Nasib Rohingya Terkatung, pada Siapa Mereka Bergantung?
MutiaraUmat.com -- Sungguh memprihatinkan nasib Muslim Rohingya yang terombang-ambing di lautan meminta pertolongan serta perlindungan dari kekejaman rezim Myanmar kepada negara-negara tetangga namun mirisnya tidak ada satu negara pun yang sanggup memberikan jaminan.
Berdasarkan keterangan Amnesty, perahu pengungsi Rohingya berisi 194 orang berlabuh di Pidie, Aceh pada Selasa, 14 Nobember 2023. Kemudian bertambah satu perahu berisi 147 orang keesokan harinya. Hari berikutnya sekitar 247 orang pengungsi Rohingya berlabuh di Bireun, Aceh. Kedatangan mereka dengan penuh harapan, selalu dihujani dengan penolakan. Kabar terakhir pada Sabtu, 18 November 2023 perahu pengungsi Rohingya masih terombang-ambing di perairan Aceh (tirto.id, 19/11/2023).
Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa berdasarkan aturan Konvensi 1951 Indonesia tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya karena Indonesia tidak ikut meratifikasi. Indonesia semata-mata memberikan bantuan karena kemanusiaan. Menurut Iqbal, harusnya negara yang meratifikasi konvensi tersebut bertanggung jawab namun ironisnya justru menutup pintu dan menerapkan kebijakan push back terhadap pengungsi Rohingya (tirto.id, 16/11/2023).
Keadaan ini membuktikan tidak akan ada satu negara pun yang mampu menolong muslim Rohingya selama dunia masih berpegang teguh pada midset kapitalisme yang berfokus pada untung rugi sehingga mereka enggan memberikan solusi yang komprehensif dan hanya mencukupkan pada bentuk perlindungan melalui undang-undang yang nihil dalam penerapan.
Di samping itu, dunia masih tersekat-sekat dengan konsep nation state Barat yang menanamkan sikap 'ashabiyah dan menghalangi ukhuwah islamiyah antar kaum muslimin. Hal ini semakin mempersulit negara-negara lain untuk menolong muslim Rohingya.
Racun nation state berhasil merasuk dalam jiwa dan sukses mencuci otak kaum Muslim. Tidak peduli apakah mereka muslim atau kafir selagi mereka satu negara maka dianggap saudara. Namun, jika berbeda kewarganegaraan walau pun sesama Muslim kaca mata nation state akan mengakatan 'itu musuh yang nyata bagimu.’
Hanya khilafah Islam yang mampu menolong muslim rohingya. Sebab hanya khilafahlah yang mampu menerapkan konsep bahwa seluruh muslim di dunia ini bagaikan satu tubuh. Sebagimana HR. Bukhori dan Muslim Rasul bersabda "Bagaikan salah satu anggota tubuh manusia yang sakit, maka seluruh badan akan terasa tidak nyaman karena sakit tersebut. Begitulah perumpamaan sesama mukmin dalam berkasih sayang."
Bagi khilafah darah kaum Muslim sangat berharga maka khilafah akan melindungi seluruh kaum muslimin dari segala bentuk penindasan terutama dari kaum kafir.
"Imam atau khalifah bagaikan perisai. Dimana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng." (HR Bukhari Muslim).
Imam An Nawawi menjelaskan yang dimaksud laksana perisai dan sebagai tameng adalah khilafah mencegah musuh menyakiti kaum Muslim, melindungi keutuhan Islam, dan ditakuti kekuatannya. Selain itu, khilafah menjamin penjagaan nyawa terhadap setiap warga negaranya baik Muslim maupun non-Muslim (ahlul dzimmah).
Khilafah akan menetapkan aturan Islam yang bersifat mencegah dan menjerahkan manusia untuk berbuat anaiaya terhadap orang lain.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al Maidah ayat 32, "Barangsiapa membunuh seseorang, bukan disebabkan orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seolah dia telah membunuh seluruh manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi setelah itu banyak di antara mereka melampaui batas di bumi."
Jika ada orang yang melanggar maka akan diberikan sanksi yang tegas baik dalam bentuk diyat (tebusan darah) atau qishash (dibunuh). Dengan begitu darah dan jiwa manusia terjaga.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Diyah Aulia Cahyani
Mahasiswi STEI Hamfara
0 Komentar