Negara Harus Melakukan Pengawasan terhadap Penyiaran yang Dianggap Melanggar Norma Hukum, Agama, dan Moralitas

MutiaraUmat.com -- Terkait sanksi administratif teguran KPI terhadap program Brownis Trans TV, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan negara harus terus melakukan pengawasan terhadap penyiaran yang dianggap melanggar norma hukum, agama, dan moralitas, khususnya dalam hal ini perilaku seks yang menyimpang.

”Negara harus terus melakukan pengawasan terhadap penyiaran yang dianggap melanggar norma hukum, agama, dan moralitas, khususnya dalam hal ini perilaku seks yang menyimpang,” ujarnya dalam video berjudul Program Brownies TransTV Meresahkan di kanal YouTube Justice Monitor, Selasa (9/1/2024).

Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media, Komisi penyiaran Indonesia KPI pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama untuk program siaran brownies di TransTV pada 4 Januari 2024 karena program ini kedapatan menampilkan adegan yang mengarah kepada penormalan laki-laki bergaya perempuan yang dipertontonkan kepada khalayak. 

Pelanggaran tersebut berupa penampilan Ivan Gunawan yang menggunakan pakaian, riasan, aksesoris, dan bahasa tubuh kewanitaan pada siaran yang terjadi pada 30 oktober 2023 pukul 12.30 WIB. Tayangan tersebut telah melanggar etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana termaktub dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran atau sering disebut dengan P3 dan SPS dari KPI tahun 2012. Sanksi administratif ini sejalan dengan fungsi lembaga penyiaran itu yang harus melindungi kepentingan anak-anak, remaja, termasuk di dalam siarannya.

Agung menilai, tayangan yang menampilkan perilaku seks menyimpang sangat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak anak-anak di Indonesia yang terenggut masa depannya karena upaya-upaya legitimasi terhadap perilaku menyimpang yang marak ditayangkan di televisi maupun di media sosial. Sehingga pengawalan televisi dan medsos memiliki peranan besar dalam menciptakan masa depan anak-anak di Indonesia.

“Sehingga kalau kita bisa mengawal televisi dan medsos itu sudah sangat besar perannya dalam menciptakan masa depan anak-anak di Indonesia,” ujarnya.

Ia menambahkan, hadirnya semacam bencong jadi-jadian bisa memicu bertambahnya pengidap penyakit sosial ini dan secara tidak langsung mengampanyekan perilaku yang bertentangan dengan hukum Islam dan etika moral. Sehingga menghadirkan tokoh waria lawakan yang diadegankan oleh artis ini tidak dibenarkan.

“Tidak seharusnya penyakit waria dijadikan sebagai humor dan dibuat lelucon di muka umum. Di dalam Islam telah jelas seorang laki-laki dilarang menyerupai perempuan dan sebaliknya,” imbuhnya.

Ia juga mengaku resah atas atas maraknya tayangan lawak maupun konten-konten di media sosial maupun media mainstream yang lebih menonjolkan aspek fisik kekerasan dan kalimat-kalimat satir, ketimbang menyajikan tontonan yang menghibur tetapi tetap cerdas dan mencerahkan. Karenanya masyarakat harus terus memberikan kritik dan masukan kepada media, baik media mainstream maupun media sosial, agar menayangkan tayangan yang mencerdaskan, mendidik dan memberikan harapan yang baik ke depan untuk masyarakat Indonesia, terutama untuk anak-anak dan remaja yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini ke depan.

“Ini penting untuk kita terus kritik dan terus kita kasih masukan agar betul-betul tayangan media, baik media mainstream maupun media sosial, itu betul-betul tayangan yang mencerdaskan, mendidik dan memberikan harapan yang baik ke depan untuk masyarakat Indonesia, terutama untuk anak-anak dan remaja yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini ke depan,” jelasnya. []Nurwati

0 Komentar