Vaksin Covid-19 Berbayar, Peran Negara Dimana?

MutiaraUmat.com -- Wabah Coronavirus Disease (Covid-19) hingga saat ini ternyata belum usai, diindikasi beberapa daerah terdapat lonjakan. Indonesia termasuk negara yang rata rata kasus Covid-19 perhari kurang lebih 35-40 kasus pada bulan November dan bulan Desember, diketahui pasien yang rawat inap di rumah sakit tercatat antara kurang lebih 60-131 orang.

Dikutip dari (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyatakan, kebijakan vaksin Covid-19 berbayar yang rencananya mulai 1 Januari 2024 belum tepat untuk diberlakukan.
Maka untuk menjamin ketahanan Imunitas Komunal, Pemerintah dalam hal ini Kementrian dan kesehatan menghimbau kepada masyarakat yang belum vaksinasi, untuk segera vaksin guna pencegahan, minimal sudah melakukan vaksin yang ke 2 (dua) agar tidak terjadi penularan Covid-19.

Sementara rakyat yang sudah terjangkit untuk melakukan isolasi diri, dan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin Covid-19 bisa mengunjungi faskes terdekat di tempat tinggal masing masing. Status Covid-19 yang bermula penyakit pendemi sekarang beralih ke endemi, hal ini dikarenakan penyebarannya masih nyata, mengingat Indonesia termasuk negara yang padat penduduk dan juga belum seluruhnya mendapat cakupan vaksin.

Himbauan vaksin berbayar sangat memberatkan rakyat, karena saat ini rakyat masih dalam kesulitan ekonomi, mengingat dampak Covid-19 dari tahun 2020 hingga 2022 mengakibatkan perekonomian Negara ini mengalami keterpurukan. 

Diketahui wabah pandemi tidak hanya mengancam jiwa manusia, tetapi juga dapat mengancam perekonomian individu atau keluarga. Pada saat ini sangat wajar banyak perusahaan yang terancam tutup bahkan mengalami kebangkrutan, hingga dampaknya banyak karyawan yang di PHK, masih beruntung karyawan yang di PHK mendapatkan pesangon, di sisi lain banyak karyawan yang tidak mendapat pesangon.

Alhasil, penggangguran pun tidak terelakkan.
Kebijakan vaksin berbayar tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalis yang dianut Negeri ini, tata kelola Pemerintah yang salah, yang berorientasi pada keuntungan semata, menjadikan hubungan penguasa dengan rakyat sebagai hubungan penjual dan pembeli. 

Penguasa melakukan bisnis dengan rakyat, akibatnya kondisi rakyat yang sudah susah masih harus membeli vaksin dengan harga mahal. Sungguh miris, rakyat diperas demi kepentingan segelintir penguasa yang duduk ditampuk kekuasaan. 
Sistem kapitalisme juga memberikan ruang bagi pihak swasta untuk mengeruk keuntungan terhadap musibah COVID-19.

Mereka menunggangi kebijakan Pemerintah untuk kepentingan kelompoknya untuk kepentingan pribadinya. Jika diamati, bagaimana masa pandemi yang terjadi di awal awal penyebarannya? Tentu kekayaan pejabat semakin meningkat, sementara rakyat terpuruk karena tidak mendapatkan pekerjaan. Selanjutnya negara pun tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk penanganan COVID-19, akibat salah kelola dan utang Negara semakin lama semakin menumpuk dan membengkak, karena Pemerintah yang terus melakukan pinjaman ke luar negeri, yang nantinya dibebankankan kepada rakyat.

Berbeda dengan Islam, dalam Islam kesehatan merupakan hak pokok bagi setiap warga yang wajib dipenuhi oleh Negara. Negara menjamin fasilitas kesehatan yang dapat dinikmati bagi seluruh rakyat selama hidupnya ,tanpa memandang muslim atau non muslim, miskin atau kaya, semua akan mendapat fasilitas yang sama. Sehingga rakyat tidak perlu merasa kuatir ketika mengalami musibah terjangkit penyakit, dan rakyat pun tidak akan dipusingkan oleh mahalnya biaya pengobatan.

Pun negara dalam sistem Islam juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana mencegah penyakit menular dan pentingnya berpola hidup sehat. Negara juga memberikan kesadaran kepada rakyatnya tentang bahaya penyakit yang disebabkan oleh virus yang berpotensi menyebar ke lain.

Sistem Ekonomi Islam juga mengklasifikasi kepemilikan (milkiyah) menjadi 3 bagian, diantaranya : kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan Negara. Kepemilikan individu akan menentukan tata cara pemilikan yang diizinkan dan yang tidak diizinkan.

Hasil sumber daya alam yang dikelola dengan sistem Islam juga akan dikelola oleh Negara untuk kesejahteraan rakyatnya. 
Kondisi ini sungguh berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme saat ini, dimana sumber daya alam yang ada justru diserahkan oleh investor asing, investor asing akan mengekploitasi sumber daya alam yang ada, dan hasilnya dikirim ke negaranya.

Sementara peran pemerintah di sistem ini justru melindungi investor, dengan melegalkan undang undang yang menguntungkan kepentingan para investor. Penguasa beserta pejabat yang berkuasa akan menikmati hasil dari investasi tersebut, inilah hasil diterapkannya sistem kapitalis sekuler.

Oleh karena itu, saatnya rakyat menyadari bahwa sistem kapitalisme sekuler dapat menyengsarakan rakyat, karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, pun sistem ini juga tidak akan pernah mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Dan hanya sistem Islam saja yang dapat memberikan keberkahan bagi seluruh rakyat.

Sebagaimana firman Allah SWT: 

"Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka kerjakan". (QS. Al-A'raf (7): 96). Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Melani N
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar