Solutifkah Pembangunan Negara Bermodalkan Utang?

MutiaraUmat.com -- Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Dian Lestari menyatakan pinjaman pemerintah, baik dari dalam maupun luar negeri, masih dalam posisi wajar dan aman. Dian menyebutkan bahwa pinjaman tersebut diperlukan untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN, sekaligus membiayai proyek-proyek prioritas secara langsung. (gatra.com, 31/12/2023)

Secara fisik, kita tidak merasa bahwa pinjaman yang dilakukan pemerintah itu sia-sia, dengan adanya fakta berbagai bangunan infrastruktur mulai dari jalan tol, hingga fasilitas pendidikan yang terkesan luar biasa nyata ada dan berdiri kokoh disekitar kita. Pemerintah menampakkan kesuksesan pembangunan dalam negara sehingga rakyat di buat terpukau oleh kinerja pemerintah. Semisal tujuan dibangunnya jalan tol yang memudahkan perjalanan, nyaman dan aman bagi masyarakat. Tapi apakah yakin jalan tol tersebut memudahkan rakyat atau hanya sebagian rakyat saja, atau bahkan terlebih memudahkan pengusaha (oligarki) untuk memperlancar jalan bisnisnya?. 

Utang luar negri maupun dalam negeri sejatinya menguntungkan pihak si pemberi hutang. Apalagi dalam era kapitalis yang menjadikan uang sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan dan membuat aturan/kebijakan sesuai dengan kebutuhan pemberi utang. Bahkan mereka para pelaku (pemberi dan penerima utang) tidak mementingkan nilai haram halal dalam ide yang di terapkannya (riba).

Lantas jika semua pembangunan dihasilkan dari utang negara, lalu siapa yang akan membayarnya?. Bukankah utang harus di bayarkan dengan segera?.  Terlebih lagi jika utang dengan riba, bukan hanya membengkak bunganya tapi juga dosa para pelaku yang terlibat di dalamnya.

Seminim apapun  keuntungan yang di dapat dari riba, maka sudah dipastikan ada keharaman di dalamnya sekalipun dengan alasan sukarela atau sama-sama ridho.
Allah SWT Berfirman, 
"....Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah: 275).

Solutif kah kira-kira jika pembangunan negara menggunakan hasil dari utang?. Statement yang diberikan pemerintah bahwa utang telah memberikan efek positif adalah berbahaya. Rakyat sekali lagi di kelabui dengan dalih pembangunan yang nyatanya akan menjadikan rakyat sebagai sarana untuk membayar utang kedepannya.

Pernahkah kita mencoba meraba dari kasus-kasus sebelumnya dimana ada beberapa negara yang hilang kedaulatannya akibat terjerumus utang seperti Zimbabwe, Kenya, Maladewa, Uganda, Sri Lanka dan Pakistan?. Jerat-jerat utang justru membuat sebuah negara tidak mampu berdiri sendiri meski dengan SDA yang melimpah, karena utang akan menjadikan sebuah negara terus bergantung dengan si pemberi utang.

Pemberian utang asing kepada negeri adalah sebagian bentuk dari penjajahan dimana dengan makin besarnya utang akan semakin memberi peluang pemilik modal untuk mengambil SDA dalam negeri dan penguasaan wilayah, sehingga jelas menunjukkan bahwa rakyat telah masuk dalam cengkraman asing.

Jeratan utang riba adalah awal dari rusaknya negara dari segi ekonomi. Utang yang sekian banyaknya akan menjadi beban berat yang mencekik rakyat. Seperti itulah gambaran kapitalisme dalam menjajah negeri.

Beban utang yang menjerat tidak akan pernah di selesaikan dengan sistem kapitalisme, karena mereka lah yang sengaja menciptakan permasalahan tersebut. Maka yang mampu membasmi segala bentuk penjajahan, termasuk jerat utang hanyalah sistem yang jauh dari aktivitas keharaman, yakni sistem Islam. Pergantian pemimpin yang akan mengarahkan aturan dan hukum sesuai syariat Islam sangat dibutuhkan. Maka dengan kepemimpinan Islam, masalah akan teratasi sampai tuntas hingga terwujudnya SDA, SDM dan sumber-sumber energi lainnya di dalam negara yang murni untuk pembangunan dan kepentingan rakyat tanpa  utang dan investasi asing. Serta kepemimpinan Islam akan menyatukan negeri-negeri kaum muslimin menjadi satu kesatuan dalam naungan Daulah Khilafah... Aamiin

Wallahu A'lam Bishowab

Oleh: Ika Gistiya
Aktivis Muslimah

0 Komentar