Membantah Tudingan Negatif terhadap Muslim Rohingya


MutiaraUmat.com -- Menanggapi tudingan-tudingan negatif terhadap pengungsi Muslim Rohingya. Faisal Sallatalohy mengatakan “Mereka lupa, bahwa Muslim Rohingya telah menjadi korban genosida dan pengusiran lebih dari satu abad lamanya,” tuturnya kepada MutiaraUmat.com, Senin (18/12/2023).

Bahkan, jelasnya genosida yang menimpa mereka, terjadi dengan pola yang hampir sama dengan pembantaian di Gaza. Jaringan Zionis Israel sejak 1952, di bawah persetujuan David Ben Gurion dan menteri luar negeri Israel Moshe Sharett telah menjalin kerja sama untuk memasok senjata, melatih kekuatan militer Myanmar demi membantai muslim Rohingya.

“Bahkan di tahun 1982, rezim Junta Militer New Win mengeluarkan Undang-undang kewarganegaraan dengan maksud untuk mencabut status kewarganegaraan Muslim Rohingya secara penuh, mereka dilabeli sebagai imigran. ‘Manusia tanpa status kewarganegaraan,’” sebutnya.

Faisal menjelaskan, keadaan itu berlanjut sampai hari ini. Yang menjadi sebab utama muslim Rohingya terus ber-diaspora ke berbagai negara termasuk Indonesia, tanpa ada kejelasan dan perlindungan hukum Internasional.
“Melepehkan, menolak, mengolok-ngolok, menghusir mereka. Lantas mereka mau pergi kemana? Paksa mereka Balik ke Rakhine untuk kembali dibantai? Tanyanya.

Kemudian ada yang bertanya kepada saya: "Bang, Bukankah sudah keluar perintah resolusi 2669 yang dihasilkan Dewan Keamanan PBB pada 21 Desember 2022 yang memerintahkan kepulangan Muslim Rohingya ke Myanmar?"

Lalu, "Bukankah lewat resolusi tersebut, pemerintah dan militer Myanmar diperintahkan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pengusiran, pembantaian dan menerima kepulangan Muslim Rohingya?"

Benar sekali, jawabnya resolusi ini merupakan keputusan pertama Dewan Keamanan PBB setelah lebih dari satu abad Muslim Rohingya dibantai pemerintahnya Sendiri.

Ia menjelaskan lagi ketika dirilis, dunia menyambut gembira. “Tapi tidak dengan Muslim Rohingya,” katanya. Sebab, mereka menyadari Resolusi hanyalah alat politik Amerika untuk menggeser pengaruh Cina dan Rusia yg sejauh ini menjadi pelindung Pemerintah Myanmar di dewan keamanan PBB.

Resolusi tidak dilahirkan untuk mengakhiri pembantaian!. Pada mulanya, Faisal menjelaskan resolusi 2669 dirancang dan diajukan oleh Inggris dan Amerika serta votingnya didukung negara-negara sekutu. Sementara Rusia dan Cina memilih Abstain pada proses voting.

Sikap Rusia dan China yang enggan apresiasi keputusan Dewan Keamanan PBB, mengulang sikap keduanya saat mem-veto tidak sepakat resolusi perdamaian Myanmar pada sidang di 2007 lalu.

“Isi resolusi 2669 ini memerintahkan kepada pemerintah dan militer Myanmar untuk menghentikan segala bentuk kekerasan serta intimidasi di seluruh wilayah. Terutama proses genosida yg dilakukan terhadap kelompok minoritas, termasuk Muslim Rohingya,” ungkapnya.

Ia melanjutkan resolusi juga, memerintahkan pemerintah Myanmar memulihkan keamanan dan memperbaiki prinsip demokrasi secara penuh. Resolusi ini juga menjadi dasar kekuatan bagi ASEAN untuk menerapkan Konsensus Lima Poin demi mewujudkan Responsibilty to Protect terhadap muslim Rohingya.

Lalu yang menjadi catatan penting! Secara struktural, Dewan Keamanan PBB adalah unit lembaga tertinggi di PBB. Setiap keputusan yang dilahirkan dalam bentuk resolusi, mengikat secara hukum dan menjadi rujukan hukum internasional.
Kemudian ketika resolusi dilahirkan dan ditujukan untuk satu negara anggota, maka wajib dilaksanakan. Jika menolak atau melanggar, akan ada sanksi yang dikenakan.

“Tapi dalam praktiknya, resolusi 2669 tidak efektif menekan pemerintah Myanmar untuk mengakhiri pembantaian. Kenyataannya, militer masih terus berlaku arogan kepada Muslim Rohingya. Etnic Cleansing masih terjadi,” sesalnya.

Faisal menunjukkan, jika dikupas tuntas isi Resolusi 2669, akan didapati jawaban, bahwa resolusi ini tidak substansial, hanya bermakna kecaman, kutukan, tidak tegas.

“Resolusi 2669 sangat tidak efektif, lantaran tidak ada satu pun pasal di dalamnya yang memuat tentang ketentuan sanksi, embargo, pidana dan pendekatan yuridis untuk mengadili pemerintah dan militer Myanmar di pengadilan internasional ketika tidak melaksanakan atau melanggar isi resolusi,” kritiknya.

Ia menyebut resolusi ini dilahirkan tanpa mengadopsi ketentuan Bab VII piagam PBB tentang tindakan penegakan hukum. “Artinya resolusi ini hanyalah basa-basi politik adidaya Di dewan Keamanan PBB yang tidak mengikat secara hukum untuk dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah Myanmar,” tunjuknya.

