwah

0 Komentar