Antara Deforestasi, Ekologi, dan Investasi


MutiaraUmat.com -- Deforestasi hutan istilah yang agak asing di telinga segelintir orang tapi ternyata menjadi ancaman serius yang wajib di tindaklanjuti. Deforestasi hutan istilah yang dipakai untuk pengurangan hutan. Istilah yang kini populer karena pemberitaan yang muncul baru-baru ini seperti dikutip dari cnnindonesia.com pada Jumat 12/01 kemarin yang menyebutkan Catatan Akhir Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) region Sumatera menunjukkan Riau mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 hektare sepanjang 2023.

Setali tiga uang dengan berita diatas, databoks.katadata.co.id menyebutkan bahwa Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, luas hutan berkurang karena berbagai faktor, yaitu peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan.

Namun, BPS tidak merinci faktor mana yang paling dominan dalam pengurangan luas hutan Indonesia. Adapun pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi laju pengurangan hutan atau deforestasi. Komitmen ini tercatat dalam dokumen Enchanced Nationally Determined Contribution (ENDC) September 2022.

Menurut dokumen tersebut, dalam skenario kondisi normal (business as usual), selama periode 2021-2030 Indonesia diproyeksikan mengalami deforestasi rata-rata 820 ribu ha/tahun. Namun, dalam ENDC, pemerintah menargetkan deforestasi 2021-2030 akan turun sekitar 56% menjadi rata-rata 359 ribu ha/tahun dengan usaha sendiri. Jika ada bantuan internasional, pemerintah bahkan menargetkan laju deforestasi bisa turun 78% menjadi rata-rata 175 ribu ha/tahun.

Deforestasi dan Kaitannya dengan Investasi

Hutan merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia bahkan dijuluki sebagai paru-parunya dunia karena punya peranan aktif dalam beberapa reaksi alam termasuk siklus air, produksi oksigen, lahan bercocok tanam dan lain lain. Sehingga dengan adanya deforestasi atau pengurangan hutan menjadi ancaman besar tak hanya untuk ekosistem darat yang ada di dalamnya tetapi mengundang bencana untuk kehidupan umat manusia.

Akibat deforestasi ini akan menjadi bencana global dan akan berlangsung dengan skala waktu yang panjang dan mengancam jiwa karena adanya ketidak seimbangan ekologis dan ligkungan hidup. Tanah longsor, banjir, pemanasan global dan kekurangan pangan di masa depan karena minimnya fasilitas bercocok tanam. 

Padahal penguasa dalam hal ini pemerintah tahu betul bahwa ketidak seimbangan antara alam dan jumlah penduduk di setiap wilayah akan berpengaruh pada tatanan sosial kemasyarakatan. Kesehatan masyarakat akan terganggu karena produksi oksigen menurun, kekurangan air bersih karena berkurangnya penyerapan air oleh tumbuhan, pasokan pangan terganggu karena berkurangnya lahan sebagai media bercocok tanam. Dari segi kehidupan sosial juga akan terganggu karena kebutuhan pangan meningkat sementara persediaan pangan terbatas dan pada akhirnya akan menciptakan persaingan sosial yang tidak sehat di masyarakat. Inilah buah dari kapitalisasi lahan yang berujung pada konflik berkelanjutan dan berkepanjangan.

Sayangnya, alih-alih memilih reboisasi sebagai solusi pada faktanya pemerintah lebih memilih "pemutihan lahan" dengan alasan mengacu pada perundang-undangan yang sebelumnya sempat menjadi polemik di masyarakat yakni UU Ciptaker. Pembangunan struktur kota untuk pemukiman perkotaan,lahan industri dan ruang hiburan menjadi alasan untuk membuka lahan investasi bagi para pengusaha dan pemilik modal. 

Inilah ladang cuan incaran kaum kapitalis dan mirisnya penguasa pun seolah memberi ruang yang bebas untuk mereka dengan dalih pemerintah tidak memiliki SDM untuk pengelolaannya sehingga butuh kerjasama dengan pihak luar. Dan pada akhirnya bukan lagi hajat hidup rakyat yang jadi prioritas tapi profit yang jadi tujuan utama.

Intervensi kaum kapitalis sudah melewati batas karena sudah menyentuh ranah sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ancaman bagi kelanjutan peradaban manusia karena memutus banyak mata rantai sumber kehidupan utama. Penguasa pun tak lagi bisa dipercaya karena kuasanya sebatas melegalkan dan memuluskan jalannya pemilik modal berebut cuan daripada melindungi hajat rakyat biasa. Pada akhirnya rakyat binasa di negerinya yang kaya.

Islam Menjamin Harmonisasi Ekologi dan Manusia 

Sebagaimana firman-Nya "Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu" ( QS. Al-Baqarah: 29). Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan segala sesuatu senantiasa dalam paket yang lengkap. Penciptaan Makhluk berikut akal fikiran dan segala kebutuhannya. Sayangnya segelintir manusia tidak menggunakan modal akal fikiran yang diberikan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang sudah disediakan dengan sebaik-baiknya yaitu untuk pemenuhan hajat hidup orang banyak yang dirasakan secara merata dan menyeluruh. Sebaliknya nafsu keserakahan dan kekuasaan justru digunakan untuk mengambil keuntungan pribadi secara besar-besaran tak peduli dengan penderitaan sesamanya. 

Inilah buah dari tidak diterapkannya syariat Islam secara kaffah , salahsatu contohnya adalah pengelolaan hutan dan sumber daya alam yang tidak memenuhi hajat rakyat tapi dampak negatifnya justru dirasakan rakyat. Adalah Islam dan hanya syariah Islam yang mampu mengelola SDA dan SDM secara akal sehat sesuai fungsi dan tujuan yang benar. 

Pemanfaatan sumber daya alam akan diatur dan diurus berpola dengan merujuk pada hukum-hukum syariah Islam dimana pengelolaannya akan didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan hanif. Bukan keuntungan individu atau korporasi yang mereka cari tapi kesejahteraan rakyat dan keseimbangan ekosistem yang akan jadi fokus utama. Tata ruang kota dan drainase akan dibuat seimbang agar tidak terjadi banjir. Hutan dan pemukiman akan dipetakan dengan perbandingan yang benar agar fungsi hutan bisa maksimal dalam mendukung pemenuhan kebutuhan manusia secara menyeluruh.

Begitulah Islam, pola aturannya komprehensif, dasar hukumnya jelas dan tujuannya benar serta sanksinya tepat. Penguasa sebatas pengemban amanah bukan pembuat kebijakan dan aturan. Karena aturan Allah yang dipakai maka barangsiapa yang berkhianat pada aturan itu sudah pasti berkhianat kepada Allah. Dan berkhianat kepada Allah berarti urusannya langsung dengan Allah bukan lagi dengan manusia. Penguasa dengan level pemahaman seperti ini hanya ada pada saat aturan atau syariah Islam ditegakkan. Wallahu a'lam bi ash-sawab.[]

𝑂𝑙𝑒ℎ. 𝐸𝑙𝑖𝑠 𝑈𝑚𝑚𝑢 𝐴𝑙𝑎𝑛𝑎
Aktivis Muslimah 

0 Komentar