Ia menyamakan dengan penjelasan hukum Mahkamah Internasional dalam penanganan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk kasus Namibia, Afrika Selatan. Dalam paragraf 113, Mahkamah Internasional menjelaskan: “Bahwa segala tindakan hukum dalam resolusi yang dihasilkan Dewan Keamanan PBB hanya bisa dilaksanakan dengan mengadopsi ketentuan dalam Bab VII Piagam PBB,” paparnya.

Selain itu, narasi yang digunakan dalam Resolusi 2669 juga tidak ditulis dengan menggunakan bahasa yang bersifat wajib, melainkan nasehat, kecaman, kutukan. Sama, menggunakan penjelasan paragraf 114 Mahkamah Internasional dalam sidang masalah Namibia, menyatakan: narasi yang bersifat nasehat, kecaman, kutukan bermakna resolusi 2669 tidak dimaksudkan untuk membebankan kewajiban hukum kepada Myanmar untuk hentikan genosida terhadap rakyatnya sendiri.

“Oleh karena itu, resolusi ini tidak efektif untuk menghentikan arogansi Junta Militer terhadap Muslim Rohingya. Dikarenakan tanpa mengadopsi ketentuan Bab VII Piagam PBB, resolusi ini tidak memiliki jaminan untuk penegakan hukum. Tidak ada tindakan penegakan hukum terhadap ketidakpatuhan pemerintah Myanmar,” tegasnya.

“Sekali lagi, Resolusi 2669 adalah strategi politik Amerika dan Inggris untuk mengambil simpatik pemerintah Myanmar untuk kepentingan militer dan ekonomi. Diketahui Myanmar adalah konsumen terbesar Rusia dan Cina untuk beberapa produk ekonomi dan militer,” tandasnya.

Kemudian Faisal menjabarkan, sejak kudeta Militer berlangsung, Cina agresif memadukan dimensi ekonomi, politik, dan militer dengan alokasi dana investasikan sebesar US$113 juta di Myanmar. Tiongkok membentuk Koridor bersama Myanmar yang menjadi penghubung ekonomi penting antara kedua negara tersebut.

Selain itu rencana pembangunan kereta api berkecepatan tinggi antara Yunani dan Rakhine yang terhenti pada tahun 2014, kini kembali dilanjutkan. Begitu pula dengan proyek kincir angin di Rakhine, pembangkit listrik tenaga air di negara bagian Kachin, dan pembangkit listrik tenaga gas.

Di samping itu, Cina juga memenuhi pasokan makanan, pupuk dan listrik yang stabil kepada Myanmar, lewat penyediaan infrastruktur. Bahkan sejak Februari 2023, Cina telah meresmikan pipa minyak sepanjang 770 kilometer dari Rakhine ke Yunani untuk mengangkut minyak Rusia ke Tiongkok. Jalur pipa ini dimulai dari pelabuhan laut dalam di Kyaukphyu (Pulau Ramree) dan sangat penting bagi Inisiatif Sabuk serta Jalan Tiongkok.

Cina juga merancang pangkalan di Pulau Great Coco sepanjang 11 km, sekitar 300 km jauhnya dari Myanmar di Teluk Benggala. Pulau ini memiliki stasiun radar dan lapangan terbang membantu membangun keseimbangan militer Vina dan Rusia di Kawasan.

“Nah Amerika tidak tinggal diam,” sebutnya. Lewat provokasi dan rekayasa Undang-Undang Myanmar tahun 2021 Amerika memberikan dukungan kepada Pemerintah Persatuan Nasional dan kelompok perlawanan untuk merusak provokasi Tiongkok yg mendukung Min Aung Hlaing demi melawan pengaruh Amerika.

Termasuk dana perlawanan yang disalurkan Amerika untuk kampanye perlawanan boikot produk Tiongkok dan ujaran kebencian terhadap investasi Cina-Rusia.

“Inilah alasan Rusia dan Cina selalu menghambat dan menggagalkan upaya perdamaian Myanmar di dewan keamanan PBB. Kini Manuver dilakukan Amerika untuk mengambil alih Myanmar dari Cina dan Rusia,” jelasnya.

Amerika dan Inggris mendorong lahirnya resolusi 2669, seolah-olah menekan pemerintah dan militer Myanmar hentikan pembantaian. Sebaliknya, resolusi tersebut hanyalah alat politik untuk menyerang Citra Rusia dan Cina yang selama ini mendukung Myanmar bantai Muslim Rohingya.

“Dengan kenyataan tersebut, apakah pantas kita menolak, mencibir, mengolok-ngolok dan memaksa pengungsi Muslim Rohingya pulang ke Rakhine?”tanyanya
Sementara kita tahu jawabannya adalah: “pulang untuk kembali dibantai”.

Ia menunjukkan faktanya, Dewan keamanan PBB tidak mampu menjamin perlindungan karena dijadikan alat politik adidaya berebut kendali di Myanmar. Konsensus Lima Poin ASSEAN juga lemah karena dikendalikan PBB dan Adidaya. Kedua lembaga global dan regional ini tidak mampu berikan kepastian perlindungan.

“Apakah kita tega membiarkan mereka menjadi manusia tanpa negara yang terombang-ambing di tengah lautan, hidup tidak layak, dikurung seperti binatang, tanpa punya kebebasan, pendidikan, kemiskinan, kematian di kamp-kamp pengungsian, menjadi sasaran human trafficking?” Lontarnya

Padahal bagi Allah, lebih baik kehancuran Ka’bah, batunya satu demi satu. Itu lebih ringan diterima Allah daripada tumpahnya darah seorang muslim,” tutupnya. []Titin Hanggasari

0 Komentar