Pengangguran Usia Muda, Bom Waktu Demografi


MutiaraUmat.com -- Berdasarkan survei angkatan kerja nasional (Sakernas) pada Agustus 2023, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta dari total angkatan kerja mencapai 147,71 juta orang. Penduduk dengan rentang usia 15-24 tahun atau yang tergolong generasi z (Gen Z) mendominasi data ini.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan meskipun terus menurun, jumlah dan tingkat pengangguran ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi atau Agustus 2019.

Tingginya jumlah pemuda yang menganggur ini bisa menjadi hal yang berbahaya bagi perekonomian negara. Di masa yang akan datang masalah ini dapat berpotensi menjadi bom waktu demografi.

Menariknya, para pemuda yang menganggur ini bukanlah orang-orang dengan tingkat pendidikan yang rendah. Sebagian dari mereka telah menempuh pendidikan formal selama 12 tahun. Ada pula yang lulusan SMK. Padahal kurikulum di SMK telah dirancang dengan mata pelajaran kejuruan. Maka diharapkan para lulusannya bisa langsung mendapatkan pekerjaan sesuai bidang studinya.

Namun saat ini, mayoritas kurikulum pendidikan vokasi belum dapat mengejar kecepatan industri sehingga banyak lulusan SMK yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri.

Salah satu upaya dari negara untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan membuat program link and match yang menghubungkan antara industri dan sekolah vokasi. Namun tidak terdapat kemajuan yang signifikan. Bahkan pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia Aloysius Uwiyono manyatakan bahwa sampai kapan pun, link and match antara dunia pendidikan dan industri tidak akan beriringan. (CNN Indonesia)

Jika kita melihat dari sudut pandang yang lebih luas, ternyata persoalan pengangguran ini bukan masalah mikro yang sebatas kecakapan individu dalam mencari pekerjaan, namun sudah memasuki ranah sistem. Mengenai penyediaan lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja.

Dalam kapitalisme, negara berposisi selayaknya makelar yang menjadi penghubung antara penyedia SDM, yaitu dunia pendidikan dengan penyedia lapangan kerja, yaitu industri. Maka industri yang merupakan pihak independen punya kualifikasi tersendiri untuk para pekerjanya, dan terkadang hal ini kurang sejalan dengan agenda pendidikan yang ada.

Adapun sistem Islam memandang bahwa negara bertindak sebagai raain (pengurus) yang bertanggung jawab menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya. Khususnya dalam hal ini adalah ketersediaan lapangan kerja.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyatnya, dia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).

Adapun kurikulum pendidikan dalam Islam tidak bertujuan untuk mencetak tenaga kerja terampil yang siap di dunia kerja sebagaimana sistem kapitalis saat ini.

Negara Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas pendidikan, dengan tujuan pendidikan untuk mencetak individu berkepribadian Islam, fakih dalam agama sekaligus menguasai iptek. Maka pada jurusan yang dibutuhkan oleh industri akan diisi oleh para lulusan yang berakhlak mulia dan kompeten di bidangnya.

Suatu kerinduan bisa menghadirkan sistem yang mulia ini memimpin negeri dan kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh umat.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurul Hafizhah
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar