MutiaraUmat.com -- Penderitaan yang dirasakan saudara Muslim di Palestina tak kunjung usai. Selain serangan senjata yang dilakukan oleh tentara Yahudi Israel, kini kelaparan dan banjir telah melanda negara Palestina.
Dilansir SindoNwes.com (Minggu, 28/1/2024), warga Palestina di Kota Gaza berebut untuk mendapatkan sekarung tepung pada hari Sabtu (27 Januari) ketika kelaparan mengintai daerah kantong tempat 2,3 juta orang hidup di bawah pemboman Israel sejak 7 Oktober. Kota yang porak-poranda itu, yang terletak di tengah-tengah jalur tersebut, bersama dengan wilayah utara telah menyaksikan pertempuran paling sengit dalam pertempuran Israel melawan Hamas.
Sean Casey, koordinator Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Gaza mengatakan pada hari Kamis (25 Januari) bahwa situasi makanan di utara “benar-benar mengerikan. Hampir tidak ada makanan yang tersedia dan semua orang yang kami ajak bicara meminta makanan.”
Banjir pun terjadi di kota Arafah di Selatan Gaza, Sabtu (27/1). Banjir menambah kesengsaraan ribuan pengungsi yang berlindung di tenda-tenda.
Warga semakin frustrasi terhadap ketidakpastian semakin meningkat. Jumlah warga tewas sejak dimulainya perang Israel Hamas telah melampaui 26.000 orang.
Sungguh ironis, konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel merupakan rangkaian panjang konfrontasi. Kini solusi dua negara yang makin intensif disuarakan negara-negara Barat, PBB, dan penguasa negeri Muslim untuk mengakhiri genosida di Gaza, Aktivis Muslimah Dr. Nazreen Nawaz mengingatkan, skenario tersebut justru akan memperkuat dominasi pendudukan Israel. Ia mengutarakan, bahwa solusi dua negara untuk Palestina telah dipelintir selama beberapa dekade oleh pemerintah Barat dan rezim boneka mereka di negara-negara muslim sebagai satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian, keamanan, dan keadilan bagi semua orang di negara tersebut.
“Sebenarnya, hal ini hanya berfungsi sebagai sarana untuk melanjutkan dan memperkuat eksistensi dan dominasi pendudukan Israel” ungkapnya. (Muslimah News internasional, 13/1/2024).
Terjadinya genosida dan pembantaian di Palestina tidak hanya terjadi saat ini saja, melainkan sudah terjadi jauh sebelum penyerangan pada 7 Oktober 2023 lalu. Ironisnya Yahudi Israel yang merupakan entitas kecil mampu melakukan genosida terhadap kaum Muslim di Palestina. Sedangkan sama-sama kita ketahui bahwasanya wilayah Palestina dikelilingi oleh negeri-negeri Muslim yang jumlahnya lebih besar dari Israel. Hal ini disebabkan oleh sekat nasionalisme yang menjadikan negeri-negeri Muslim tersebut telah disandera oleh Yahudi Israel yang mendapat dukungan penuh dari Amerika dan sekutunya.
Sangat disayangkan hal ini menyebabkan negeri-negeri muslim tidak mampu berbuat banyak untuk membantu Palestina, dikarenakan adanya sekat nasionalisme serta hukum-hukum internasional yang menghalangi satu negara masuk negara lain.
Dengan demikian, solusi dua negara yang gencar diserukan sebagai satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian, keamanan, dan keadilan bagi semua negara tersebut. Lalu seberapa adilkah solusi tersebut?
Solusi dua negara tersebut berisikan saran agar negara Palestina dibangun sesuai dengan perbatasan tahun 1967 sesuai peta perbatasan yang mana itu memberikan sekitar 80% tanah Palestina yang suci dan hanya menyisakan seperlima tanah bagi Palestina. Adilkah?
Hal ini secara tidak langsung memuluskan rencana zionis Israel untuk mewujudkan tujuan mereka menguasai tanah suci Palestina dengan melakukan segala cara mulai dari perampasan lahan, melibas rumah-rumah, pembantaian massal, serta pembersihan etnis.
Oleh karena itu, mengapa solusi dua negara adalah solusi yang buruk, sebab tidak terdapat keadilan bagi negara Palestina melainkan hanya menguntungkan bagi zionis Israel saja.
Mantan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Craig Mokhiber menggambarkan bahwa solusi Dua Negara untuk Palestina merupakan “sebuah lelucon terbuka” di PBB, baik ketidakmungkinannya dan kegagalan totalnya dalam mempertimbangkan Hak Asasi manusia yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina.
Sejatinya, untuk menghentikan genosida di Gaza, Palestina membutuhkan aksi nyata dari umat dengan adanya kebangkitan Islam. Sebab, hanya dengan negara Islamlah yang mampu menghentikan kekejaman zionis Israel terhadap Palestina.
Negara Islam mampu mewujudkan bantuan nyata dari negara berupa pengiriman tentara dan lengkap dengan persenjataannya. Akan tetapi, hal itu tidak akan bisa dicapai jika tidak adanya persatuan umat dan itu hanya bisa terjadi dengan adanya Daulah Khilafah. Sebab, sudah menjadi kewajiban Khilafah untuk melindungi kaum Muslim.
Dengan menegakkan khilafah di seluruh penjuru dunia, maka semua aksi nyata untuk membebaskan Palestina dari genosida yang dilakukan oleh Yahudi Israel bisa terwujud. Bukan hanya sekadar memberi bantuan mengobati mereka yang terluka, menguburkan mereka yang wafat, atau memberi makan mereka yang kelaparan, tanpa adanya pembebasan dari penjajahan yang dilakukan oleh zionis Israel.
Dengan bersatunya seluruh umat Muslim dalam naungan khilafah maka Palestina akan dibebaskan dari penjajahan zionis Israel dan sekutunya. Jihad fisabilillah akan menjadi jalan untuk memperoleh kemenangan yang nyata bagi kaum muslimin serta memperoleh kehidupan yang mulia, baik di dunia maupun akhirat.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang artinya: “Kaum Yahudi nanti akan memerangi kalian. Akan tetapi, kalian (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan) mereka, kemudian (sampai) batu pun berkata, Wahai Muslim, ada orang Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia” (HR. Tirmidzi no.2236).
Wallahu a'lam bishshawab. []
Dwi Jayanti
Aktivis Generasi Peduli Umat
0 Komentar