MutiaraUmat.com -- Saat kita melihat tulisan-tulisan di media cetak atau buku yang beredar di sekitar kita, maka kita akan menjumpai banyaknya tulisan yang merupakan karya orang yang tidak suka akan ide-ide yang sesungguhnya bersumber dari Islam. Akibatnya, banyak pemikiran kaum muslim tercemari akibat bacaan yang berisi interpretasi keliru tersebut.
Oleh karena itu, walaupun penulis masih sangat jauh dari capaian keilmuan para Ulama dan Asatiz, penulis bertekad untuk menjadikan dakwah sebagai poros hidup. Menyampaikan pada umat meski hanya tentang satu atau dua persoalan, asal persoalan tersebut telah penulis pahami. Kekurangan-kekurangan bukan alasan untuk tidak menulis, apalagi tulisan itu demi kemaslahatan umat. Sebab andai kita fokus pada kekurangan dan menjadikan alasan untuk tidak berdakwah, maka tidak ada seorangpun yang layak untuk berdakwah kecuali Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
Dakwah bukan hanya tugas Kiyai atau seseorang yang telah sampai pada kedudukan Ustaz dan Alim. Menjadi da’i adalah kewajiban setiap individu muslim. Menyeru manusia sebagai bentuk penyadaran. Menulis menjadi salah satu uslub dalam rangka menciptakan kesadaran umat. Pasalnya, kita berada di zaman yang diisi dengan problematika yang sangat kompleks akibat pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak Islami di tengah masyarakat.
Maka, jika penyiar kesesatan saja begitu gigih melakukan penyesatan, mengapa kita sebagai muslim tidak semangat menyiarkan agama yang haq ini. Apalagi kita memiliki landasan akidah yang sangat kokoh. Dengannya mampu memberi dorongan atas dasar keimanan sehingga kita mampu bergerak meskipun tanpa menerima bayaran.
Sebaliknya, orang yang rela berbuat fasik atau dzalim dengan menyerang ide-ide Islam, berani menyelisihi pemahaman Islam karena mengesampingkan keimanan pada akhirat demi mendapat imbalan dunia.
Untuk membalas serangan mereka, maka diperlukan “senjata”. Seorang da’i cukup bersenjatakan lisan dan tulisan. Jika satu senjata canggih hanya mampu menembus sekitar dua kepala manusia, satu tulisan bisa menembus ratusan ribu hingga jutaan kepala manusia. Apalagi tulisannya dikemas dengan baik sehingga menggugah akal serta membekas di hati mereka.
Peran tulisan sangat besar sumbangsihnya dalam kejayaan Islam di masa lalu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdullah Azzam bahwa selain merah darah dari para mujahid, peradaban Islam diukir oleh hitam tinta dari para Ulama
“Ciptakanlah kesadaran, bicaralah atau menulislah! Untuk menjadi bagian dari perubahan ke arah Islam." Ucap Ustaz Ismail Yusanto, ketika menjadi narasumber pada sebuah pertemuan Tokoh dan Ulama di Jogyakarta beberapa tahun lalu.
Berkaca pada pesan-pesan di atas, penulis menyadari bahwa menulis merupakan amal untuk kemuliaan kita di dunia dan kebahagiaan kita di akhirat. Dengan menulis untuk dakwah, berarti kita melakukan amal salih karena telah berkontribusi untuk umat dalam bentuk gagasan, motivasi dan pemikiran. Tulisan kita yang masih terbaca akan menjadi investasi pahala walaupun kita telah wafat.
Karunia berupa umur selama di dunia, akal, ide, keahlian apalagi jika kita memiliki kecerdasan, kedudukan dan harta, hanyalah wasilah untuk mendekatkan diri pada Allah. Dengan mewakafkan semua karunia tersebut untuk perbaikan umat, berarti kita telah mewujudkan rasa syukur kita pada sang maha pemberi rizki yang insya Allah mendapat ganjaran surga.
Banyak orang di luar sana dianugerahi kepandaian, namun tidak mewariskan tulisan untuk generasi setelahnya. Mereka akan hilang dari ingatan umat. Menulis adalah salah satu cara melanjutkan umur kita. Rugi jika tidak pernah menorehkan sebuah tulisan pun. Lebih rugi lagi jika kepandaian digunakan untuk menyebarkan tulisan menyesatkan pada umat. Sudahlah menyia-nyiakan kesempatan hidup, ditambah menggunakan jatah usia dengan melakukan kerusakan.
Penulis juga menyaksikan fakta, umat hari ini dilanda berbagai problematika rumit dalam berbagai bidang dan saling terkait antara satu dengan lainnya. Semua akibat syariat Islam dicampakkan, diganti dengan aturan berdasarkan akal, nafsu dan kepentingan. Sistem yang diberlakukan memberi jalan untuk itu, serta tidak didesain untuk penerapan syariat Islam. Jika ada aturan Islam yang diajukan, harus izin suara mayoritas pejabat. Padahal perintah Allah wajib ditanggapi dengan “kami dengar dan kami taat”. Dari fenomena ini, penulis memahami dua hal, pertama, bahwa ini problem sistemik dan kedua, metode apa yang harus ditempuh untuk mencabut akar masalahnya.
Umat hari ini butuh asupan pemikiran selain sedekah berupa uang atau makanan. Kontribusi harus menitikberatkan pada pencerahan tentang solusi Islam terhadap persoalan kemiskinan, ketidakadilan, banyaknya tindak kriminal serta penindasan di berbagai negeri Islam. Termasuk upaya menghapus mitos-mitos atau pemahaman-pemahaman yang bertentangan dengan Islam.
Dengan demikian, menulis sangatlah penting ketika media-media cetak, online maupun elektronik banyak menyuguhkan berita, sinema unfaedah, atau program hiburan yang tidak mendidik, ditambah narasumber yang diundang pada setiap acara berpaham sekuler-liberal. Maka merupakan hal yang sangat mendesak, kita hadir memberi perlawanan berupa tulisan untuk menyanggah semua pemikiran menyimpang di tengah-tengah umat.
Oleh: Sujarwadi Suaib S.H.I
Aktivis Dakwah Muslim
0 Komentar