MutiaraUmat.com -- Tidak terasa waktu berjalan cepat, bayi yang sebelumnya masih merangkak kini telah berlari kencang mengikuti angin. Kemeriahan puncak malam tahun baru seolah-olah dinarasikan kaum sekuler sebagai pengalih perhatian dunia terhadap saudara se-iman. Mereka tak mengenal pergantian tahun, sebab hak untuk hidup layak saja tega-teganya direnggut. Seperti kasus pengusiran pengungsi Rohingya oleh mahasiswa di Aceh, menyisakan trauma dan ketakutan – ‘Kami kira akan mati di sini’.
Di sisi lain, 75 tahun lalu sampai saat ini genosida zionis Yahudi masih membabi-buta. Berdasarkan informasi dari Sindonews.com, zionis Yahudi akan terus melancarkan perang di Gaza sepanjang tahun 2024. Jubir Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari pada Ahad (31/12/2023), telah menuturkan mengenai perubahan strategis manajemen pasukan IDF yang “cerdas”. Hagari juga mengungkapkan mengenai lima brigade cadangan yang dikeluarkan dari pertempuran, bertujuan untuk menghidupkan kembali perekonomian Israel ketika negara tersebut terjebak dalam konflik berkepanjangan. 'Kode' serupa dari Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, mewanti-wanti selama konferensi pers Sabtu lalu bahwa pertempuran “berbulan-bulan lagi” masih akan terjadi. Senada dengan pemerintah zionis secara tegas menolak permohonan internasional untuk melakukan gencatan senjata di tengah meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza.
Kementerian kesehatan Gaza melaporkan dampak pengeboman zionis telah menewaskan lebih dari 21.800 warga Palestina sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober. Sebanyak 56.000 orang Palestina lainnya terluka parah, dan 85% dari sekitar 2,3 juta penduduk daerah kantong tersebut terpaksa mengungsi. Amerika Serikat (AS) secara konsisten mendukung zionis Yahudi disepanjang tahap konflik, termasuk memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata dan bahkan Washington telah berselisih dengan sekutunya di Timur Tengah mengenai masa depan Gaza. Zionis Israel sudah pasti menentang keras pembentukan negara Palestina, secara terbuka menyombongkan peran Netanyahu dalam mencegah pembentukan negara Palestina di beberapa putaran perundingan damai selama bertahun-tahun sebelumnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa umat Islam ibarat satu tubuh, namun nampak nyata lika-liku kaum Muslim dalam bersikap pada puncak pergantian tahun ini. Pesta kembang api di tengah berkecamuknya perang jalur Gaza, sejumlah korban perang meningkat dari tahun ke tahun dan penderitaaan Muslim Rohingya adalah satu kesatuan bentuk abainya kaum Muslim terhadap problematika umat.
Di sisi lain seiring berjalannya waktu, sikap umat mulai kendor dalam menyuarakan pembelaan terhadap Palestina. Lama kelamaan, pemboikotan produk antek isriwil mulai melonggar. Terlebih umat juga mulai terpecah dalam mensikapi Muslim Rohingya, yakni makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina. Inilah buah sekat nasionalisme memupus dan mengikis ukhuwah, sehingga
umat harus terus menyadari bahwa Umat Islam sejatinya satu tubuh. Sehingga umat seharusnya wajib menunjukkan pembelan mulai dari hati nurani hingga pertolongan dan sikap yang nyata dalam bentuk apapun.
Terdapat ibarat umum, bahwa “Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib.” yakni tiadanya peran pemerintah di negara manapun yang menerapkan Islam sebagai pedoman hidup. Sehingga umat membutuhkan perisai dalam naungan Khilafah untuk menjaga agar setiap Muslim paham bersikap mengamalkan Al-Qur'an dan hadis Nabi tersebut. Hanya khilafah yang mampu menyelamatkan kaum Muslim yang tertindas di bumi manapun tanpa sekat-sekat nasionalisme dan sekularisme. []
Triani Agustina
Aktivis Muslimah
0 Komentar