Banjir Melanda Buah Pembangunan Kapitalistik?

MutiaraUmat.com -- Banjir kembali melanda negeri ini dibeberapa wilayah dan pulau, baik pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Ada juga wilayah-wilayah yang menjadi langganan banjir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa hingga pertengahan bulan Februari 2024, tujuh puluh enam persen (76%) wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan dengan curah hujan tinggi (www.google.co.id/18/02/24)

Hujan yang deras dengan durasi yang lama menjadi penyebab banjir, sebagaimana yang melanda berbagai wilayah seperti Provinsi Lampung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kabupaten Sidoarjo,Jawa Timur, Kabupaten Kapuas Hulu,Kalimantan Barat dan Kota Palopo,Sulawesi Selatan.

Penyebab utama banjir yang melanda adalah curah hujan yang tinggi, namun kondisi tersebut diperparah dengan kasus alih fungsi lahan yang mengakibatkan banyaknya hutan yang digunduli. Hutan yang gundul membuat air hujan langsung turun ke aliran sungai, dampaknya adalah sungai mengalami pendangkalan atau sedimentasi.

Kapitalisme sekular yang diterapkan saat ini meniscayakan melahirkan manusia-manusia serakah, dzalim dan tidak perduli kepada manusia yang lain bahkan alam. Satu-satunya perkara yang dipedulikan adalah meraih kesenangan materi sebanyak-banyaknya. Termasuk pihak yang serakah serta dzalim dalam sistem kapitalisme adalah para penguasa. Alhasil, kebijakan pembangunan yang diadopsi penguasa pun bercorak kapitalistik, yaitu hanya memfasilitasi kepentingan para pemilik modal, tanpa mempertimbangkan dampak bagi  lingkungan alam dan rakyat.

Faktor lain yang turut andil pada terjadinya banjir adalah tidak adanya ruang terbuka yang berfungsi sebagai sumur resapan. Selokan-selokan serta halaman-halaman rumah disemen atau bahkan di cor beton, sehingga air hujan tidak terserap dan mengalir di permukaan.

Banjir yang terjadi berulang dan bahkan menjadi langganan, menunjukkan kegagalan tata kelola ruang yang menjadi tanggung jawab pemangku kebijakan, yaitu penguasa. Penerapan sistem kapitalisme sekular mengakibatkan pengelolaan tata ruang serta pengelolaan lahan dilakukan tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan. Penguasa hanya mengejar materi dan negara hanya berfungsi sebagai regulator.

Tata kelola ruang yang ada pada sistem kapitalisme sekular hari ini sangat jauh jika dibandingkan dengan tata kelola ruang yang diterapkan dengan paradigma Islam.

Kota Cordoba adalah contoh nyata tata kelola ruang dengan paradigma Islam yang peninggalannya masih bisa kita saksikan sampai saat ini.

Cordoba adalah kota yang tata kelola ruang serta perencanaan wilayahnya diperhitungkan secara matang dan serius. Wilayah Cordoba terbagi menjadi pusat kota, pinggir kota serta luar kota. 

Pusat kota sebagai wilayah pusat kegiatan baik pusat perkantoran pemerintah, pusat kegiatan ekonomi seperti sentra-sentra perdagangan, serta pusat kegiatan sosial dimana untuk menciptakan kenyamanan dibangun taman-taman kota, pelataran yang luas serta air mancur serta lapangan rumput di beberapa bagian kota. Di pusat kota ini justru dilarang dibangun perumahan warga.

Pemukiman warga dibangun di pinggir kota. Jalanan diwilayah pemukiman tidak seluas jalan dipusat kota, serta dibangun mengikuti kontur alam, dengan tujuan agar drainase berfungsi dengan baik saat musim hujan. Kawasan pemukiman tidak hanya untuk warga muslim, namun ada juga kawasan pemukiman untuk warga non muslim. Meskipun kawasan pemukimannya terpisah, namun masyarakat tidak terhalang untuk bersosialisasi antara satu dengan yang lain. Bagian terluar pemukiman warga dikelilingi oleh tembok. Cordoba juga telah menerapkan sistem pengelolaan sampah, yang diangkut oleh keledai dan dibawa keluar dari tembok kota menuju tempat pembuangan khusus. Jalanan di Cordoba digambarkan dikeringkan dengan saluran selokan besar yang dibersihkan tiap hari.

Tata kelola ruang yang demikian sistematis hanya mungkin terwujud ketika penguasa menjadikan syariat Islam sebagai sistem yang diterapkan oleh negara. Dengan demikian negara akan memetakan tata kelola ruangnya, wilayah mana yang boleh dijadikan sebagai wilayah pemukiman warga, daerah mana yang difungsikan sebagai hutan lindung, setiap rumah diwajibkan memiliki sumur resapannya masing-masing, sehingga air hujan tidak akan mengalir di permukaan. Dengan demikian, tata kelola ruang yang demikian tersebut hanya akan terwujud dalam sistem pemerintahan Islam atau Daulah Khilafah Islamiyah.

Oleh: Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah 

0 Komentar