Pungli di Rutan KPK, Mustahil Memberantas Korupsi dalam Demokrasi Kapitalisme

Mutiaraumat.com -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan 191 orang soal dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan KPK. Ratusan orang yang dimintai keterangan ini terdiri atas 45 orang mantan tahanan atau narapidana kasus korupsi, penjaga Rutan dan pihak lainnya. (nasional tempo.co

Menurut juru bicara KPK Ali Fikri, pungli di Rutan KPK baru berjalan secara teratur mulai 2018. Dia menjelaskan terjadinya pungli di dalam Rutan KPK disebabkan oleh adanya celah sistem yang dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan dengan cara tidak terpuji dan melawan hukum. Dia juga menambahkan bahwa Rutan KPK sejatinya tidak berdiri sendiri, karena menurutnya Rutan KPK masih berada di bawah naungan Rutan Jakarta Timur hingga Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). (tirto.id)

Praktek pungli yang termasuk tindak pidana korupsi dalam sistem politik Demokrasi adalah perkara mutlak, sebab merupakan sistem politik ideologi Kapitalisme yang hanya mencetak individu yang rakus akan nilai materi dan hidup sekedar mengejar kebahagiaan dunia serta menghalalkan segala cara untuk meraih materi sebanyak-banyaknya. Selain itu sanksi yang diberikan juga tidak menjerakan dan justru memudahkan pelaku kriminal melakukan kejahatan berulang, bahkan kejahatan di balik jeruji. 

Meskipun sistem ini memiliki satuan atau lembaga khusus yang berwenang mengupas oknum yang menyalahgunakan wewenang untuk melakukan pemerasan, tetapi nyatanya keberadaannya tidak menyelesaikan persoalan. Sebagaimana diketahui bahwa Perpres No. 87 Tahun 2016, mengatur tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar, yang memiliki tugas melaksanakan pemberantasan pungli secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana sebagai langkah kebijakan pidana. Namun, aturan tersebut lagi-lagi hanya berhenti pada tulisan apik yang didambakan umat, tetapi tidak akan pernah koheren dengan realisasi di lapangan. Inilah gambaran sistem politik Demokrasi yang sarat dengan penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan/kewenangan demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Korupsi di negeri ini apapun bentuknya, akan usai dengan penerapan sistem shahih yang berasal dari Allah SWT, yakni Khilafah. Khilafah akan menutup rapat seluruh jalur untuk korupsi melalui aturan yang komprehensif dan memberi batasan yang jelas serta hukum yang rinci berkaitan dengan harta para pejabat. Harta yang mereka peroleh diluar pendapatan negara ini, diposisikan sebagai kekayaan gelap. Individu bertakwa yang lahir dari penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam. Dalam sistem Islam amar makruf nahi mungkar adalah budaya di tengah masyarakat. Masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas diterapkannya syariat. Dengan begitu, jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal/korupsi, mereka mudah melaporkannya pada pihak berwenang.

Dalam sistem pemerintahan Islam ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pengawas/Pemeriksa Keuangan. Dalam Islam, tidak akan ada jual beli hukum, seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara. Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah maka tidak ada manusia pembuat hukum, tidak ada pula kompromi terhadap hukum sebagaimana yang diterapkan dalam sistem politik hari ini. Pemberantasan korupsi semakin ampuh dengan sanksi hukum Islam yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera, sehingga masyarakat yang mempunyai akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan. Sanksi ta'zir diberikan kepada koruptor, di mana Khalifah yang berwenang menetapkannya. Inilah solusi komprehensif yang dimiliki sistem Islam kaffah yang tegak di bawah institusi Khilafah Islamiyah.

Wallahu a'lam bishshawab

Oleh: Sumariya
Anggota LISMA Bali

0 Komentar