Banjir Dimana-mana, Buah Pembangunan Rusak Sistem Kapitalisme

MutiaraUmat.com -- Banjir kembali terjadi.
Untuk kesekian kalinya beberapa wilayah di Indonesia kembali terendam banjir. Yang terbaru di bulan Februari ada di provinsi Lampung dan Jawa Tengah. Di Lampung sendiri banjir terjadi khususnya di ibu kota Bandar Lampung yang sebanyak 4 kecamatan. Banjir yang melanda disebutkan terjadi karena hujan lebat yang mengguyur kota Bandar Lampung pada dini hari, dan juga disebabkan karena banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat ke saluran air sehingga mengakibatkan penyumbatan dan airpun meluap saat hujan. 

Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yaitu dari Kepala Pelaksana BPBD Kota Bandarlampung Wakhidi menyebutkan, 4 kecamatan yang terdampak banjir diantaranya Kecamatan Wayhalim, Labuhan Ratu, Rajabasa, dan Kedamaian. Untuk selanjutnya Kepala Pelaksana BPBD memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan dan memberikan arahan kepada RT untuk selalu mengontrol lokasi yang rawan tergenang banjir. (Antara, 16/02/2024).

Walikota Bandarlampung Eva Dwiana mengatakan untuk mengantisipasi adanya banjir selanjutnya saat hujan turun adalah dengan melakukan Program Grebek Sungai. Namun ternyata fakta lain ditemukan dilapangan bahwa selain karena hujan dan penyumbatan saluran air, penyebab lain banjir di sejumlah tempat adalah adanya tanggul yang bocor. (Antara, 16/02/2024).

Banjir juga terjadi di provinsi Jawa Tengah tepatnya di di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak. Lagi-lagi penyebab dari banjir yang disebutkan adalah karena hujan deras, selain hujan penyebab banjir juga karena adanya tanggul yang jebol yaitu tanggul Sungai Wulan dan Sungai Jratun. Dampak yang terjadi akibat banjir ini sungguh luar biasa, empat desa khususnya di kecamatan Karanganyar terdampak, diantaranya Desa Ketanjung, Desa Karanganyar, Desa Undaan Lor, dan Desa Ngemplik Wetan dengan jumlah rumah terdampak sebanyak lebih dari 1.350-an rumah. Jumlah pengungsi yang sampai ribuan yang berasal dari Demak pun memenuhi berbagai tempat untuk menyelamatkan diri. Beberapa tempat tersebut mulai dari rumah ibadah sampai sekolah. Jumlah pengungsi terbanyak yang tercatat berasal dari Desa Kedungwaru Lor sebanyak 4.500 jiwa, kemudian Desa Undaan Kidul sebanyak 2.569 orang, dan beberapa dari desa lain yang terdampak. (Liputan6, 17/02/2024).

Banjir terparah di Jawa Tengah saat ini terjadi di kecamatan Karanganyar, kecamatan lain yang terkena banjir adalah Kecamatan Gajah dan Kecamatan Mijen. Kecamatan Karanganyar terdampak sejumlah 12 desa, Kecamatan Gajah sejumlah 7 desa, dan Kecamatan Mijen sejumlah 6 desa. Namun jika dihitung secara keseluruhan jumlah kecamatan yang terendam banjir adalah 8 kecamatan 39 desa sungguh luar biasa. (Kompas.com, 16/02/2024). Jumlah seluruh warga Demak yang terdampak bahkan diharuskan untuk mengungsi karena tinggi air yang sudah lebih dari satu meter adalah tercatat sebanyak 5.400 warga, mereka juga diharuskan mengungsi karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan air bersih dan kendala listrik. (Detikjateng, 17/02/2024).

Hujan Deras yang Masif
Sudah menjadi hal yang biasa kita dengar ketika terjadi banjir kebanyakan disebutkan bahwa penyebabnya adalah hujan deras yang masif, penyumbatan saluran air, atau tanggul yang jebol seperti yang saat ini sedang terjadi kepada saudara-saudara kita di beberapa wilayah. Benarkah hal demikian merupakan penyebab utama banjir terjadi, sehingga menyebabkan beberapa wilayah sudah menjadi langganan banjir saat musim hujan.

Sebagaimana kita tau hujan merupakan sesuatu yang berada di luar kendala kita. Kita manusia tidak bisa mengatur kapan turun dan tidaknya hujan. Maka tentu hal yang seharusnya kita upayakan dalam hal ini adalah pemerintah atau penguasa yang memiliki wewenang adalah dengan memaksimalkan hal-hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan. Penyumbatan akibat banyaknya warga yang membuang sampah ke sungai adalah selain karena rendahnya kesadaran juga disebabkan karena tanggul yang jebol yang seharusnya dibangun dengan material kuat sehingga dapat berdiri kokoh.

Maka jelas hujan tidak bisa dijadikan sebagai penyebab terjadinya banjir, karena memang hujan adalah sunnatullah yang sejatinya turunnya hujan adalah rahmat dari Allah swt yang diberikan Allah kepada seluruh makhluk hidup di muka bumi bahkan kepada tanaman sekalipun. Sebagaimana Allah berfirman:


هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لَّكُمْ مِّنْهُ شَرَابٌ وَّمِنْهُ شَجَرٌ فِيْهِ تُسِيْمُوْنَ

"Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu." (An-Naḥl: 10).

Maka merupakan kedzoliman ketika kita sebagai hamba justru menyalahkan rahmat yang diturunkan Allah sebagai penyebab dari kerusakan dan musibah yang terjadi. Padahal sudah jelas Allah tidak pernah menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia sia-sia apalagi jika yang Allah ciptakan merugikan manusia dan makhluk lainnya. Tentu yang membuat hujan yang seharusnya menjadi rahmat itu justru menjadi hal yang tidak diinginkan adalah karena manusia yang tidak mengelola bumi sebagaimana yang Allah perintahkan.

Alih Fungsi Hutan Yang Masif

Hutan merupakan paru-paru dunia yang berfungsi untuk memasok oksigen yang bermanfaat bagi manusia dan hewan untuk bernafas. Namun fungsi hutan tidak sekedar sebagai pemasok oksigen melainkan sebagai penyerap air hujan yang turun, sehingga air hujan yang turun tidak langsung mengalir seluruhnya ke laut melainkan tersimpan terlebih dahulu didalam tanah dan diserap oleh pohon-pohon di hutan melalui akarnya.

Namun fakta hari ini telah banyak kita dapatkan banyaknya kegiatan pengalihfungsian hutan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta yang tentu melalui izin pemerintah yang masif dilakukan. Indonesia sendiri memiliki luas hutan yang sangat luas yaitu 125,7 juta hektare. Namun berdasarkan data dari Glibal Forest Watch Indonesia selama kurun waktu 2002 sampai 2020 telah kehilangan hutan seluas 9,75 juta hektare. 

Bukan tanpa alasan banyaknya jumlah luasan hutan yang hilang. Hutan yang sejatinya berfungsi sebagai penopang ini dialihfungsikan untuk berbagai kebutuhan pembagunan, baik perumahan, jalan, bahkan sampai proyek-proyek besar diantaranya pembukaan hutan atau pengalihfungsian hutan untuk industri batu bara, emas dan lain-lainnya. Kondisi ini mengakibatkan banyak hutan yang awalnya berfungsi untuk menahan air kehilangan fungsinya maka sudah tentu saat hujan turun atau saat musim hujan, air-air yang seharusnya tidak langsung mengalir ke sungai atau laut justru langsung mengalir karena penahannya berupa pohon-pohon sudah dibabat habis.

Pembangunan Kapitalistik
Inilah kerusakan yang terjadi hari ini. Tentu yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pemerintah mengizinkan pembukaan lahan yang jelas-jelas akan memberikan bencana kepada masyarakatnya. Jawabannya adalah karena hari ini para pemimpin kita atau para penguasa yang memerintah hari ini dibelakangnya terdapat pengusaha. Bahkan yang parahnya adalah penguasa itu juga merupakan pengusaha. Maka ketika ia memimpin ia akan melakukan apapun sampai mengubah aturan dan membuat aturan baru untuk menghalalkan segala cara mendapatkan keuntungan, misalnya adalah membuka atau mengalihfungsikan lahan untuk kepentingan industri tanpa perduli dampak buruk apa yang akan terjadi nantinya.

Maka inilah wajah nyata dari pembagunan yang berbasis kapitalis, yang menghalalkan segala cara agar bisa mendapatkan keuntungan dan materi. Dalam pembangunan kapitalis tidak ada istilah apakah hal ini akan merugikan orang lain atau tidak. Selama hal tersebut terdapat keuntungan maka akan terus dilakukan, bahkan jika itu menyalahi aturan syariat dan mendzolimi manusia yang lain sekalipun. Maka wajarlah kerusakan berupa banjir hari ini adalah karena penerapan pembangunan kapitalis yang dterapkan dinegeri ini, pemerintah hari ini hanya sebagai pembuat aturan yang dikendalikan oleh para pengusaha yang ada dibelakangnya, yaitu dengan memudahkan perizinan untuk mengelola lahan. Maka mekanisme atau gambaran rusak inilah yang membuat para pemimpin kita hari ini menjadikan kekuasaannya hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dan tidak berlandaskan pada tanggung jawab dan amanah dalam mengemban kekuasaan yang telah diberikan kepadanya sehingga yang terjadi adalah berbagai kerusakan disebabkan tangan-tangan mereka. Allah swt berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum:41).

Maka wajar jika hari ini pembangunan masif dilakukan dengan menggunduli hutan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan, serta penanggulangan bencana yang tidak secara serius dilakukan seperti memberikan pencegahan terbaik tidak dilakukan oleh penguasa hari ini karena dianggap tidak memberikan keuntungan bagi dirinya.

Islam dalam Memandang Bencana Banjir
Dalam islam hutan merupakan salah satu dari kepemilikan umum, sebagaimana sabda Rasulullah yang menyebutkan bahwa manusia itu berserikat atau memiliki kepemilikan bersama yaitu padang rumput, air dan api. padang rumput saat ini dapat dimaknai dengan hutan. Sehingga dalam negara Islam atau Daulah Islam Khilafah pengelolaan hutan tidak diserahkan begitu saja kepada swasta melainkan harus pemerintah sendiri yang mengelolannya terutama hutan yang memang memiliki fungsi penting tidak boleh dialihfungsikan sehingga dapat bermanfaat sebagaimana kegunaannya.

Dalam negara Islam atau disebut Khilafah bencana banjir dapat ditanggulangi dengan berbagai solusi, yaitu larangan mengalihfungsikan hutan yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan alam seperti hutan yang fungsinya untuk menampung air dan memasok oksigen dijadikan sebagai lokasi industri.

Kemudian Khilafah akan memetakan mana wilayah yang bisa dikelola untuk diambil manfaat materinya. Pemerintah juga memetakan mana wilayah-wilayah yang maan untuk masyarakat membangun tempat tinggal diatasnya, sehingga daerah-daerah yang tidak aman akan dilarang Khilafah untuk dijadikan tempat tinggal oleh warganya.

Pemerintah juga akan membangun tanggul untuk menampung air dikala hujan dengan material terbaik sehingga dapat berdiri kokoh dan tidak akan membahayakan warganya. Ini adalah gambaran pemimpin dan pembangunan dalam negeri Islam Khilafah yang bukan dilandaskan oleh kepentingan materi melainkan dibangun atas asas syariat Islam yang diberikan langsug oleh pencipta manusia dan seluruh alam yaitu Allah swt dalam al-Qur’an dan Hadits.
Wallahu'alam bishshawwab.

Oleh: Hemaridani
Aktivis Muslimah

0 Komentar